Komisi VIII DPR RI Targetkan RUU Haji Selesai 26 Agustus 2025

Komisi VIII DPR RI Targetkan RUU Haji Selesai 26 Agustus 2025

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 22 Agu 2025 16:15 WIB
Selly Andriany Gantina bantah adanya kepentingan politis terkait Pansus Haji. (Mei/detikcom).
Foto: Selly Andriany Gantina (Mei/detikcom).
Jakarta -

Komisi VIII DPR RI tancap gas menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Komisi VIII menargetkan RUU tersebut bisa disahkan pada 26 Agustus 2025 mendatang, seiring dengan kebutuhan regulasi yang mendesak.

Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) PDI Perjuangan Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, mengatakan pihaknya telah menyepakati jadwal dengan Panja Pemerintah, Kementerian Hukum dan HAM, serta DPD RI. Targetnya, RUU ini sudah masuk paripurna tingkat dua.

"Dengan penjadwalan yang sudah dibahas dan disepakati, ditargetkan 26 Agustus itu harus sudah masuk paripurna tingkat dua. Artinya, itu harus sudah diparipurnakan," ujar Selly saat dihubungi detikcom, Kamis (21/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Selly, percepatan ini dilakukan untuk merespons kondisi di Arab Saudi yang membutuhkan kepastian hukum dari pemerintah Indonesia, terutama sejalan dengan Visi Saudi Arabia 2030. Perubahan ini juga sejalan dengan agenda Presiden Prabowo Subianto yang mendukung adanya ekosistem ekonomi haji 2030.

ADVERTISEMENT

"Di luar itu juga sesuai dengan Asta Cita Pak Presiden Prabowo, yang mendukung adanya ekosistem ekonomi haji di tahun 2030. Dimana nanti juga Danantara juga harus mendirikan kampung haji di Saudi Arabia," tutur Selly.

"Maka mau tidak mau harus dibutuhkan satu kementerian khusus yang memang bertanggung jawab terhadap penyelenggaran ibadah haji dan kita juga ingin adanya perlindungan kepada para jamaah yang secara eksplisit, bukan hanya berbicara untuk haji saja tetapi juga untuk jamaah haji umrah ," lanjutnya.

Selly menegaskan, dengan adanya Visi Saudi Arabia, Indonesia harus memperhatikan perubahan kebijakan yang akan meniadakan haji furoda dan kemungkinan haji non-kuota. Oleh karena itu, perubahan undang-undang harus segera dilakukan untuk mengikuti kebijakan yang berlaku di Arab Saudi.

"Dengan visi Saudi Arabia, kita juga harus memperhatikan perubahan kebijakan yang nanti akan meniadakan haji furoda dan mungkin juga adanya haji non-kuota. Maka, perubahan undang-undang ini harus segera mengikuti perubahan kebijakan yang terjadi di Saudi Arabia," tegas Selly.

Selain itu, percepatan pembahasan RUU ini juga demi kelancaran persiapan ibadah haji 2026. Selly menekankan bahwa penentuan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) harus segera diputuskan agar jemaah bisa segera melunasi biaya keberangkatan.

"Mau tidak mau DPR juga harus kejar target atau kejar tayang dalam pembahasan undang-undang supaya tidak akan terlalu lama masyarakat atau jemaah dalam melakukan pelunasan," tambahnya.

Jika RUU ini disahkan pada 26 Agustus, maka dipastikan penyelenggara ibadah haji 2026 adalah Kementerian Haji dan Umrah, yang merupakan perubahan nomenklatur dari BP Haji. Perubahan ini diharapkan dapat memberikan perlindungan yang lebih eksplisit bagi jemaah haji dan umrah.




(hnh/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads