Dalam syariat Islam, kurban memiliki sejarah panjang, bahkan bisa dirujuk hingga zaman Nabi Adam alaihis-salam (AS) maupun Ibrahim AS. Meskipun sama-sama kurban, terdapat anggapan bahwa ada perbedaan sejarah kurban antarkeduanya.
Disadur dari buku Fikih oleh Udin Wahyudin dkk, kurban berasal dari kata qarraba-qurbanan yang artinya mendekatkan. Sementara itu, apabila ditinjau dari segi hukum syariat, kurban adalah menyembelih hewan ternak dengan niat beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Mengenai hukumnya, para ulama berselisih pendapat. Namun, di Indonesia, kurban dihukumi sunnah muakkad. Jadi, apabila ada seorang muslim yang memiliki kemampuan, ia begitu ditekankan untuk berkurban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seluk-beluk kurban selalu menarik untuk dipelajari, terlebih pada momen yang sesuai, seperti menjelang Idul Adha. Salah satu aspek menariknya adalah sejarah kurban putra Nabi Adam AS, Qabil dan Habil, serta kisah kurban Nabi Ibrahim AS. Simak di bawah ini, yuk!
Sejarah Kurban Zaman Nabi Adam oleh Habil dan Qabil
Menurut keterangan dalam buku Kisah Para Nabi tulisan Ibnu Katsir, Nabi Adam AS diberi keturunan yang banyak. Sekali melahirkan, istri Nabi Adam dikaruniai sepasang bayi kembar, laki-laki dan perempuan.
Putra kembar pertama Nabi Adam AS adalah Qabil dan saudara perempuannya. Selanjutnya, giliran Habil dan saudara perempuannya yang dilahirkan ke dunia. Nabi Adam lantas memerintahkan anak-anaknya untuk melakukan perkawinan silang.
Artinya, Qabil diperintahkan menikahi kembaran Habil, begitu pula sebaliknya. Namun, Qabil menolak perintah ini karena ia menganggap kembarannya lebih cantik. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, keduanya diperintahkan untuk berkurban.
Habil yang mempunyai hewan ternak, mempersembahkan domba gemuk terbaik. Sementara itu, Qabil hanya menyajikan hasil tanaman yang jelek. Turunlah api dari langit melumat kurban dari Habil, sedangkan kurban Qabil dibiarkan begitu saja.
Hal ini difirmankan Allah SWT dalam Al-Quran:
وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
Artinya: "Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, 'Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.' Dia (Habil) berkata, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa'." (QS al-Ma'idah: 27)
Habil tidak berniat meladeni perkataan Qabil. Hal ini ditunjukkan melalui firman-Nya dalam ayat selanjutnya:
لَىِٕنْۢ بَسَطْتَّ اِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِيْ مَآ اَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَّدِيَ اِلَيْكَ لِاَقْتُلَكَۚ اِنِّيْٓ اَخَافُ اللّٰهَ رَبَّ الْعٰلَمِيْنَ
Artinya: "Sesungguhnya jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS al-Ma'idah: 28)
Qabil menuruti hawa nafsunya dan membunuh Habil. Melihat jenazah saudaranya, Qabil menyesal dan tidak tahu apa yang harus diperbuat. Ia menggotong adiknya tersebut ke sana ke mari.
Allah SWT mengutus dua burung gagak ke hadapan Qabil. Kedua burung tersebut berkelahi hingga salah satunya mati. Gagak yang menang kemudian menggali lubang dan menguburkan lawannya. Qabil lalu mengikuti apa yang dilakukan gagak tersebut dan mengebumikan jasad Habil.
Demikianlah kisah kurban pertama kali di muka Bumi.
Sejarah Kurban Zaman Nabi Ibrahim
Istri Nabi Ibrahim yang dari rahimnya, lahir Nabi Ismail AS, adalah Siti Hajar. Pertemuan antara Nabi Ibrahim dengan Siti Hajar terjadi di Mesir. Ketika itu, Mesir dikuasai oleh seorang raja yang lalim.
Kedatangan Nabi Ibrahim dan istrinya, Siti Sarah yang cantik jelita didengar sang raja. Alhasil, raja tersebut mengutus orang untuk menjemput Sarah. Singkat cerita, Sarah diminta mendoakan kesembuhan sang raja. Usai didoakan, raja sembuh. Namun, ia justru ingin menjamah Siti Sarah.
