Kurang lebih seminggu lamanya, para "romo" --izin menyapa para petinggi agama-agama besar dunia dengan sebutan itu, akan menghirup udara Indonesia. Udara penuh magis di Bali dan DI Yogyakarta. Dua di antara sejumlah simbol kemajemukan di Bumi Pertiwi. Pusat interaksi warga dunia di Bali ; sebagai tujuan wisata internasional. Dan simbol kebudayaan nasional di Ngayogjakarta Hadiningrat. Merenung bersama dan menyelam bersama.
Sebagai inisiator agenda R20, Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, sudah menyiapkan jadual dan agenda perenungan di Nusa Dua, Bali. Dari 2 hingga 3 November. Ratusan tokoh dengan miliaran pengikut berkumpul. Lalu dilanjutkan wisata ruhani ke Yogya. Merasakan sayup-sayup udara candi Prambanan, mencium aroma mistis Borobudur dan dipungkasi dengan menyerap energi sublim dan relijius di Pesantren Pandanaran. Gus Yahya ingin mereka bersukacita menikmati aura kebhinnekaan.
Bahwa Indonesia, sejatinya sepotong surga yang dikirim Tuhan ke alam dunia. Tumbuh di atas bumi negeri ini rimbun pepohonan, mengalir darinya sungai-sungai dan hamparan lautan luas mengelilinginya. Iklimnya sejuk di musim hujan dan sepoi saat kemarau. Tidak terlalu dingin seperti di Eropa dan tidak terlampau panas semisal di Afrika. Mirip sketsa di kitab-kitab suci tentang suasana surga loka. Gambaran hidup penuh harmoni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Agama hanya identitas
Berabad silam, begitu Gus Yahya--sapaan tokoh nomor 19 paling berpengaruh di dunia Islam itu berkisah, sebelum meletus Perang Dunia Pertama, bangsa-bangsa di dunia membentuk kerajaan untuk membangun peradaban. Kerajaan-kerajaan itu saling tumbuh dengan identitas tertentu. Kerajaan-kerajaan di Eropa, berbasis identitas agama Nasrani. Jerman (Prusia), beragama Katholik. Belanda menganut Kristen Protestan. Di Inggris Kristen Anglikan. Khilafah Turki Usmani, identitasnya Islam.
Dengan identitas tersebut, konstruksi negara agama, Islam misalnya, jadi kian established. Ajaran termanifestasikan di hampir semua lini pranata Islam. Dari tatanan politik, khazanah dan wacana keagamaan hingga hal-hal yang bersifat ritual. Wawasan negara agama menjelma keyakinan kokoh, dan masih diyakini sebagai ortodoksi Islam yang otoritatif. Hingga akhirnya, negara-negara agama terjebak dalam konflik besar dan berujung Perang Dunia Pertama.
Interaksi antarnegara agama secara tak terhindarkan cenderung mengarah pada konflik. Sebab, pertarungan politik, diterjemahkan sebagai aksi perebutan kebenaran absolut dari agama. Maka, kompetisi politik selalu dimaknai sebagai rivalitas kebenaran vs kebatilan, Tuhan lawan iblis, atau kebaikan versus kejahatan. Dalam konteks inilah, Turki Usmani yang dianggap representasi konstruksi negara Islam, kalah perang dan bubar !
Usai Perang Dunia Pertama, masyarakat internasional mencari format baru untuk menggantikan konstruksi lama yang runtuh. Di dunia Barat muncul sejumlah ideologi alternatif. Misalnya, komunisme yang diikuti dengan upaya pelembagaan secara internasional dan melahirkan Komentern ; sebuah organisasi komunis revolusioner internasional. Di perikatan ini berhimpun partai komunis berbagai negara, dari tahun 1919 hingga 1943.
Di dunia Islam, muncul beragam eksperimen ideologi untuk menggantikan konstruksi Turki Usmani yang runtuh. Tawarannya adalah gagasan Pan-Islamisme, Pan-Arabisme, dan lahirnya gerakan Ikhwanul Muslimin (IM). Gerakan ini, diyakini lahir karena diilhami oleh komunisme internasional. Mereka mengadopsi berbagai elemen penting dalam ajaran Leninisme untuk mengkonseptualisasi gerakan.
Pencarian tata dunia alternatif, pasca kompetisi antarnegara agama, berpuncak pada meletusnya Perang Dunia Kedua. Hal ini, misalnya, ditandai dengan eksperimen Jerman soal nasionalisme atas dasar etnis. Aria melawan etnis Yahudi, adalah contohnya. Setelah Perang Dunia II, mulai muncul kesadaran untuk membangun tata dunia baru yang lebih menjamin stabilitas dan keamanan. Maka lahirlah konsensus internasional baru dan diwadahi dalam Piagam PBB.
Bhinneka Tunggal Ika
Pada abad-abad itu, semua negara dan kerajaan menggunakan identitas agama. Perang, aksi penaklukan dan perluasan wilayah, sering dijustifikasi dengan dalil agama. Meski demikian, pada saat yang sama, wacana dan kesadaran untuk meninggalkan format negara agama, mulai tumbuh di sejumlah kawasan. Trauma akut akibat konflik panjang berabad-abad, dan berpuncak pada pecahnya Perang Dunia Pertama, jadi alasannya.
