Masker di Makkah dan Kismis, Cerita Prof Tjandra Umrah Awal 2023

Masker di Makkah dan Kismis, Cerita Prof Tjandra Umrah Awal 2023

Kristina - detikHikmah
Sabtu, 21 Jan 2023 18:30 WIB
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama berbagi kisah saat umrah awal 2023.
Direktur Pascasarjana Universitas YARSI Tjandra Yoga Aditama berbagi kisah saat umrah awal 2023. Foto: Dokumentasi Pribadi/Tjandra Yoga Aditama
Jakarta -

Prof Tjandra, begitu ia disapa, kembali menjalankan ibadah umrah dengan sang istri pada awal 2023 ini. Ada dua hal yang membuatnya berkesan dalam ziarahnya ke Tanah Suci itu, masker dan kismis.

Pria yang memiliki nama lengkap Tjandra Yoga Aditama ini terakhir kali umrah waktu masih bekerja di WHO Asia Tenggara sebagai Direktur Penyakit Menular usai mengikuti Rapat Haji di Riyadh tahun 2017 lalu. Kali ini, ia berangkat menggunakan jasa travel umrah dan sepenuhnya untuk beribadah, tanpa ada tugas kedinasan apapun.

Ia turut membagikan ceritanya kepada detikHikmah. Beberapa hal menarik di awal kedatangannya, praktis semua petugas imigrasi adalah wanita dan bandara King Abdul Aziz amat modern dan bagus lengkap dengan akuarium besar. Perjalanan menggunakan bus Jeddah ke Makkah praktis sama seperti waktu-waktu sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, suasana perhotelan sekitar Masjidil Haram juga tidak banyak berubah, pun halnya dengan restoran dan keberadaan burung merpati yang beterbangan. Yang membedakan, tuturnya, pelataran Ka'bah saat ini hanya boleh diisi orang yang menggunakan ihram, demikian juga dengan barisan-barisan di depan masjid.

Dalam ibadahnya kali ini, ia menjumpai fenomena yang agak berbeda dari ibadah sebelumnya. Mengingat adanya pandemi COVID-19 sejak 2020 lalu yang membuat masyarakat diwajibkan untuk mengenakan masker, termasuk di Indonesia. Meski saat ini sudah mereda dan kebijakan protokol kesehatan sudah dilonggarkan.

ADVERTISEMENT

Ia menceritakan, di sekitar Masjidil Haram dipenuhi manusia yang menjalankan umrah dan ibadah lainnya. Menurut pengamatannya, hampir semua tidak memakai masker, hanya sedikit saja yang tetap menggunakannya.

"Berdasar pengamatan kasar saya, dari ratusan ribu orang dari berbagai negara di dunia yg ada di dalam dan di pelataran Masjidil Haram, maka lebih dari 95% tidak memakai masker sama sekali," ujar Mantan Ketua Pengawasan dan Pengendalian (Wasdal) Kesehatan Haji Indonesia 2014 ini.

Hal yang menarik dari pengamatannya itu, di antara orang yang menggunakan masker, ternyata separuhnya adalah orang Indonesia. Sisanya berasal dari berbagai negara dan petugas masjid yang menjaga air zamzam dan lainnya.

Dari fenomena tersebut, setidaknya ada tiga pelajaran yang ia petik. Yakni seputar disiplin masker warga Indonesia dan langkah yang bisa diambil pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait penggunaan masker.

"Pertama, ternyata disiplin pakai masker rakyat kita jauh sekali lebih tinggi dari rakyat negara lain. Kedua, mungkin kita perlu pertimbangkan kebijakan pakai masker kita, bagaimana keputusan terbaiknya. Tiga, pendekatan tentu berdasar bukti ilmiah yang ada yang dipunyai Kementerian Kesehatan kita, dan juga mengaca pada kebijakan sebagian besar negara di dunia," jabarnya.

"Di seputar Masjidil Haram juga masih tersedia hand sanitizer, memang tidak terlalu banyak. Klinik di dalam Masjid seperti yang saya foto ini juga tampak lengang saja, dan saya sempat lihat dokter dan alat-alat di dalamnya," lanjut Mantan Kepala Klinik Haji Indonesia Makkah 1991 ini.

Prof Tjandra juga memetik pelajaran dari kismis. Saat itu hari Kamis, menjelang salat maghrib, seperti biasa digelar plastik dan disediakan makanan untuk orang yang akan berbuka puasa Senin Kamis. Biasanya ada kurma, yogurt, roti, dan kopi serta teh Arab di depan para jemaah.

Menariknya, kata Prof Tjandra, ada seorang pemuda membawa sekantong besar kismis, lalu dia membagikan ke semua orang yang duduk hendak berbuka puasa sambil menyebut "Ini silahkan kismis dari Uzbekistan."

"Rasanya manis dan kita jadi terkesan," kata Prof Tjandra yang saat ini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI.

Dari situ ia berpikir bahwa hal yang dilakukan pemuda asal Uzbekistan dengan sekantong kismisnya tersebut bisa menjadi masukan untuk Menteri Agama dan atau Menteri Pariwisata RI.

"Kalau ada pemuda kita yang membagi makanan kita dan menyebut ini dari Indonesia maka selain beramal maka juga menjadi ajang perkenalan budaya (dan wisata) Indonesia ke berbagai negara sekaligus pada satu kesempatan saja, bagus tentunya," ujarnya.




(kri/erd)

Hide Ads