4 Hari yang Diharamkan Puasa, Terdekat Ada di Bulan Syawal

Ramadan Update by BRI

4 Hari yang Diharamkan Puasa, Terdekat Ada di Bulan Syawal

Nilam Isneni - detikHikmah
Selasa, 11 Apr 2023 13:30 WIB
Senior Muslim woman preparing food
Ilustrasi hari yang diharamkan puasa. Foto: iStock
Jakarta -

Puasa bisa dikerjakan di luar waktu yang dilarang oleh Nabi Muhammad SAW. Setidaknya ada empat hari yang diharamkan untuk melaksanakan puasa.

Puasa dalam bahasa Arab disebut shaum dan memiliki bentuk jamak shiyam. Arti dari kata shaum adalah al-imsak, atau menahan diri untuk tidak melakukan atau mengucapkan sesuatu.

Dijelaskan dalam Kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, terdapat beberapa hadits yang menjelaskan larangan berpuasa pada hari-hari tertentu, berikut penjelasannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hari yang Haram untuk Puasa

1. Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal

Para ulama telah sepakat bahwa haram berpuasa pada Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada 1 Syawal. Menurut sebuah hadits, umat Islam diharamkan puasa pada Hari Raya Idul Fitri karena hari tersebut adalah waktu berbuka dari puasa Ramadan.

Hal tersebut diterangkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahih-nya pada Kitab Ash-Shiyam.

ADVERTISEMENT

Mengenai larangan ini juga dijelaskan dalam Kitab Al-Lu'Lu' wal Marjan karya Muhammad Fu'ad Abdul Baqi yang diterjemahkan oleh Muhammad Ahsan bin Usman,

. حَدِيثُ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: هَذَانِ يَوْمَانِ نَهى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ أخرجه البخاري في

Artinya: "Umar bin Khattab RA berkata: "Pada kedua hari ini Nabi SAW telah melarang orang berpuasa, yaitu pada Hari Raya Idul Fitri sesudah Ramadan dan Hari Raya Idul Adha sesudah wuquf di Arafah." (HR Bukhari)

2. Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah

Hari Raya Idul Adha juga merupakan hari yang diharamkan untuk melaksanakan puasa, sebagaimana disebutkan bersamaan dalam hadits larangan puasa 1 Syawal.

Hal itu dijelaskan pula di dalam Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim karya Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam.

عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ وَاسْمُهُ سَعْدُ بْنُ عُبَيْدٍ، قَالَ: شَهِدَتِ الْعِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَقَالَ: هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ الله صلى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهمَا: يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ، وَالْيَوْمُ الآخَرُ الَّذِي تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ

Artinya: "Dari Abu Ubaid, majikan Ibnu Azhar yang namanya Sa'ad bin Ubaid, dia berkata: 'Aku pernah salat Id bersama Umar bin Khattab RA, lalu dia berkata, 'Ini adalah dua hari (Idul Fitri dan Idul Adha), maka Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari ini, yaitu hari berbuka bagi kalian dari puasa kalian dan hari yang lain ketika kalian memakan dari hewan kurban kalian'"

3. Hari Tasyrik atau 11, 12, dan 13 Zulhijah

Berpuasa pada tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha tidak diperbolehkan. Hal ini dikarenakan Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengutus Abdullah bin Hudzafah untuk mengumumkan kepada manusia, 'Janganlah berpuasa pada hari-hari ini, karena hari-hari ini adalah untuk makan, minum, dan zikir kepada Allah SWT." (HR Ahmad)

Ibnu Abbas RA juga meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengirim seseorang untuk mengumumkan, "Janganlah kalian berpuasa pada hari-hari ini, karena hari-hari ini adalah untuk makan, minum dan bersetubuh."

Tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah biasa disebut dengan hari tasyrik. Para ulama mazhab Syafi'i memperbolehkan berpuasa pada hari-hari tasyrik jika ada suatu sebab, seperti puasa nazar, puasa kafarat, dan puasa qadha. Adapun puasa yang tidak ada sebabnya tidak diperbolehkan.

Dalam hal ini, tidak ada perselisihan ulama. Mereka menganalogikan masalah ini dengan salat yang memiliki sebab yang dilakukan pada waktu-waktu terlarang.

4. Hari Syak atau 30 Syaban

Dijelaskan dalam Kitab At-Tadzhib fi Adillat Matan Al-Ghayat wa At-Taqrib karya Musthafa Dib Al-Bugha yang diterjemahkan oleh Toto Edidarmo, pendapat yang dijadikan pegangan (al mu'tamad) dalam mazhab Syafi'i adalah puasa pada hari syak itu diharamkan dan tidak sah.

Hal ini berdasarkan hadits dari Shilah bin Zufar yang menuturkan,

كُنَّا عِنْدَ عَمار بن ياسر، فأتي بشاة مَصْلِيَّة، فَقَالَ: كلوا، فَتَنَحَّى بَعْض الْقَوْم ، فَقَالَ: إِنِّي صَائِمٌ. فَقَالَ عَمَّارٌ: مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يَشْكُ فيه

النَّاسُ، فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسم .

Artinya: "Pada waktu itu kami berada di rumah 'Ammar bin Yasir ra lalu disuguhi kambing bakar. 'Ammar berkata, 'Makanlah.' Sebagian orang menjauh (menolak). Mereka berkata 'Aku sedang berpuasa.' Ammar lalu berkata, 'Siapa saja yang berpuasa pada hari yang diragukan oleh orang-orang, ia telah durhaka kepada Abu Qasim (Muhammad) SAW. (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)

Ada pendapat lain yang menyebut bahwa hukum puasa pada hari syak adalah makruh. Penulis Matan Al-Ghayah mengartikan makruh dalam hal ini adalah makruh yang mendekati pengharaman (karahiyah al-tahrim).




(kri/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads