Cegah Dana Subsidi Haji Terkuras Habis, Ini Strategi BPKH

Cegah Dana Subsidi Haji Terkuras Habis, Ini Strategi BPKH

Rahma Harbani - detikHikmah
Jumat, 02 Agu 2024 16:19 WIB
Ramadan di Masjidil Haram
Ilustrasi haji. Foto: Afif Farhan/detikcom
Jakarta -

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengakui adanya ancaman dana cadangan subsidi atau nilai manfaat yang dikelolanya terkuras habis pada musim haji beberapa tahun mendatang. Permasalahan ini juga sudah dibicarakan secara internal maupun forum-forum diskusi.

Sampai saat ini, BPKH tengah mendesain skema pengelolaan dana haji yang mengarah pada self-financing. Skema ini juga akan meningkatkan proporsi saldo virtual account dalam pembayaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

BPIH terdiri dari komponen biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) atau biaya yang dibayarkan jemaah dan nilai manfaat atau subsidi dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan investasi oleh BPKH.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Deputi Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Ahmad Zaky memaparkan, proporsi nilai manfaat mengalami peningkatan pada 4-5 tahun terakhir. Pembiayaan haji sekarang ini, kata Zaky, menjadi isu karena adanya skema nilai manfaat yang menggunakan dana jemaah antre.

"Subsidi mulai tahun 2017, mulai ada tren peningkatan proporsi yang dibayarkan oleh BPKH, yang selama ini hanya sedikit kemudian menjadi besar," katanya dalam diskusi dengan wartawan bertajuk BPKH Connect, di gedung kantornya, Setiabudi, Jakarta, Kamis (1/8/2024).

ADVERTISEMENT

Zaky menjelaskan, proporsi subsidi nilai manfaat mengalami tren peningkatan tinggi terutama pada masa peralihan antara periode sebelum dan sesudah diberlakukannya Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.

Ia mengulas balik penyelenggaraan haji beberapa tahun lalu. Disebutnya, proporsi nilai manfaat dalam total BPIH lebih besar dibandingkan dengan total setoran awal dan setoran lunas dari jemaah ditambah saldo virtual account.

"Ini nilai manfaat yang dipersoalkan karena pada masa peralihan, trennya meningkat terus sampai ada waktu pernah, mungkin kurang lebih 45-55 persen (besar nilai manfaat yang dipakai). Jadi 45 persen biaya haji yang seharusnya dibayarkan tiap jemaah itu menggunakan dana subsidi nilai manfaat," katanya.

Nilai manfaat BPKHRasionalisasi komposisi setoran jemaah, virtual account, dan nilai manfaat dalam BPIH. Foto: Rahma Indina Harbani/detikcom

Untuk itu, Zaky menjelaskan, BPKH mendesain target jangka menengah dan jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan dana nilai manfaat ini dalam pembiayaan haji jemaah. Rencana yang dilakukan dengan meningkatkan proporsi saldo virtual account secara bertahap dengan prinsip self-financing.

"Nah, kami berharap di jangka panjang, setoran awal, setoran lunas dan saldo virtual account itu, mungkin kalaupun ada subsidi jumlahnya sangat kecil. Jadi kita memang mengarah kepada self-financing," papar Zaky.

"Jadi kalau misalnya (besar BPIH) 93,4 juta, biaya (haji) terakhir 'kan, kalau misalnya dia setor 25 juta, mungkin dari tabungannya dalam beberapa tahun, ditambah setoran lunas misalnya 25 juta, tapi 40 juta itu (sisa BPIH) dari saldo-saldo (virtual account) setiap tahun," sambungnya.

Zaky juga menambahkan, kemungkinan pemerintah dan DPR tidak ingin mencabut langsung nilai manfaat tersebut dalam skema pembayaran haji. Untuk itu, BPKH menyusun pengurangan proporsi pemakaiannya dalam pelunasan biaya haji dan mengalihkannya pada peningkatan proporsi saldo virtual account.

