Ini 2 Alasan Muktamar Internasional Fikih Peradaban PBNU bakal Bahas Piagam PBB

Ini 2 Alasan Muktamar Internasional Fikih Peradaban PBNU bakal Bahas Piagam PBB

Kristina - detikHikmah
Sabtu, 04 Feb 2023 20:00 WIB
Jubir Muktamar Internasional Fikih Peradaban PBNU, Muhammad Najib Azca.
Jubir Muktamar Internasional Fikih Peradaban PBNU, Muhammad Najib Azca. Foto: Itn PBNU/Suwitno
Jakarta - Muktamar Internasional Fikih Peradaban yang diinisiasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akan digelar di Hotel Shangri-La Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023) mendatang. Forum ini akan membahas kedudukan Piagam PBB di mata syariat.

Pembahasan tersebut akan menghadirkan 15 pakar sebagai pembicara kunci yang berasal dari dalam dan luar negeri. Mereka terdiri dari para mutfi dan ahli hukum Islam yang nantinya akan berbicara mengenai persoalan kontemporer dari sudut pandang Islam.

Tim Pengelola Materi Muktamar Internasional Fikih Peradaban I Najib Azca mengatakan, urgensi pembahasan kedudukan Piagam PBB di mata syariat dalam forum tersebut didasarkan atas dua hal, yakni di lingkungan internal umat Islam dan di lingkungan pergaulan internasional.

Ia menjelaskan, pada aras pertama, Muktamar Fikih Peradaban I merupakan ajakan dan dorongan kepada para ulama dan fuqaha untuk membangun konstruksi fiqhiyyah yang solid dan diterima luas perihal legitimasi syariah bagi konstruksi negara-bangsa dan kesepakatan negara-bangsa dalam bentuk kelembagaan dan Piagam PBB.

"Hal ini penting dilakukan karena perbincangan perihal tersebut absen dalam kanon-kanon fiqih yang ditulis para ulama yang memang sebagian besar disusun pada masa konstruksi politik berbasis khilafah," kata Najib dalam keterangannya, Sabtu (4/2/2023).

Pada aras kedua, sambungnya, ajakan dan dorongan untuk menengok dan memperkuat legitimasi terhadap Piagam PBB merupakan bagian dari ikhtiar untuk memperkuat multilateralisme dalam pergaulan internasional.

"Belakangan ini terjadi penguatan terhadap pendekatan unilateralisme di mana krisis politik antar negara diselesaikan secara unilateral, seperti perang Irak, Afghanistan, juga Rusia-Ukraina yang masih terjadi hingga kini," papar Najib.

Wakil Sekjen PBNU ini mengatakan, langkah yang diambil PBNU ini bisa dilihat sebagai bagian dari ikhtiar besar memperkuat multilateralisme dalam resolusi konflik dan penyelesaian krisis dalam pergaulan internasional.

Piagam PBB akan Dijadikan Pijakan dalam Kerangka Syariat Islam

Sebelumnya, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, pembicaraan tentang tata dunia damai baru muncul setelah Perang Dunia II dengan lahirnya Piagam PBB. Sebelum itu, masyarakat dunia masih diliputi sektariaisme yang syarat konflik, termasuk di internal umat Islam sendiri.

Pria yang akrab disapa Gus Yahya ini mengatakan, apabila hendak mengembangkan wacana syariat tentang perdamaian dan toleransi maka harus bermuara dari Piagam PBB. Untuk itulah, hal pertama yang harus disepakati adalah soal kejelasan kedudukan Piagam PBB di mata syariat.

"Ini perjanjian sah atau tidak (di mata syariat)? Karena ini perjanjian di antara pemimpin-pemimpin politik. Kalau ini sah di mata syariat, ini urusan pertimbangan fikih, dengan disiplin yang sangat kompleks. Tapi rumusan itu yang bisa dijadikan pijakan dan mengikat bukan hanya bagi anggota PBB, tapi bagi warga negara masing-masing," ucap Gus Yahya di Jakarta, Rabu (1/2/2023).

Ia melanjutkan, jika dinyatakan sah oleh para ulama dunia di Muktamar Internasional Fikih Peradaban I, maka Piagam PBB itu akan menjadi pijakan untuk mengembangkan wacana yang lebih lugas dalam kerangka syariat Islam tentang perdamaian, toleransi, dan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) universal.

"Karena kalau kita tengok referensi abad pertengahan, tidak ada juga HAM universal. Kafir dzimmi itu dilindungi tapi tetap warga negara kelas dua. Di Inggris, orang-orang Anglikan dari Irlandia menjadi warga negara kelas dua. Mereka tidak bisa jadi pegawai negeri, kalau tentara mentok hanya jadi sersan," ucap Gus Yahya.

Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini merupakan puncak dari rangkaian Halaqah Fikih Peradaban yang digelar di 250 titik se-Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari salah satu agenda peringatan Harlah 1 abad NU.



Simak Video "Jokowi: NU Jaga Masyarakat dari Gerakan Radikalisme-Ekstremisme"
[Gambas:Video 20detik]
(kri/erd)