Soal Penangkapan 24 Jemaah RI di Bir Ali, PPIH Wanti-wanti Pakai Visa Haji

Kabar Haji 2024

Soal Penangkapan 24 Jemaah RI di Bir Ali, PPIH Wanti-wanti Pakai Visa Haji

Hanif Hawari - detikHikmah
Jumat, 31 Mei 2024 17:04 WIB
Saudi peringatkan 20.000 pemegang visa nonhaji yang masih di Kerajaan.
Ilustrasi jemaah pemegang visa nonhaji yang diamankan oleh polisi Saudi di Makkah. (Foto: Saudi Gazette)
Jakarta -

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) mewanti-wanti jemaah RI yang ingin melaksanakan rukun Islam yang kelima. Jemaah diimbau untuk memakai visa haji jika ingin beribadah ke Tanah Suci Makkah.

Hal itu menyusul adanya pengamanan 24 WNI yang dilakukan oleh polisi Saudi di Masjid Bir Ali, Madinah pada Selasa (28/5/2024). Mereka diamankan oleh petugas karena mencoba memasuki Makkah dengan menggunakan visa ziarah untuk berhaji.

"PPIH kembali mengingatkan masyarakat bagi yang akan berangkat haji untuk memastikan visa yang dimiliki adalah visa haji," ujar Anggota Media Center Kementerian Agama Widi Dwinanda, saat konferensi pers yang disiarkan melalui YouTube Kemenag RI, Jumat (31/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wajib Menggunakan Visa Haji

Widi menyebut setidaknya ada tiga landasan ketentuan yang menegaskan bahwa berhaji harus menggunakan visa haji, bukan visa ziarah.

Landasan Pertama

Di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, terdapat dua jenis visa haji yang legal: visa haji kuota Indonesia (haji reguler dan haji khusus) dan visa haji mujamalah (undangan dari pemerintah Kerajaan Arab Saudi).

ADVERTISEMENT

"Haji dengan visa Mujamalah ini populer dengan sebutan haji Furoda, yakni haji yang menggunakan visa undangan dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Jemaah yang menggunakan visa ini wajib berangkat melalui Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK)," kata Widi Dwinanda.

Landasan Kedua

Fatwa dari Haiah Kibaril Ulama Saudi (Dewan Ulama Senior) yang mewajibkan adanya izin haji bagi siapa pun yang ingin menunaikan haji. Fatwa tersebut menyampaikan empat alasan.

Pertama, kewajiban memperoleh izin haji didasarkan pada ketentuan yang diatur oleh syariat Islam. Kedua, kewajiban mendapatkan izin haji sesuai dengan kepentingan yang ditetapkan oleh syariat. Hal ini akan menjamin kualitas layanan yang diberikan kepada jemaah haji.

"Ketiga, kewajiban memperoleh izin haji merupakan bagian dari ketaatan kepada pemerintah.

Keempat, haji tanpa izin tidak diperbolehkan. Sebab kerugian yang diakibatkannya tidak terbatas pada jemaah saja, tetapi meluas pada jemaah lain," jelas Widi.

Menurut fatwa tersebut, tidak boleh berangkat haji tanpa mendapatkan izin, dan melakukannya dianggap berdosa karena melanggar perintah pemerintah. Bahkan, pemerintah Saudi telah menetapkan sanksi bagi mereka yang melakukan haji tanpa visa dan tasreh resmi.

Landasan Ketiga

Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) telah memutuskan bahwa haji dengan visa nonhaji atau tidak prosedural dianggap sah, tetapi cacat dan pelakunya berdosa.

Keputusan ini merupakan salah satu hasil musyawarah Pengurus Besar Harian Syuriyah Nahdlatul Ulama (NU) yang diselenggarakan pada tanggal 28 Mei 2024 di Jakarta.

Sebagaimana diketahui, 24 orang jemaah haji Indonesia diamankan oleh polisi Saudi saat hendak memasuki Makkah. Mereka diamankan di Masjid Bir Ali saat hendak melakukan miqat.

Polisi mengamankan 24 WNI tersebut karena ketahuan menjadi jemaah haji ilegal. Mereka menggunakan visa umrah untuk masuk ke Makkah, dalam rangka menjalani ibadah haji.

Kini, 22 orang diantaranya telah dibebaskan karena tidak bersalah. Mereka dideportasi ke Indonesia dan di blacklist 10 Tahun tidak bisa masuk ke Arab Saudi, meskipun menjadi korban. Sementara dua lainnya yang merupakan koordinator masih menjalani proses hukum.




(hnh/kri)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads