Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. KPK minta jemaah haji khusus dan furoda tahun tersebut untuk menjadi saksi.
"Kami juga membutuhkan keterangan dari para saksi kalau berkenan," kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu, dilansir Antara, Jumat (15/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, kriteria jemaah haji yang dapat dijadikan saksi untuk penyidikan kasus korupsi kuota haji adalah mereka yang mendaftar haji khusus tetapi dapat pelayanan haji reguler. Bisa juga haji furoda yang mendapat pelayanan haji khusus atau haji reguler.
"Ataupun jemaah haji furoda yang tidak sesuai, kemudian mendapatkan pelayanan haji khusus atau haji reguler, bisa memberikan keterangan kepada kami," sambung Asep.
Asep mengatakan keterangan dari jemaah haji khusus dan furoda yang tak mendapat layanan sesuai itu berperan mempercepat KPK dalam mengusut perkara. Terlebih, kata Asep, KPK mendapat informasi ada jemaah haji furoda yang menjadi khusus dan haji khusus yang menjadi reguler pada penyelenggaraan di tahun tersebut.
Ia menduga hal itu kemungkinan karena pembagian 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Diketahui, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji di Kementerian Agama pada 2023-2024. KPK mengumumkan memulai proses penyidikan perkara pada 9 Agustus 2025.
Pengumuman dilakukan KPK usai meminta keterangan kepada eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025. Saat itu, KPK juga menyebut pihaknya sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut.
Lalu pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai lebih dari Rp 1 triliun, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri yang salah satunya adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Poin utama yang disorot pansus adalah terkait pembagian kuota 50:50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Kala itu, Kemenag membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
(aeb/kri)
Komentar Terbanyak
Rekening Isi Uang Yayasan Diblokir PPATK, Ketua MUI: Kebijakan yang Tak Bijak
Rekening Buat Bangun Masjid Kena Blokir, Das'ad Latif: Kebijakan Ini Tak Elegan
Ayu Aulia Sempat Murtad, Kembali Syahadat karena Alasan Ini