Masih terkait dengan "Pesantren Wedding" 18 Oktober di kompleks pesantren Raudhatul Ulum Guyangan, Pati yang diasuh oleh Kyai Najib Suyuthi.
Dalam menyampaikan "al-Kalimah al-Wa'dliyyah الكلمة الوعظية", wejangan pernikahan, saya harus hati-hati saat memilih diksi dan narasi. Kenapa? karena para tamu yang hadir dalam resepsi tersebut rata-rata memiliki kapasitas intelektual terutama dalam disiplin ilmu keislaman klasik termasuk di dalamnya Quranic exegesis, tafsir al-Qur'an. Terpeleset dan tergelincir dalam menyampaikan sesuatu akan menjadi "nuqthah sauda" noda hitam kesantrian.
Saya berusaha menyampaikan narasi yang "muqtadhal hal", yang sesuai dengan psichology of audiences (mukhatab). Istilah generasi kekinian sering disebut dengan narasi yang compatible for all seasons and for all reasons.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya akan menyoroti "Enduring Mistakes" atau salah kaprah yang berkepanjangan terkait kebiasaan kita dalam mendoakan pasangan pengantin.
𝐀𝐲𝐚𝐭 𝐏𝐨𝐩𝐮𝐥𝐞𝐫
Ayat yang paling sering dibacakan pada upacara pernikahan di Indonesia adalah QS. Ar-Rum 21:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah bahwa Dia menciptakan bagi kalian pasangan dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa tenteram kepadanya; dan Dia menjadikan di antara kalian rasa kasih (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.
Ayat ini sangat populer di Indonesia -- meminjam bahasa tahlilnya NU-- mulai masyariqiha (kawasan timur), Merauke sampai dengan Magharibiha (kawasan barat), Sabang. Mulai yaminiha (ujung kanan), pulau Miangas sampai syimaliha (ujung kiri) pulau Rote.
Ayat ini selalu dijadikan pijakan doa pernikahan: "Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah" yang sering disingkat SAMAWA atau SAMARA. Sebuah doa indah, padat dan mudah diingat karena memakai singkatan yang ritmis puitis.
Indonesia tahun 2000-an booming dengan singkat menyingkat serta inisial. Kita sering mendengar dan membaca inisial GD, SBY, JKW, JK, SAS, BG, AMI, BamSoet, SetNov, NW, MMD dll. Diksi SAMAWA dan SAMARA dipengaruhi oleh trend ini.
Dalam studi Islam klasik kita sudah dikenalkan dengan inisial-inisial seperti misalnya Ibnu Hajar al-Haitami (حج), Imam Ramli (م ر), Qalyubi (ق ل), Ali Syibramalisi (ع ش), Bukhari (خ), Imam Ahmad bin Hanbal (حم), Imam Malik (ط), Abu Dawud (د) dll.
Bukan inisial SAMAWA yang jadi kajian di sini, akan tetapi kontruksi ayat di atas. Secara linguistik, konstruksi struktur ayat ini tidak berbentuk doa (الدعاء), melainkan al-khabar الخبر (penyampaian dan pernyataan fakta dan realitas).
Barokah Mbah Maemoen Zubeir, Mbah Sahal dan para Kyai sepuh (Foto: Dokumentasi Agus Maftuh Abegebriel) |
Allah tidak memerintahkan manusia untuk meminta dan memohon agar mawaddah dan rahmah diturunkan, tetapi menyingkapkan bahwa kedua realitas itu sudah dan telah dijadikan (جعل) di antara pasangan manusia.
Dengan demikian, doa "semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, rahmah" secara literal bisa dikatakan sebagai tahsil al-hasil (تحصيل الحاصل) - meminta sesuatu yang sudah ada. Sama dengan berdoa meminta langit dan bumi atau berdoa agar ada malam dan siang yang semuanya sudah ada dan tersedia.
Analisis ini mengantar kita pada pembacaan baru: bahwa ayat tersebut tidak berbicara tentang permohonan, melainkan penyingkapan atas struktur ontologis cinta dalam penciptaan manusia. Mari kita uji bersama.
𝐀𝐧𝐚𝐥𝐢𝐬𝐢𝐬 𝐋𝐢𝐧𝐠𝐮𝐢𝐬𝐭𝐢𝐤 𝐝𝐚𝐧 𝐒𝐢𝐧𝐭𝐚𝐤𝐬𝐢𝐬
Saya kesulitan menarasikan analisa ini dengan bahasa populer karena banyak sekali istilah khas santri yang tidak bisa diterjemahkan, hanya bisa dirasakan.
Frasa kunci ayat ini terletak pada dua kata kerja utama yaitu: خَلَقَ (khalaqa) dan جَعَلَ (ja'ala).
