Sebelum membahas mengenai definisi makruh, alangkah baiknya kita ketahui terlebih dahulu mengenai pembagian hukum syara' dalam Islam.
Berdasarkan yang dikutip dari buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam oleh Iwan Hermawan S.Ag., M. Pd.I, ulama ushul fiqih membagi hukum dalam Islam menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh'i.
Hukum taklifi merupakan hukum yang berisi tentang tuntutan, perintah, larangan, atau pilihan yang diberikan pada seorang mukalaf. Sedangkan hukum wadh'i adalah penjelasan hubungan dari suatu peristiwa dengan hukum taklifi yang berupa sebab, syarat, mani' (penghalang) dari satu perbuatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam hukum taklifi, jumhur ulama sendiri membaginya ke dalam lima jenis, yakni wajib, mandub (sunnah), haram, makruh, dan mubah.
Definisi Makruh
Masih mengutip referensi yang sama di atas, makruh secara bahasa didefinisikan sebagai mubghadh (yang dibenci). Adapun pengertiannya secara istilah adalah:
مَانَهَى عَنْهُ الشَّارِعُ لَا عَلَى وَجْهِ الْإِلْزَامِ بِالتَّرْكِ
Artinya: "Sesuatu yang dilarang oleh syar'i, tetapi tidak secara ilzam untuk ditinggalkan."
Maksudnya bahwa makruh adalah sesuatu yang dilarang oleh syara', namun tidak mencakup yang wajib, sunnah, atau mubah. Tidak secara ilzam ditinggalkan juga berarti hal ini tidak mencakup hal-hal yang diharamkan.
Istilah makruh dalam ushul fiqih sebagai sesuatu yang dianjurkan secara syariat untuk ditinggalkan, jika ditinggalkan maka ia akan mendapat pujian, namun jika dilanggar juga tidak berdosa. Sebagaimana yang dijelaskan berikut,
الْمَكْرُوهُ يُثَابُ تَارِكُهُ امْتِثَالاً وَلا يُعَاقَبُ فَاعِلُهُ
Artinya: "Makruh itu jika ditinggalkan pelakunya mendapat pahala jika ia meninggalkannya karena melaksanakan perintah, dan orang yang melakukannya tidak mendapat hukuman."
Jenis-Jenis Makruh
Masih mengutip buku Iwan Hermawan S.Ag., pembagian makruh dalam syariat Islam terbagi menjadi dua, yaitu:
Pertama, makruh tahrim yang berarti sesuatu yang pasti dilarang oleh syariat, karena didasarkan pada dalil-dalil yang zhanni (masih mengandung keraguan). Contohnya adalah larangan memakai pakaian dengan bahan sutra, atau memakai perhiasan emas bagi laki-laki, dan contoh lainnya adalah poligami bagi orang yang merasa khawatir tidak mampu berbuat adil.
Kedua, makruh tanzih yang adalah sesuatu yang tidak bersifat pasti namun dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, juga termasuk ke dalam larangan syara' terhadap suatu perbuatan. Hal ini disebabkan karena tidak ada dalil yang menyebutkan atas haramnya suatu perbuatan itu.
Ulama juga bersepakat, siapa yang berbuat makruh tanzih ini tidak dicela, namun orang yang meninggalkannya termasuk orang yang terpuji. Contoh dari makruh tanzih sendiri misalnya memakan daging kuda dalam keadaan yang sangat mendesak misalnya pada saat perang.
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
MUI Serukan Setop Penjarahan: Itu Bentuk Pelanggaran Hukum
Berangkat ke Mesir, Ivan Gunawan Kawal Langsung Bantuan untuk Gaza
BPJPH Dorong Kesiapan Industri Nonpangan Sambut Kewajiban Sertifikasi Halal