Jemaah haji Sultan. Sebutan bernada sinis atau pun kagum kerap terdengar dialamatkan kepada mereka yang ke tanah suci menggunakan layanan biro haji khusus seperti Maktour. Dapat dimaklumi sebab para Jemaah itu umumnya menikmati fasilitas bintang lima. Reputasi tersebut begitu melekat dengan biro haji yang dikelola tiga bersaudara: Fuad Hasan Masyhur, Muhammad Rocky Masyhur, dan Novel Masyhur sejak tiga dekade lalu. Tentu saja pelayanan prima yang diberikan sebanding dengan ongkos atau tarif yang dikenakan kepada Jemaah.
Terlepas dari itu semua, ada sejumlah hal yang layak diteladani dari mereka. Kebanyakan dari yang sinis boleh jadi cuma melihat para Jemaah itu dalam kondisi sudah seperti sekarang ini. Sebagai kaum berpunya. Padahal sejatinya mereka adalah orang-orang yang terbiasa melakukan perencanaan dengan matang, menabung, berniat dengan sungguh-sungguh dan khusuk berdoa agar cita-cita bertandang ke Baitullah terkabul.
Sambil sarapan, makan siang atau malam saya biasa berbincang ringan dengan sebagian dari mereka. Perbincangan-perbincangan ringan juga biasa berlangsung usai salat berjemaah di Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Arafah, atau Mina.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari interaksi kami selama hampir sebulan, saya berkesimpulan bahwa untuk sampai pada kondisi seperti sekarang rata-rata dari mereka merintisnya dari bawah. Sejak belasan tahun bahkan lebih dari dua dekade lalu. Tak ada yang ujug-ujug kaya raya, tak ada yang tiba-tiba menempati posisi puncak. Semua dilalui secara berjenjang dengan kerja keras, tekun, sabar, dan pengorbanan yang tak ringan.
Sungguh saya merasa beruntung menyimak kisah-kisah perjalanan hidup sebagian dari mereka. Dari Jemmy Chandra Kenawas, misalnya, saya memetik pelajaran tentang kesetiaan sebagai lelaki/suami. Sudah 25 tahun dia bertahan hidup seorang diri sejak sang istri, Fia Banyuwati Hanafi, berpulang di usia 40 tahun. Seraya terus mencoba untuk ikhlas melepas belahan jiwanya itu, Jemmy berjibaku membesarkan dua buah hatinya yang masih kecil-kecil hingga sekarang memberinya cucu.
Belakangan, lelaki kelahiran 14 Mei 1959 itu bukan tak berusaha mencari pengganti Fia. Bagaimana pun di usianya yang beranjak senja dia butuh teman bicara secara lebih intim yang tak mungkin diisi oleh kedua anak dan menantunya. Saya pribadi termasuk yang mendoakan sepulang haji ini Allah SWT kirimkan wanita saleha sesuai kriterianya untuk menemani Jemmy.
![]() |
Ada lagi pasangan Yoshy Wijaya (45 tahun) dan Silvana Ahmad (45) yang sungguh luar biasa. Sejak lulus dari Fakultas Ekonomi UI, dia merintis karir sebagai tenaga sales. Berkeliling Jabodetabek dengan sepeda motor. Hingga beberapa tahun kemudian Yoshi meraih jabatan manajer lalu menjadi direktur sales dan marketing di sebuah perusahaan terkemuka. Semua itu tentu berkat kerja keras, pembawaannya yang santun dan ramah, serta disiplin dalam menunaikan ibadah.
Di balik karirnya yang moncer, saya menangkap pasangan Yoshi dan Silvana ini memiliki kesabaran dan keikhlasan luar biasa. Dia bercerita, putri pertama dan keduanya punya masalah kesehatan serius. Sebuah ujian yang tak cuma menguras energi fisik dan mental, juga materi yang tidak sedikit.
Sebagai ibu, Silvana pun harus mengorbankan karir dan cita-citanya sebagai dosen akuntansi di Universitas Indonesia. Demi kedua buah hatinya, dia memutuskan berhenti sebagai dosen. Juga tak melanjutkan program doktoral yang tengah dijalaninya.
Putri pertama mereka, Raisha, kondisi tulang belakangnya kurang sempurna karena tidak mengikuti tahapan pertumbuhan seorang bayi sebagaimana lazimnya. "Dia tidak merangkak dahulu tapi langsung bisa berdiri. Mungkin karena itu pertumbuhan tulang belakangnya kurang sempurna," tutur Yoshi diamini sang istri.
Sementara Mabelle (Kanayla Mabelle Zivanka), sejak lahir punya kelainan jantung. Pada 2009, akhirnya Yoshi dan Silvana harus tega menyaksikan bagaimana di usia satu tahun buah hatinya nan mungil itu harus terbaring lunglai di meja operasi. Tubuhnya, dari kepala hingga kaki dipenuhi kabel untuk menopang hidup. Organ jantungnya dikeluarkan lalu seorang professor kenamaan yang ahli beda menjahit kebocoran yang terjadi. Alhamdulillah Mabelle diberi kekuatan untuk melewati masa kritis, dan tumbuh layaknya gadis normal hingga hari ini.
Semula Yoshi dan Silvana merasa menjadi pasangan paling menderita di dunia. Beban di pundak keduanya terasa begitu berat. Toh begitu, mereka berjuang sekuat tenaga melakukan yang terbaik seraya berserah diri kepada Allah SWT. Di tengah beban tersebut Yoshi dan Silvana akhirnya bisa bersyukur. Selama bolak-balik ke rumah sakit keduanya menyaksikan rupanya masih ada yang kondisinya jauh lebih memprihatinkan.
"Kami sangat bersyukur masih punya asuransi dari kantor. Hari ini datang besoknya langsung mendapatkan jadwal untuk operasi, para perawat tersenyum ramah. Kemewahan semacam itu tak diterima belasan pasien lain yang datang dari luar Jakarta terpaksa harus menanti berbulan kemudian karena keterbatasan biaya," tutur Yoshi.
Sementara dari Eric Saputra (41) saya mengais pelajaran bahwa untuk menggapai suatu cita-cita, perlu ada kesungguhan dalam setiap langkahnya. Hal itu dibarengi dengan kerja keras, doa, dan prasangka baik akan diberikan yang terbaik oleh kepada Allah SWT.
![]() |
Keberangkatannya menunaikan rukun islam kelima bersama belahan jiwanya, dr Fajriah Suliestyoreni (40) melalui Maktour, terkait erat dengan cita-cita yang mereka tambatkan. Saat umrah bersama keluarga beberapa waktu sebelumnya, Eric yang mengelola beberapa Klinik Fakhira di sekitar Jakarta, Depok, dan Bekasi itumengaku pernah melontarkan harapan di depan Gerbang 79 Al-Fahd Masjidil Haram, bahwa pada suatu hari akan berhaji bersama istrinya dan menginap di Dar Al Tawhid Intercontinental. Hotel favorit yang banyak diidamkan Jemaah karena lokasinya yang strategis, cuma selangkah ke halaman Masjidil Haram.
"Alhamdulillah Allah kabulkan sekarang ini," ungkap Eric seraya memperlihatkan video putranya yang tengah bermain mobil dengan remote control persis di depan Intercontinental.
Alizar yang merintis karir sebagai pedagang kaki lima hingga kemudian mengelola 16 toko milik sendiri kami sungguh terkesan dengan kesederhanaannya. Pengbadiannya kepada keluarga besar, hingga empati terhadap sesama yang mengagumkan.
Suatu pagi saya beriringan dengan lelaki kelahiran Solok, Januari 1971 itu untuk sarapan di hotel tempat kami menginap. Salah satu menu yang kami incar adalah nasi uduk olahan Chef Karnoto Kasam dan Heru Iskandar. Ketika dia hanya mengambil alakadarnya saya menggoda Alizar. "Lagi diet, Pak?".
Dia tersenyum. Sambil mengambil lauk, Alizar menjelaskan sebagai orang terdepan di antrean harus tahu diri. Kalau mengambil menu terlalu banyak, kasihan bila nanti Jemaah lain tak kebagian ikut menikmati. "Subhanallah mulia sekali pola pikir dan hatinya. Pantas tubuhnya tetap ramping di usia lebih dari setengah abad," saya membatin.
Sementara Fuad Masyhur mengajarkan kesederhanaan dan kehangatan. Sebagai Top Executive biro haji dengan reputasi selangit dia tetap tampil bersahaja. Melayani dan menyapa Jemaah satu per satu. Dari meja ke meja. Begitu juga dengan Muhammad Rocky yang bisa lebih dari sejam berbagi cerita, anekdot, dan pengalamannya selama merintis dan membesarkan Maktour bersama kedua adiknya. Sungguh mendari materi kuliah umum yang tak mungkin didapatkan dari kampus-kampus ternama sekalipun. Apalagi diberikan secara gratis, diselingi senda gurau.
Terima kasih Pak Jemmy, Mas Yoshi dan Eric, serta segenap Jemaah Maktour yang sedikit-banyak sejatinya turut memberi andil memperkaya batin kami. Terima kasih juga kepada Manajemen Maktour yang memungkinkan kami mengenal guru-guru kehidupan yang patut diteladani.
Allahummaj'al hajjan mabruran wa sa'yan masykuran wa dzanban maghfuran bagi kita semua. Amin...
(lus/lus)
Komentar Terbanyak
Ustaz Khalid Basalamah Buka Suara Usai Dipanggil KPK
Kemenag Imbau Masyarakat Tak Usir Anak-Anak yang Berisik di Masjid
Naudzubillah! Ini Ciri-ciri Wanita yang Jadi Pengikut Dajjal pada Akhir Zaman