Keduanya dihubungkan dengan huruf 'athaf (waw al-'athf, huruf sambung, coordinating conjunction) yang menunjukkan kesinambungan makna:
أَنْ خَلَقَ لَكُمْ ... وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
"Bahwa Dia (Allah) menciptakan bagi kalian... dan Dia menjadikan di antara kalian mawaddah dan rahmah."
Kalimat "wa min ayatih" adalah khobar muqaddam (predikat yang didahulukan), sedang komponen "an khalaqa" menjadi mubtada mu'akhar (subyek yang diakhirkan). Ini juga berlaku untuk "ja'ala".
Artinya, kata "ja'ala" dalam ayat ini tidak berdiri sebagai klausa baru, tetapi merupakan lanjutan logis dari "khalaqa".
Allah menciptakan (khalaqa) pasangan, dan menjadikan (ja'ala) hubungan itu berfungsi dengan mawaddah dan rahmah.
Ketika kita mempelajari ilmu "ma'anil qur'an" akan menemukan perbedaan antara "khalaqa" dan "ja'ala", dan ini menjadi sangat penting. Para santri bisa eskplorasi kitab 'Mufradat Alfadz Al-Quran'.
Khalaqa (خلق) berarti menciptakan sesuatu dari ketiadaan menjadi ada. Menurut Ar-Raghib al-Asfahani: الخلق: إيجاد الشيء على تقدير وإحكام - menciptakan sesuatu berdasarkan ukuran dan ketentuan yang sempurna. Khalaqa mengandung makna ibtida' al-wujud, yaitu permulaan keberadaan. Contohnya: "خلق السموات والأرض" (menciptakan langit dan bumi).
Ja'ala (جعل) bermakna menjadikan sesuatu yang telah ada dalam bentuk atau fungsi tertentu. Ar-Raghib menjelaskan: الجعل تصيير الشيء على صفة أو حال - menjadikan sesuatu dalam keadaan atau sifat tertentu. Contohnya: جعل الليل سكنا - menjadikan malam sebagai waktu tenang. Ja'ala berbicara tentang pengaturan dan penataan, bukan penciptaan baru.
Jadi, mawaddah dan rahmah bukan hasil permintaan manusia, melainkan fitrah yang sudah diinstitusikan Allah dalam ciptaan-Nya, manusia itu sendiri.
𝐂𝐢𝐧𝐭𝐚 𝐒𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐅𝐢𝐭𝐫𝐚𝐡, 𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐓𝐚𝐦𝐛𝐚𝐡𝐚𝐧
Dalam Mafatih al-Ghaib, Fakhruddin al-Razi menafsirkan kata mawaddah sebagai "mahabbah 'amiqah" (cinta mendalam yang berakar pada jiwa), sementara rahmah sebagai "atf wa lutf" (kelembutan dan kasih sayang). Ia menegaskan bahwa keduanya merupakan sunnatullah yang mengikat manusia agar mampu bertahan hidup dalam harmoni.
Demikian pula mufassir Muktazilah, al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menjelaskan bahwa mawaddah adalah hubungan batin yang mengikat dua insan dalam kesalingan, sementara rahmah adalah "in'itaf al-qalb" (lembutnya hati) yang muncul dari rasa tanggung jawab.
Mufassir Syiah Al-Tabataba'i dalam Al-Mizan, membahas ayat ini dari dimensi filsafat. Cinta dan kasih bukan hasil pengalaman manusia, tetapi proyeksi Ilahi yang sudah tertanam dalam sistem jiwa (nafs). "Al-j'al yufidu al-takwin al-jadid fi al-wujud al-insani, la al-insha' al-'aridl." Artinya: proses "menjadikan" itu bukan tambahan dari luar, tetapi penyusunan baru dalam hakikat manusia itu sendiri.
Jadi ada tiga unsur dalam ayat ini: "sakinah, mawaddah, dan rahmah" sebagai satu sistem: as-sakinah adalah "ghayah" (tujuan akhir: ketenangan batin), al-mawaddah wa ar-rahmah adalah "wasilah" (sarana dan media yang mengantarkan pada sakinah).
Dengan demikian, al-mawaddah dan ar-rahmah bukanlah "anugerah tambahan" yang perlu dimintakan melalui doa, melainkan substansi hakiki yang Allah telah tanamkan sejak awal proses penciptaan pasangan itu sendiri.
𝐇𝐞𝐠𝐞𝐦𝐨𝐧𝐢 𝐏𝐚𝐫𝐚 𝐒𝐮𝐚𝐦𝐢
Sering kali kita mendengar para penceramah menafsirkan dlamir mukhathab jamak (kata ganti "كم") dalam frasa لَكُمْ dan أَنْفُسِكُمْ pada Surat ar-Rum ayat 21 sebagai seruan yang ditujukan khusus kepada kaum laki-laki.
Konsekuensi dari pembacaan ini adalah penyempitan makna kata أَزْوَاجًا menjadi "istri-istrimu," sehingga ayat tersebut seolah hanya berbicara tentang relasi seorang suami terhadap istrinya.
