Dampak Umrah Mandiri bagi Bisnis Travel di Indonesia

Dampak Umrah Mandiri bagi Bisnis Travel di Indonesia

Antara - detikHikmah
Senin, 27 Okt 2025 13:19 WIB
Jamaah haji dari berbagai negara melakukan Tawaf di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Minggu (15/6/2025). Menurut Saudi Press Agency, kapasitas Masjidil Haram pada tahun 2025, setelah perluasan tahap ketiga selesai, mencapai tiga juta orang per hari dengan adanya peningkatan luas area Masjidil Haram dari 414.000 meter persegi menjadi 1,5 juta meter persegi. ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Jakarta -

Legalisasi Umrah Mandiri yang muncul dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) menuai sorotan tajam dari kalangan asosiasi travel. Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) secara terbuka menyoroti dampak negatif ketentuan tersebut, yang dinilai berpotensi mengancam bisnis travel lokal hingga kedaulatan ekonomi umat.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Amphuri, Zaky Zakariya, menyatakan bahwa legalisasi Umrah Mandiri tanpa batasan jelas telah menimbulkan kegelisahan di kalangan penyelenggara resmi dan pelaku usaha haji-umrah di seluruh Indonesia.

"Jika legalisasi umrah mandiri benar-benar diterapkan tanpa pembatasan, maka akan terjadi efek domino," ujar Zaky di Jakarta, dikutip dari Antara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Risiko Besar bagi Jamaah dan Ekosistem Lokal

Umrah mandiri dipahami sebagai perjalanan ibadah yang dilakukan jamaah tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi. Zaky menilai, meskipun konsep ini tampak memberikan kebebasan, namun sebenarnya mengandung risiko besar.

ADVERTISEMENT

Risiko tersebut mencakup minimnya bimbingan manasik, perlindungan hukum, hingga pendampingan di Tanah Suci.

"Jika terjadi gagal berangkat, penipuan, atau musibah seperti kehilangan bagasi dan keterlambatan visa, tidak ada pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban," tegasnya.

Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap regulasi setempat bisa membuat jamaah terjerat pelanggaran di Arab Saudi, seperti overstay (melebihi batas waktu visa), larangan berpakaian atribut politik, atau aktivitas yang mengganggu ketertiban umum.

"Sejarah mencatat banyaknya kasus penipuan umrah dan haji, termasuk tragedi besar pada 2016 ketika lebih dari 120.000 orang gagal berangkat. Dengan pengawasan ketat saja penipuan masih terjadi, apalagi bila praktik umrah mandiri dilegalkan," tukasnya.

Ancaman Kedaulatan Ekonomi Umat

Dampak paling signifikan yang disoroti Amphuri adalah ancaman terhadap bisnis travel lokal dan potensi lari keluarnya devisa. Zaky menilai, legalisasi Umrah Mandiri justru membuka peluang lebar bagi korporasi dan platform global, seperti Online Travel Agent (OTA) perjalanan internasional, untuk langsung menjual paket umrah ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU lokal.

"Jika hal ini dibiarkan, kedaulatan ekonomi umat akan tergerus. Dana masyarakat akan mengalir keluar negeri, sementara jutaan pekerja domestik kehilangan penghasilan," kata Zaky.

Sektor umrah dan haji merupakan industri besar yang selama ini menyerap lebih dari 4,2 juta tenaga kerja, mulai dari pemandu ibadah, penyedia perlengkapan, hingga pelaku UMKM di daerah. Legalisasi umrah mandiri dikhawatirkan akan memindahkan nilai tambah ekonomi ke luar negeri, yang juga berpotensi menurunkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan mengurangi penerimaan pajak.




(hnh/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads