Kemenag Susun Pedoman Pengelolaan Dam Haji

Kemenag Susun Pedoman Pengelolaan Dam Haji

Devi Setya - detikHikmah
Kamis, 30 Nov 2023 11:00 WIB
Kemenag Susun Pedoman Pengelolaan Dam Haji
Kemenag Susun Pedoman Pengelolaan Dam Haji Foto: Kemenag
Jakarta -

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) tengah menyusun pedoman pengelolaan Dam jemaah haji (Hadyu). Dengan adanya pedoman ini, diharapkan dam haji dapat memberikan manfaat maksimal untuk masyarakat yang membutuhkan.

Melansir laman resmi Kemenag, Kamis (30/11/2023) Dirjen PHU Hilman Latief mengatakan, penyusunan pedoman ini merupakan salah satu upaya Kemenag dalam meningkatkan kualitas pelayanan kepada jemaah haji.

Lebih lanjut, Hilman menjelaskan bahwa pedoman terkait dam haji ini nantinya mencakup banyak hal. Termasuk diantaranya teknis pengurusan hewan dam, pengirimannya ke tanah air hingga proses distribusi kepada masyarakat yang membutuhkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tak hanya itu, pedoman ini juga nantinya berisi detail terkait mekanisme pembayaran dam serta pengaturan dam bagi jemaah yang melakukan pelanggaran dalam beribadah haji.

Dengan adanya pedoman yang nantinya disusun secara detail ini, diharapkan bisa menghasilkan standar dan petunjuk teknis pelaksanaan pembayaran dan pemotongan dam.

ADVERTISEMENT

"Kegiatan yang dilakukan ini bisa memberikan petunjuk teknis bagi jemaah haji dalam melaksanakan kewajiban dam beserta teknis pelaksanaannya dengan membayar melalui bank/Lembaga keuangan atau memotong langsung di Rumah Pemotongan Hewan, serta teknis penyalurannya," jelas Hilman Latief.

Pengelolaan Dan Haji Diharapkan Bisa Semakin Baik

Penyusunan pedoman tentang pengelolaan Dam haji ini memiliki tujuan agar tata kelolanya lebih terstruktur. Dengan demikian, penyaluran dam haji bisa lebih tepat sasaran.

Hilman mengakui bahwa untuk membuat sesuatu yang baru terkait tata kelola dam serta memiliki dimensi kemanfaatan yang tepat guna memang tidak mudah. Tapi jika berhasil, hal itu akan menjadi potensi yang sangat besar dan memiliki kemanfaatan untuk orang-orang yang membutuhkan.

"Inisiatif baru yang dilakukan oleh Ditbina Haji, khususnya Subdit Bimjah tidak mudah dan banyak tantangan. Yaitu bagaimana memperbaiki praktik dam yang selama ini tidak terorganisir dengan baik dan akuntabilitasnya sulit untuk dipertanggungjawabkan, menjadi rapi dalam pengelolaannya serta memiliki kemanfaatan bagi orang yang membutuhkan," ujarnya.

"Jadi Dam harus dipastikan dapat memberikan kebermanfaat bagi orang yang membutuhkan," sambungnya.

Dalam kesempatan ini juga dibahas kemungkinan penyembelihan hewan dam dan pembagian dagingnya di tanah air. Selama ini dam haji disembelih di Tanah Suci, baru kemudian dagingnya dikirim ke Indonesia untuk didistribusikan kepada orang yang membutuhkan.

Menurut Hilman, jika kedepannya hewan dan haji bisa disembelih di Indonesia, maka akan jauh lebih ekonomis dan praktis.

Dalil dalam Al-Qur'an terkait dam haji tidak menjelaskan secara rinci kaitan dengan jenis hewan juga lokasi penyembelihan. Al-Qur'an hanya menerangkan bahwa kepatuhan jemaah haji terhadap kewajiban memotong hewan dam merupakan cerminan sifat taqwanya.

"Diskursus pemotongan dan pemanfaatan hewan dam di tanah air perlu menjadi pemikiran ke depan, karena akan jauh lebih praktis dan ekonomis dari sisi biaya. Pakar ushul fiqh, Prof KH Ibrahim Hosen, LML pernah melontarkan ide bahwa pemotongan dan pemanfaatan daging dam untuk warga Saudi sudah tidak relevan, karena ilat pemanfaatannya untuk fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan sudah tidak ada lagi. Apalagi setelah banyak ditemukan ladang minyak di Saudi, ekonomi warga saudi meningkat dan lebih makmur," papar Hilman.

