7 Syarat Puasa Syawal, Apakah Harus Qadha Ramadan Dulu?

7 Syarat Puasa Syawal, Apakah Harus Qadha Ramadan Dulu?

Nilam Isneni - detikHikmah
Rabu, 26 Apr 2023 19:00 WIB
beautiful muslim woman open her palm and pray before eating
Ilustrasi syarat puasa Syawal. Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto
Jakarta -

Puasa Syawal merupakan salah satu puasa sunnah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Dalam pelaksanaannya, umat Islam bisa memperhatikan syarat puasa Syawal agar ibadahnya sah.

Puasa Syawal yang dimaksud dalam hal ini adalah puasa selama enam hari di bulan Syawal. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam Kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq yang diterjemahkan oleh Tirmidzi dkk menjelaskan mengenai keutamaan puasa enam hari di bulan Syawal.

Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari RA, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ψ«ΩΩ…Ω‘ΩŽ أَΨͺΩ’Ψ¨ΩŽΨΉΩŽΩ‡Ω سِنًّا مِنْ Ψ΄ΩŽΩˆΩ‘ΩŽΨ§Ω„Ω ΩƒΩŽΨ§Ω†ΩŽ ΩƒΩŽΨ΅ΩΩŠΩŽΨ§Ω…Ω الدِّهْرِ

Artinya: "Barang siapa yang berpuasa Ramadan kemudian diikuti puasa enam hari bulan Syawal, maka seakan-akan dia berpuasa setahun." (HR Al-Jamaah, selain Al-Bukhari dan An-Nasa'i)

ADVERTISEMENT

Syarat Puasa Syawal

Merangkum Kitab Fiqh Al-'Ibadat, 'Ilmiyyan 'Ala Madzhabi Al-Imam Asy-Syafi'i Ma'a Mutammimat Tanasub Al-'Ashr karya Syaikh Alauddin Za'tari yang diterjemahkan oleh Abdul Rosyad Shiddiq berikut syarat puasa Syawal. Syarat puasa Syawal ini terdiri dari syarat wajib puasa secara umum dan syarat sah puasa secara umum.

1. Beragama Islam

Beragama Islam merupakan salah satu syarat puasa. Para ulama menyebutkan hal ini sebagai syarat wajib puasa Ramadan.

2. Berakal

Puasa tidak diwajibkan bagi orang yang gila, pingsan, dan orang yang mabuk, baik bersifat terus-menerus maupun tidak. Hal itu didasarkan dari hadits yang diriwayatkan Ali bin Abi Thalib RA dari Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda,

رُفِعَ Ψ§Ω„Ω’Ω‚ΩŽΩ„ΩŽΩ…Ω ΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ«ΩŽΩ„ΩŽΨ§Ψ«ΩŽΨ©Ω : ΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ§Ω„Ω†ΩŽΩ‘Ψ§Ψ¨ΩΩ…Ω حَΨͺΩ‘ΩŽΩ‰ ΩŠΩŽΨ³Ω’ΨͺΩŽΩŠΩ’Ω‚ΩΨΈΩŽ ، ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ§Ω„Ψ΅Ω‘ΩŽΨ¨ΩΩŠΩ‘Ω حَΨͺΩ‘ΩŽΩ‰ ΩŠΩŽΨ­Ω’ΨͺΩŽΩ„ΩΩ…ΩŽ ، ΩˆΩŽΨΉΩŽΩ†Ω’ Ψ§Ω„Ω’Ω…ΩŽΨ¬Ω’Ω†ΩΩˆΩ†Ω حَΨͺΩŽΩ‘Ω‰ ΩŠΩŽΨΉΩ’Ω‚ΩΩ„ΩŽ

Artinya: "Pena diangkat dari tiga orang, dari orang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia baligh, dan dari orang gila sampai ia waras." (HR Abu Dawud dalam Kitab Hukuman-hukuman)

3. Baligh

Puasa tidak diwajibkan atas anak kecil yang sudah bisa membedakan (mumayyiz). Tetapi, puasa yang dilakukan hukumnya sah, jika sudah berusia tujuh tahun dan mampu, ia diperintahkan menjalankan puasa, disamakan dengan salat.

4. Kuat

Syarat puasa lainnya adalah kuat. Kuat dalam hal ini maksudnya adalah kuat menjalankan puasa tanpa bersusah payah.

5. Diawali dengan Niat

Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar RA dari Nabi Muhammad SAW yang bersabda,

Ψ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ…ΩŽΨ§ Ψ§Ω„Ω’Ψ£ΩŽΨΉΩ’Ω…ΩŽΨ§Ω„Ω Ψ¨ΩΨ§Ω„Ω†Ω‘ΩΩŠΩ‘ΩŽΨ§Ψͺِ وَΨ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ…ΩŽΨ§ لِكُلِّ امْرِئ Ω…ΩŽΨ§ Ω†ΩŽΩˆΩŽΩ‰

Artinya: "Sesungguhnya amal itu tergantung niat, dan (amal) seseorang adalah sesuai dengan niatnya." (HR Bukhari dan Muslim dalam Shahih-nya)

Niat puasa harus dilakukan pada malam hari, berdasarkan dalil sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan Hafshah RA, dari Nabi Muhammad SAW

Artinya: "Barang siapa yang tidak menginapkan puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya." (HR An-Nasa'i)

Sah hukumnya menginapkan niat puasa pada bagian dari waktu malam sejak matahari terbenam hingga terbit fajar.

Adapun, untuk puasa sunnah, niat puasa boleh dilakukan pada siang hari, sebagaimana dikatakan Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam Kitab Maqaashidul Mukallafin: An-Niyyat fil ibadaat. Ini merupakan pendapat jumhur ulama termasuk Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah bin Yaman, Thalhal, Ibnu Abbas, Abu Hanifah, Ahmad, dan Syafi'i.

Dalam Kitab Bulughul Maram karya Al-Hafiz Ibnu Hajar al-Asqalani disebutkan, seseorang boleh melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari dan boleh membatalkan puasa sunnah tanpa adanya uzur.

6. Menahan Diri dari Hal yang Membatalkan Puasa

Menahan diri dari hal yang membatalkan puasa, seperti hubungan badan dengan sengaja, meskipun tidak sampai mengeluarkan air mani, dan juga menahan diri dari onani.

Selain itu, menahan diri dari masuknya suatu benda ke lubang tubuh yang terbuka. Namun, apabila dilakukan dengan tidak sengaja dianjurkan untuk melanjutkannya. Sebagaimana sabda Nabi SAW,

Ω…ΩŽΩ†Ω’ Ω†ΩŽΨ³ΩΩŠΩŽ ΩˆΩŽΩ‡ΩΩˆΩŽ Ψ΅ΩŽΨ§Ψ¨ΩΩ…ΩŒ ΩΩŽΨ£ΩŽΩƒΩŽΩ„ΩŽ Ψ£ΩŽΩˆΩ’ شَرِبَ ΩΩŽΩ„Ω’ΩŠΩΨͺΩΩ…Ω‘ΩŽ Ψ΅ΩŽΩˆΩ’Ω…ΩŽΩ‡Ω فَΨ₯ΩΩ†Ω‘ΩŽΩ…ΩŽΨ§ Ψ£ΩŽΨ·Ω’ΨΉΩŽΩ…ΩŽΩ‡Ω اللهُ ΩˆΩŽΨ³ΩŽΩ‚ΩŽΨ§Ω‡

Artinya: "Barang siapa lupa kalau ia sedang berpuasa lalu ia makan atau minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah SWT." (HR Muslim dalam Shahih-nya)

7. Suci dari Haid dan Nifas

Tidak sah bagi perempuan yang sedang haid atau nifas menjalankan ibadah puasa hal ini didasarkan pada kesepakatan para ulama.

Ketentuan Puasa Syawal Jika Punya Utang Puasa Ramadan

Merangkum dari detikHikmah, terdapat sejumlah pendapat mengenai ketentuan puasa Syawal jika masih memiliki utang puasa Ramadan.

Pendapat pertama menyebut, seseorang boleh menggabungkan niat puasa qadha Ramadan dengan niat puasa Syawal dan keduanya mendapatkan pahala. Hal ini dijelaskan Syekh ar-Ramli dalam Kitab I'anatut Thalibin.

Sementara itu, al-Khatib Syarbini dalam Kitab Mughni al-Muhtaj menjelaskan bahwa orang yang berpuasa di bulan Syawal sebagai puasa qadha Ramadan maka pahalanya adalah puasa qadha Ramadan, bukan puasa sunnah ataupun mendapatkan pahala keduanya karena mengerjakannya sekaligus.

Pendapat lain, seperti dikatakan Muhammad Abduh Tuasikal dalam buku Fikih Bulan Syawal: Puasa Syawal, Qadha, Fidyah menyatakan, haram hukumnya melakukan puasa Syawal bagi orang yang sebelumnya sengaja meninggalkan puasa Ramadan tanpa ada uzur yang jelas.

Adapun, jika meninggalkan puasa Ramadan karena ada uzur seperti sakit, safar, dan sebagainya, maka diperbolehkan untuk melakukan puasa Syawal.

Ada pendapat lain yang tidak memperbolehkan melakukan puasa Syawal sebelum melunasi utang puasa Ramadan. Ini dikatkaan Agus Arifin di dalam buku Step By Step Fiqih Puasa Edisi Revisi. Ia berpendapat, hal itu sama dengan mendahulukan yang sunnah daripada yang wajib.

Sebagaimana hal tersebut dijelaskan dalam hadits, "Tidakkah hamba-Ku mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan wajib hingga aku mencintainya." (HR Bukhari)




(kri/kri)

Hide Ads