Hukum melaksanakan kurban adalah sunnah muakkadah (sangat dianjurkan). Lalu, bolehkah kurban atas nama orang lain?
Menukil Kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili, secara etimologis kurban adalah sebutan bagi hewan yang disembelih saat Hari Raya Idul Adha.
Baca juga: Mana yang Didahulukan, Aqiqah atau Kurban? |
Adapun, menurut istilah fikih, kurban adalah perbuatan menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT dan dilakukan pada waktu tertentu, atau bisa juga didefinisikan dengan hewan yang disembelih pada Hari Raya Idul Adha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibadah kurban disyariatkan pada tahun ke-3 H, sama halnya dengan zakat dan salat hari raya. Landasan pensyariatannya dapat ditemukan dalam Al-Qur'an, as-Sunnah, dan ijma'.
Dalam Al-Qur'an, dalil perintah kurban bersandar pada firman Allah SWT dalam surah Al-Kautsar ayat 2,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ ٢
Artinya: "Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!"
Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq menerangkan dengan bersandar pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Anas, Nabi Muhammad SAW berkurban dengan dua ekor kambing yang bertanduk dan gemuk.
Beliau menyembelihnya sendiri seraya menyebut nama Allah SWT dan bertakbir.
Hukum Kurban Atas Nama Orang Lain
Masih dijelaskan dalam buku yang sama, menurut mazhab Syafi'i tidak diperbolehkan untuk berkurban atas nama orang lain tanpa seizin orang itu, sebagaimana tidak boleh berkurban untuk orang yang sudah mati.
Namun, dikecualikan jika si mayit sudah mewasiatkan sebelumnya. Hal itu didasarkan berdasarkan pada firman Allah SWT,
وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ ٣٩
Artinya: "Bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya." (QS An Najm: 39)
Apabila si mayit sudah mewasiatkan sebelumnya, maka diperbolehkan untuk berkurban atas namanya. Dengan wasiat itu pulalah, si mayit mendapatkan pahalanya.
Lebih lanjut dijelaskan, apabila seseorang berkurban atas nama orang lain yang sudah meninggal, maka ia wajib menyedekahkan seluruh dagingnya kepada orang miskin, dalam arti baik si pemilik maupun orang-orang kaya tidak boleh memakannya. Hal itu dikarenakan tidak mungkinnya mendapatkan izin dari si mayit untuk memakannya.
Pada dasarnya menurut mazhab Syafi'i hal yang serupa juga terjadi dalam hal kurban yang disebabkan oleh nadzar atau hewan yang disebabkan nadzar atau hewan yang sudah ditetapkan sebagai kurban, maka dagingnya tidak boleh dimakan oleh si pemilik kurban maupun pihak-pihak lain yang berada di bawah tanggungannya.
Sebaliknya, diwajibkan kepada orang itu menyedekahkan seluruh dagingnya. Apabila hewan yang telah ditetapkan sebagai kurban itu tiba-tiba melahirkan anak, maka anaknya itu harus ikut disembelih seperti induknya.
Namun, diperbolehkan bagi si pemilik kurban memakan daging si anak hewan, sebagaimana kebolehan baginya meminum susu si induk hewan. Alasannya adalah, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adanya kebolehan bagi si pemilik kurban untuk meminum susu namun hukumnya makruh.
Namun, dalam hal kurban yang sifatnya sunnah maka dianjurkan bagi si pemilik kurban turut memakan beberapa potong daging hewan itu, dalam rangka mendapatkan berkah dari kurban yang ia lakukan.
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam surah al-Hajj ayat 28,
لِّيَشْهَدُوْا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيْٓ اَيَّامٍ مَّعْلُوْمٰتٍ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۚ فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْبَاۤىِٕسَ الْفَقِيْرَ ۖ ٢٨
Artinya: "(Mereka berdatangan) supaya menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak. Makanlah sebagian darinya dan (sebagian lainnya) berilah makan orang yang sengsara lagi fakir."
(kri/kri)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
Hukum Merayakan Maulid Nabi Menurut Pandangan Ulama