Raja mendadak kejang-kejang setelah coba melakukan hal tidak baik kepada Sarah. Atas permintaan raja, Siti Sarah mendoakannya lagi sehingga kejang-kejang tersebut berakhir. Dari hasil pertemuan tersebut, raja menghadiahi Siti Sarah seorang budak bernama Hajar.
Setelah sekian lama menanti keturunan, Allah SWT mengabulkan permintaan Nabi Ibrahim. Siti Sarah memberi Hajar kepada Nabi Ibrahim untuk digauli. Siti Hajar pun hamil dan dia melahirkan seorang putra bernama Ismail.
Nabi Ibrahim sangat menyayangi putranya tersebut. Sampai suatu ketika, Allah SWT memerintahkan Ibrahim AS untuk menyembelihnya melalui mimpi. Padahal, sebagaimana kita ketahui, mimpi seorang nabi adalah wahyu.
Nabi Ibrahim segera memberitahu Ismail mimpinya. Jawaban Ismail yang tenang diabadikan Allah SWT dalam Al-Quran:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya: "Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu! Insyaallah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang sabar." (QS ash-Shaffat: 102)
Setelah sama-sama sepakat, Ismail dibaringkan dengan cara telungkup. Ketika Nabi Ibrahim akan menebaskan pisaunya, tiba-tiba ia tidak bisa memotong. Ada pula riwayat yang menyebut muncul lempengan kuning antara pisau dan leher Ismail. Wallahu a'lam bish-shawab.
Allah SWT kemudian mengirim domba putih dan bertanduk sebagai ganti Ismail. Firman Allah dalam Al-Quran:
وَنَادَيْنٰهُ اَنْ يّٰٓاِبْرٰهِيْمُ ۙ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّءْيَا ۚاِنَّا كَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ. اِنَّ هٰذَا لَهُوَ الْبَلٰۤؤُا الْمُبِيْنُ. وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ.
Artinya: "Kami memanggil dia, "Wahai Ibrahim, [104] sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebaikan. [105] Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. [106] Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. [107]" (QS ash-Shaffat 104-107)
Demikianlah kisah kurban yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS.
Apa Perbedaan Kurban Kedua Putra Nabi Adam dengan Nabi Ibrahim?
Disadur dari buku Di Balik 7 Hari Besar Islam oleh Muhammad Sholikhin, kurban dari Qabil dan Habil tidak pernah dinyatakan memiliki sebab yang mendahului sebagaimana tertera dalam Al-Quran. Hal serupa juga tidak termaktub dalam Injil.
Namun, kebanyakan ahli tafsir menilai kurban kedua putra Nabi Adam tersebut bukan semata-mata karena syariat. Alih-alih, kurban tersebut dianggap berkaitan dengan sebab tertentu pada diri Qabil dan Habil.
Hal inilah yang menyebabkan para ulama beranggapan syariat kurban baru terjadi pada masa Nabi Ibrahim. Menurut para ulama tafsir, kurban ini dikaitkan dengan rencana pernikahan yang diatur oleh Nabi Adam AS.
Di sisi lain, sebagaimana penjelasan dalam buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan oleh Ali Ghufron Lc, Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menerangkan bahwa kurban Qabil dan Habil bukan disebabkan perempuan atau masalah lain. Alih-alih, keduanya berkurban sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah SWT.
Sesuai ayat yang sudah dilampirkan di atas, Ibnu Katsir berargumen bahwa Qabil marah bukan karena gagal menikahi saudara perempuannya sendiri, melainkan karena kurbannya tidak diterima Allah SWT. Hal ini kemudian dengan jelas membantah anggapan bahwa keduanya berkurban karena perempuan atau sebab lain. Wallahu a'lam bish-shawab.
Oleh karena itu, perbedaan kurban putra Nabi Adam dan Nabi Ibrahim bergantung pada pendapat manakah detikers berpegang. Pasalnya, ada yang menyebut ibadah Qabil dan Habil didasarkan atas hal lain (bukan syariat). Ada pula yang menyebutnya berdasar perintah atau syariat Allah SWT.
Demikian sejarah kurban zaman Nabi Adam dan Nabi Ibrahim yang semoga bisa menambah wawasan detikers. Wallahu a'lam bish-shawab.
(sto/apu)