Pada abad itu, hanya bangsa-bangsa di Amerika Serikat (USA) yang mengelola kehidupan kemasyarakatan tidak atas nama negara agama. Meski Kristen Protestan tercatat sebagai agama dominan, tapi identitas ini dianggap tidak relevan dalam kehidupan rakyat di negara yang lahir di abad 18 itu. Amerika Serikat adalah negara multikultur dan kosmopolitan. Meski demikian, sejarah mencatat bahwa Paman Sam bukan negara pertama yang mengadopsi sistem itu.
Jauh sebelum itu, empat abad silam, di kawasan berbeda, di belahan bumi paling bawah, ada sebuah kerajaan di Nusantara yang berhasil secara gemilang mengelola hidup tidak berlandaskan identitas agama. Namanya Kerajaan Majapahit. Meski rajanya, Sang Hyang Hayam Wuruk, beragama Hindu dan Mahapatih Gajah Mada menganut agama Budha, tapi keduanya bukan agama negara. Kerajaan Majapahit mengamalkan prinsip Bhinneka Tunggal Ika--Berbeda Tapi Satu Jua.
Karena identitas agama tidak menjadi keputusan politik kerajaan, maka penduduk Majapahit bebas menganut agama yang mereka yakini. Mereka hidup rukun. Gemah ripah loh jinawi. Dalam sejumlah riwayat kemudian diketahui bahwa tidak sedikit pangeran Majapahit menganut agama Islam dan dididik para ulama di pesantren. Setelah Majapahit "sirna ilang kertaning bumi", tradisi adiluhung itu diadopsi oleh Raden Patah di Kerajaan Demak.
Kebebasan beragama yang selama ini dianggap sebagai hak dasar semua umat manusia, terbukti tidak tumbuh subur dalam negara dan kerajaan yang menjadikan agama sebagai identitas politik. Inggris yang Anglikan tak pernah akur dengan Irlandia Utara yang Katholik. Atau umat non-Katholik hanya jadi warga kelas dua di Prusia. Non-muslim di Turki Usmani, wajib punya tiket "dzimmah" khalifah agar bebas menjalankan ajaran agamanya.
Kini, sudah tiba saatnya, dari agama dicari sandaran dan legitimasi teologis soal hidup saling mengisi, saling tolong, saling memberi demi kemanusiaan. Sudahilah hasrat untuk mati di jalan Tuhan dengan menumpahkan darah pihak lain. Kalau bisa hidup bersama di jalan Tuhan, mengapa masih ada ambisi untuk mati jalan-Nya. Sebab, agama diturunkan Tuhan sebagai sumber bagi lahirnya jalan keluar dari persoalan yang selama ini justeru ditutup oleh kepentingan dan ambisi kekuasaan.
Berawal dari R20
Kini, di Indonesia, Gus Yahya sedang menulis sejarah kamanusiaan. Persis amanat para muassis NU dan pesan para Bapak Pendiri Bangsa, nahdliyin tengah menjadi "sohibul bayt" sekaligus "sohihul hajat" atas forum R20-- Religion of Twenty. Hajat ini mengajak para "romo" dari semua agama untuk duduk bersama. Saling jabat tangan. Saling tatap. Saling bercermin. Bahwa semua sama di depan kaca mata cinta. Dari R20 sebuah kisah dimulai.
NU tengah menyulam kain satin kehidupan. Bersama semua kekuatan yang tersisa dari kaum agamawan, peradaban manusia akan dibangun di atas landasan baru. Bukan atas dasar identitas-identitas sempit, tapi di atas fondasi "basyariyah"--kemanusiaan sejati, seperti diproklamasikan Rais Aam NU, KH Achmad Siddiq, pada tahun 1984 silam. Sebuah diktum yang melengkapi dua diktum sebelumnya ; yaitu persaudaraan atas dasar Ukhuwah Islamiyah dan Ukhuwah Wathoniyah.
Forum R20 bukan akhir. R20 adalah awal dari sebuah perjalanan panjang di awal abad kedua khidmah NU untuk kemanusiaan. Perjalanan masih sangat panjang. Bali, Yogyakarta, Pandanaran, Indonesia akan menjadi titik awal dari semua ini. Titik yang sangat krusial dan amat menentukan. R20 akan menjelma Komunike Dunia tentang peradaban baru manusia. Dari sini, Satu Abad NU akan berlalu dan dari sini pula Abad Kedua NU akan dimulai ! Wallaahu Waliyyut Taufiq. (*)
Ishaq Zubaedi Raqib
Penulis adalah Jurnalis dan Ketua LTN--Lembaga Informasi, Komunikasi dan Publikasi PBNU
(erd/erd)
Komentar Terbanyak
MUI Kecam Rencana Israel Ambil Alih Masjid Al Ibrahimi di Hebron
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI
Pengumuman! BP Haji Buka Lowongan, Rekrut Banyak SDM untuk Persiapan Haji 2026