Kisah Perjumpaan Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah

Kolom Hikmah

Kisah Perjumpaan Nabi Adam dan Siti Hawa di Jabal Rahmah

M Ishom el Saha - detikHikmah
Selasa, 27 Mei 2025 07:15 WIB
M Ishom el Saha
M Ishom el Saha (Foto: Dokumen Pribadi)
Jakarta - Mengisahkan Nabi Adam AS dan Siti Hawa berarti menceritakan titik awal sejarah manusia. Nabi Adam AS merupakan manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT dari tanah, kemudian tercipta Siti Hawa dari dirinya sebagai pasangan hidup. Mereka ditempatkan di surga, diberi kebebasan menikmati segalanya, kecuali satu: tidak mendekati pohon terlarang yang disebut pohon keabadian (al-khuld).

Namun, Iblis yang sejak awal iri dengan penciptaan manusia berhasil menggoda pasangan Adam dan Hawa sehingga membuat mereka tergelincir. Mereka memakan buah terlarang itu, melanggar perintah Allah, dan akhirnya harus menerima konsekuensi besar yakni dihukum dengan diturunkan ke bumi. Peristiwa ini bukan sekadar hukuman, namun juga bagian dari takdir Allah untuk memulai sejarah kehidupan manusia di dunia.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an: "Turunlah kamu sekalian dari surga itu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan." (QS. Al-Baqarah: 36).

Turunnya Nabi Adam dan Siti Hawa ke bumi tidak dilakukan secara bersamaan di tempat yang sama. Menurut sejumlah riwayat, antara lain dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Adam diturunkan di wilayah pegunungan di India, sementara Siti Hawa diturunkan di daerah sekitar Jeddah, Arab Saudi. Perpisahan ini menjadi awal dari perjalanan panjang keduanya dalam mencari dan menemukan satu sama lain kembali di bumi yang luas.

Kondisi di bumi jauh berbeda dengan surga. Nabi Adam harus belajar bertahan hidup, bercocok tanam, dan hidup mandiri di lingkungan yang keras. Ia tidak hanya diuji dengan kesendirian, tetapi juga dengan tanggung jawab barunya sebagai manusia pertama dan calon bapak umat manusia. Siti Hawa pun mengalami hal serupa, menghadapi alam sendirian, berjuang untuk hidup, dan terus memohon kepada Allah agar bisa dipertemukan kembali dengan Nabi Adam.

Perjalanan spiritual keduanya diisi dengan taubat dan permohonan ampun yang terus menerus. Konon, Nabi Adam dan Siti Hawa tak henti-henti mendongakkan muka dan kepala mereka ke arah langit untuk meminta ampunan kepada Allah SWT. Dengan penuh penyesalan mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. Al-A'raf: 23). Doa ini menjadi simbol kerendahan hati dan pengakuan manusia atas kelemahannya di hadapan Allah.

Setelah masa penyesalan dan taubat yang panjang, Allah SWT mengabulkan doa mereka. Dalam hikmah Ilahiah-Nya, Allah mempertemukan Adam dan Hawa kembali di sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Jabal Rahmah, di Arafah, dekat Makkah. Pertemuan ini bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga simbol rekonsiliasi antara manusia dan Tuhan setelah dosa dan penyesalan.

Jabal Rahmah, yang berarti "Gunung Rahmat", menjadi tempat yang sangat sakral dan penuh makna. Di sanalah cinta, penyesalan, dan pengampunan bersatu. Kisah pertemuan kembali Adam dan Hawa di tempat ini menjadi simbol bahwa meskipun manusia bisa jatuh dalam kesalahan, pintu taubat dan rahmat Allah selalu terbuka.

Setelah dipertemukan kembali, Nabi Adam dan Hawa mulai menjalani kehidupan bersama sebagai pasangan suami istri. Dari merekalah lahir keturunan pertama manusia. Mereka mendidik anak-anaknya untuk mengenal Tuhan, hidup dengan iman, dan menghindari kesalahan yang pernah mereka lakukan. Peran Nabi Adam sebagai nabi pertama pun dimulai, membawa ajaran tauhid kepada anak cucunya.

Salah satu peristiwa penting yang menjadi pelajaran bagi umat manusia dari kisah ini adalah pentingnya tanggung jawab pribadi atas perbuatan. Adam dan Hawa tidak saling menyalahkan secara mutlak, melainkan mereka berdua mengakui kesalahan mereka di hadapan Allah. Ini menjadi teladan bahwa dalam kehidupan manusia, kesalahan harus disikapi dengan kesadaran dan perbaikan, bukan dengan saling menyalahkan.

Pelajaran lain yang sangat mendalam adalah tentang pentingnya taubat. Allah menunjukkan kasih sayang-Nya dengan menerima taubat Adam dan Hawa, bahkan menjadikannya awal kehidupan manusia yang baru. Ini mengajarkan bahwa sebesar apapun dosa manusia, Allah Maha Pengampun asalkan manusia mau kembali kepada-Nya dengan tulus.

Kisah ini juga mengingatkan bahwa kehidupan manusia di bumi bukanlah hukuman semata, melainkan misi dan amanah. Adam dan Hawa tidak hanya diusir dari surga, tetapi diutus ke bumi untuk memulai peradaban, menjalani ujian, dan membuktikan ketaatan. Dalam konteks ini, kehidupan manusia adalah ujian yang harus dijalani dengan kesungguhan.

Jabal Rahmah hingga kini menjadi bagian dari ritual ibadah haji. Umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah sebagai simbol dari pencarian, pertemuan, dan pengampunan. Ini adalah warisan spiritual dari pertemuan Nabi Adam dan Siti Hawa yang tetap relevan dalam praktik ibadah umat Islam sampai hari ini.

Kisah Nabi Adam dan Siti Hawa mengandung pelajaran universal yang abadi: tentang penciptaan, kejatuhan, penyesalan, ampunan, dan misi hidup. Ia menanamkan pada umat manusia bahwa sekalipun pernah jatuh, selama masih hidup, selalu ada jalan kembali kepada Allah. Dengan memahami kisah ini, umat Islam diajak untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab, rendah hati, dan selalu berusaha memperbaiki diri.

M Ishom el Saha

Penulis adalah Guru Besar UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)




(aeb/aeb)

Hide Ads