Direktur Bina Haji, Arsad Hidayat menambahkan, penyusunan pedoman saat ini melibatkan banyak pihak di luar Kemenag seperti Baznas, Kementan, Kemendag, BP POM dan Bea Cukai untuk mendapatkan masukan sekaligus mengevaluasi pelaksanaan tata kelola Dam yang dilaksanakan pada musim haji 1444 H/2023 M.

"Penyusunan Pedoman Pengelolaan Dam kali ini melibatkan banyak unsur di luar Kemenag untuk mendapatkan masukan dan saran perbaikan, agar program pengelolaan dam di tahun 1445H/2025M berjalan lancar dan sesuai harapan," kata Arsad.

Kasubdit Pembinaan Jemaah yang juga Ketua Pelaksana, Khalilurrahman, menambahkan, pedoman standar tata kelola Dam yang disusun tidak hanya mengatur petugas, tapi juga jemaah haji. Pedoman ini diharapkan sudah bisa digunakan pada operasional haji 1445 H/2024 M.

Penyusunan Pedoman Standar Hewan Hadyu berlangsung selama 3 hari mulai 28 - 30 November 2023. Giat ini diikuti ASN Kementerian Agama, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, BPOM, Baznas, perwakilan FK KBIHU.

Hadir pula sebagai narasumber, para pakar dari instansi terkait, Ditjen PHU, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, BPOM serta Baznas.

Penyebab Jemaah Haji Bayar Dam

Berdasarkan kitab Al-Fiqhul Manhaji lil Imam As-Syafi'i, wajib haji mencakup lima hal berikut. Ketika jemaah tidak melaksanakannya maka wajib membayar dam.

1. Memulai Ihram dari Miqat

Seseorang yang memulai haji akan melaksanakan ihram, dengan berniat, lalu mengenakan pakaian ihram. Amaliyah ihram ini harus dilakukan di miqat yang telah ditetapkan.

Miqat dibagi menjadi dua, yaitu miqat zamani dan miqat makani. Miqat zamani ini adalah waktu bagi seorang jemaah haji untuk memulai ihram, mulai bulan Syawal sampai bulan Dzulhijjah. Kemudian, selain memerhatikan waktunya, penting diketahui untuk miqat makani adalah lokasi tempat dimulainya ihram.

2. Menginap (Mabit) di Muzdalifah

Ibadah ini dilakukan seusai wukuf di Arafah, tepatnya saat terbenamnya matahari. Muzdalifah ini adalah lokasi di antara Arafah dan Mina. Hendaknya menginap di sana sekiranya sebagian malam saja, tidak wajib sampai Subuh esok hari tiba.

3. Melempar Jumrah

Setelah menginap di Muzdalifah, seorang jemaah haji menuju tempat-tempat jumrah, dan melempar masing-masing tujuh kerikil. Waktunya merentang sejak tengah malam Idul Adha sampai waktu maghrib. Jumrah sendiri ada tiga macam: Jumrah ula, jumrah wustha dan jumrah aqabah.

4. Menginap di Mina pada dua malam hari Tasyriq

Setelah ritual melempar jumrah, jemaah haji menuju Mina dan menginap di sana pada hari Tasyriq. Menginap ini diartikan untuk bermalam pada sebagian besar waktu pada dua hari Tasyriq di Mina itu.

5. Thawaf wada'

Thawaf ini dilakukan setelah menunaikan semua amalan haji, dan hendak keluar dari Mekkah.

Jika jemaah haji tidak melaksanakan hal-hal yang disebut di atas, maka orang tersebut wajib membayar dam.

Dam dalam kitab Matan Taqrib karya Syekh Abu Syuja' terbagi atas beberapa kriteria, sesuai dengan larangan haji yang dilaksanakan atau kewajiban haji yang ditinggalkan.

Kriteria dam untuk orang yang meninggalkan wajib haji dalam Matan Taqrib adalah sebagai berikut.

أحدها الدم الواجب بترك نسك وهو على الترتيب شاة فإن لم يجدها فصيام عشرة أيام: ثلاثة في الحج و سبعة إذا رجع إلى أهله

Artinya, "Dam wajib disebabkan meninggalkan ibadah (dalam hal ini wajib haji) dipilih secara berurutan (sesuai kondisi). Yang pertama, dengan seekor kambing. Jika tidak ada kambing, maka ditunaikan dengan berpuasa sepuluh hari. Tiga hari ketika berada di Mekkah, dan tujuh hari ketika kembali ke kampung halaman."




(dvs/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads