Bolehkah Gabung Niat Puasa Ayyamul Bidh dengan Puasa Kamis?

Bolehkah Gabung Niat Puasa Ayyamul Bidh dengan Puasa Kamis?

Kristina - detikHikmah
Rabu, 07 Des 2022 19:00 WIB
Hijab women and a man pray together before meals, a fast breaking meal served on a table in backyard
Ilustrasi menggabung niat puasa Ayyamul Bidh dengan puasa Kamis. Foto: Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto
Jakarta -

Puasa Ayyamul Bidh Desember 2022 bertepatan dengan puasa Kamis. Bolehkah menggabung niat dua puasa sunnah tersebut?

Puasa Ayyamul Bidh adalah puasa sunnah yang dikerjakan pada tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah. Anjuran untuk mengerjakan puasa ini berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda RA, ia mengatakan,

أَوْصَانِى خَلِيلِى بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ، وَصَلاَةِ الضُّحَى ، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "Rasulullah SAW berpesan kepadaku tiga hal yang aku tidak meninggalkannya hingga aku mati, yaitu berpuasa setiap tiga hari pada setiap bulannya, mengerjakan dua rakaat salat dhuha, serta salat witir sebelum tidur." (HR Bukhari dan Muslim)

Adapun, puasa Kamis termasuk puasa sunnah yang amat ditunggu-tunggu Rasulullah SAW semasa hidupnya dan beliau bersungguh-sungguh saat mengerjakannya. Aisyah RA mengatakan,

ADVERTISEMENT

"Rasulullah SAW sangat antusias dan bersungguh-sungguh dalam melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis." (HR Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, Imam Ahmad)

Pada bulan ini, puasa Ayyamul Bidh bertepatan dengan puasa hari Kamis. Para ulama telah membahas mengenai boleh tidaknya menggabungkan niat dua ibadah.

Menurut Hanif Luthfi dalam buku Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah, puasa sunnah boleh digabung bersamaan dengan puasa sunnah lainnya ketika bersamaan dalam satu hari. Pendapat ini disebutkan secara mutlak oleh ulama Syafi'iyyah, sebagaimana dikatakan Imam an-Nawawi dalam Al-Majmu'.

"Semestinya disyaratkan ta'yin (penyebutan nama puasa di niat) dalam puasa rawatib seperti puasa 'Arafah, puasa Asyura, puasa Bidh (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), dan puasa enam hari Syawwal seperti ta'yin dalam salat rawatib," jelas Iman an-Nawawi.

Wahbah az-Zuhaili menerangkan dalam Fiqhul Islam wa Adilatuhu, menggabungkan dua niat ibadah yang sama-sama sunnah, maka dua-duanya sah. Ia mencontohkan dalam hal berniat untuk salat sunnah fajar dan salat sunnah tahiyatul masjid.

Perbedaan pendapat muncul ketika ibadah yang dikerjakan hukumnya fardhu dan satunya sunnah. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, apabila ibadah yang digabung tersebut adalah fardhu dan satunya sunnah, maka yang sah adalah niat ibadah fardhu, sedangkan niat ibadah sunnah tidak sah. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf.

Misalnya puasa qadha Ramadan yang notabenya wajib dan puasa Ayyamul Bidh atau Senin-Kamis yang hukumnya sunnah. Mengutip buku 100 Hujjah Aswaja yang Dituduh Bid'ah, Sesat, Syirik, dan Kafir karya Ma'ruf Khozin, sebagian ulama mengatakan puasa wajib Ramadan tidak boleh diqadha dengan puasa sunnah.

Namun, ulama lain, seperti Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan dan pahala keduanya sama-sama diperoleh. Pendapat ini dikuatkan oleh Imam Ramli dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin yang menyatakan bahwa pahala ibadah-ibadah wajib dan sunnah dapat diperoleh meskipun tidak ada niat dari pelakunya.

Umar Sulaiman Al-Asyqar mengatakan dalam Maqaashidul Mukallafin: An-Niyyat fil ibadaat, jumhur ulama berpendapat bahwa niat puasa sunnah tetap sah apabila dilakukan pada siang hari. Demikian juga menurut pendapat Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas'ud, Hudzaifah bin Yaman, Thalhal, Ibnu Abbas, Abu Hanifah, Ahmad, dan Syafi'i.




(kri/erd)

Hide Ads