Adapun Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan Amri Yusuf menambahkan, sejak musim haji 2022, pemerintah dan DPR berkomitmen menurunkan besaran nilai manfaat tersebut sebanyak 5 persen secara bertahap.

BPIH pada haji 2022 disepakati sebesar Rp 81.747.844,04 per jemaah. Kemudian, ditetapkan Bipih yang dibayar jemaah rata-rata Rp 39.886.009 per orang atau 48,7% dari BPIH, dan sisanya sekitar 51,3% ditutupi dengan dana nilai manfaat.

Dilanjut pada haji 2023, pemerintah dan DPR menetapkan BPIH di angka median Rp 90.050.637,26. Dari situ disepakati, Bipih yang harus dibayar jemaah rata-rata Rp 49.812.711,12 atau 55,3% dari BPIH dan yang bersumber dari nilai manfaat sebesar Rp 40.237.937 atau 44,7% dari BPIH.

Sebelumnya, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj menyebut skema pengelolaan dana haji saat ini merugikan jemaah haji yang antre hingga terancam 'buntung'. Pihak yang diuntungkan adalah jemaah haji yang lebih dahulu berangkat.

"Mereka yang puluhan tahun masih harus antri nasibnya tidak jelas, terancam 'buntung' bahkan tidak bisa turut menikmati subsidi, dananya sudah dikuras dan terpakai lebih dahulu apalagi ada bayang-bayang ancaman inflasi, krisis global, liberalisasi kebijakan haji dan kenaikan pajak di Arab Saudi yang makin tinggi yang terus menggerus nilai keuangan haji,"paparnya dalam keterangan yang diterima detikHikmah, Minggu (28/7/2024).

Menurut penuturan dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini, subsidi dana haji bagi jemaah yang berangkat lebih dulu pada tahun berjalan dinilai jorjoran hingga puluhan juta yakni, berkisar antara Rp 37-57 juta per orang. Sementara itu, jemaah haji yang masih antre disebutnya hanya mendapat bagian Rp 260-560 ribu per orang untuk tiap tahunnya dari hasil investasi yang didistribusikan melalui virtual account.

MUI Haramkan Pemanfaatan Investasi Setoran Haji untuk Jemaah Lain

Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan penggunaan hasil investasi setoran awal biaya haji (Bipih) calon jemaah untuk membiayai jemaah lain. Landasannya merujuk pada ayat Al-Qur'an hingga dalil hadits ketidakhalalan menggunakan harta orang lain seizinnya, hadits perintah menunaikan amanah, hadits akad wakalah SAW, dan hadits tentang keutamaan bekerja sama antarsesama muslim.

Pengharaman ini tertuang dalam Keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII Nomor 09/Ijtima'Ulama/VIII/2024 tentang Hukum Memanfaatkan Hasil Investasi Setoran Awal BIPIH Calon Jamaah Haji untuk Membiayai Penyelenggaraan Haji Jamaah Lain.

"Hukum memanfaatkan hasil investasi setoran awal BIPIH calon jamaah haji untuk membiayai penyelenggaraan haji jamaah lain adalah Haram," bunyi keputusan poin pertama fatwa tersebut seperti dilihat detikHikmah, Jumat (26/7/2024).

MUI menilai pemanfaatan hasil investasi untuk membiayai jemaah lain dapat berdampak pada pengurangan hak calon jemaah lain dan dalam jangka panjang ini akan menimbulkan masalah serius.

Disebutkan MUI, pada praktiknya, tidak seluruh nilai manfaat hasil investasi dana setoran haji yang dimiliki calon jemaah haji tersebut dikembalikan untuk pemilik dengan memasukkan ke dalam virtual account milik masing-masing calon jemaah haji. Ada sejumlah nilai manfaat yang digunakan untuk kebutuhan lainnya.

"Dampaknya, ada calon jamaah haji yang haknya terkurangi, dan ada jamaah haji yang tidak menggunakan hak jamaah haji lainnya. Dalam jangka panjang, jika tidak dibenahi ini akan menimbulkan masalah yang serius dalam hal likuiditas," paparnya.




(rah/lus)

Hide Ads