Namun, pembacaan seperti ini tidak hanya mengabaikan keluasan makna teks dan konteks, tetapi juga menandakan lemahnya pemahaman terhadap "munasabah baina al-ayat" (korelasi keterkaitan antar ayat).
Jika dicermati, ayat-ayat sebelum dan sesudahnya di dalam surat ar-Rum berbicara secara umum kepada seluruh manusia, tanpa membedakan jenis kelamin. maka makna "kum" dan "azwajan" secara semantik juga bersifat timbal balik (mutabadilah), bukan dominatif dan hegemonik.
Menjadikan ayat ini sebagai "privilege" laki-laki --seolah hanya suami yang menjadi pusat dari sakinah, mawaddah, dan rahmah-- adalah bentuk reduksi makna yang menyalahi arah semantik ayat.
Lebih dari itu, ia merupakan bentuk "kekerasan tafsir" yang memanipulasi dan memerkosa teks suci untuk melanggengkan dominasi laki-laki atas perempuan.
Padahal, pesan utama ayat tersebut justru menegaskan bahwa ketenangan (sakinah), kasih (mawaddah), dan rahmat (rahmah) adalah ruang timbal balik yang dianugerahkan kepada dua pihak yang saling melengkapi.
Dalam konteks ini, Al-Qur'an tidak sedang memberi hak istimewa bagi laki-laki, tetapi menampilkan paradigma relasi yang berlandaskan keseimbangan, saling pengertian, dan kemitraan sejati dalam kemanusiaan.
𝐒𝐚𝐦𝐚𝐰𝐚: 𝐃𝐨𝐚 𝐤𝐚𝐩𝐫𝐚𝐡 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐞𝐫𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐫 𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐚𝐫𝐚𝐡
Doa "semoga menjadi keluarga yang "sakinah, mawaddah wa rahmah" telah begitu akrab di bibir kita, hingga sering kita lupa maknanya. Ia indah, namun telah tergelincir salah arah. Sebab, sakinah, mawaddah, dan rahmah bukanlah sesuatu yang masih harus diminta, melainkan sesuatu yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Kita jangan mendikte Tuhan dengan permohonan lucu dan tidak akademis.
Allah telah menanamkan sakinah sebagai keteduhan di dasar jiwa, menumbuhkan mawaddah sebagai cinta yang menghidupkan, dan meliputi keduanya dengan rahmah yang memeluk erat tanpa syarat.
Maka, alangkah indahnya "SAMAWA" yang tidak lagi menjadi tuntutan doa, tetapi menjadi sebuah deklarasi pengakuan tentang tanda-tanda kebesaran Allah.
Doa yang benar seperti apa? Silakan para santri "Bahtsul Mas'ail", mengkaji permasalahan lewat kitab-kitab kuning.
"Bahtsul Masa'il - بحث المسائل", untuk meneliti, menggali hikmah dan menuntaskan persoalan umat dan bangsa.
Bukan "Batsul Masa'il - بثّ المسائل", menebar persoalan demi terlihat seakan-akan berpikir namun berujung heboh dan menebar "khithab al-karahiyah" (hate speech).
𝑺𝙚𝒃𝙖𝒃 𝒊𝙡𝒎𝙪 𝙨𝒆𝙟𝒂𝙩𝒊 𝒔𝙖𝒏𝙩𝒓𝙞 𝙗𝒖𝙠𝒂𝙣 𝙮𝒂𝙣𝒈 𝒎𝙚𝒎𝙗𝒖𝙖𝒕 𝒈𝙖𝒅𝙪𝒉,
𝙢𝒆𝙡𝒂𝙞𝒏𝙠𝒂𝙣 𝙮𝒂𝙣𝒈 𝒎𝙚𝒎𝙗𝒖𝙖𝒕 𝒉𝙖𝒕𝙞 𝙨𝒆𝙢𝒖𝙖 𝙤𝒓𝙖𝒏𝙜 𝙗𝒆𝙧𝒕𝙖𝒎𝙗𝒂𝙝 𝙩𝒆𝙙𝒖𝙝.
Yogyakarta, 27/10/25
Agus Maftuh Abegebriel
Dubes RI untuk Kerajaan Arab Saudi merangkap OKI, 2016 - 2021
Artikel ini adalah kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terimakasih - Redaksi)
(erd/erd)













































Komentar Terbanyak
Pemerintah RI Legalkan Umrah Mandiri, Pengusaha Travel Umrah Syok
Umrah Mandiri Dilegalkan, Pengusaha Travel Teriak ke Prabowo
Rieke Diah Pitaloka Geram, Teriak ke Purbaya Gegara Ponpes Ditagih PBB