Khutbah Jumat Hari Pahlawan 10 November yang Menginspirasi

Khutbah Jumat Hari Pahlawan 10 November yang Menginspirasi

Rahma Harbani - detikHikmah
Kamis, 09 Nov 2023 17:00 WIB
Indonesian Muslims pray for the safety of the Palestinian people during a Friday prayer at Abu Bakar Ashshiddiq Mosque in Jakarta, Indonesia, Friday, Oct. 13, 2023. As violence and tensions increase in the Gaza Strip with Israeli airstrikes after an unprecedented Hamas attack, Islamic leaders in Indonesia, the worlds most populous Muslim-majority nation, appealed to all mosques across the country to pray for peace and safety for the Palestinian people. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
Ilustrasi khutbah Jumat. (Foto: AP/Achmad Ibrahim)
Jakarta -

Peringatan Hari Pahlawan tiap 10 November dapat dimanfaatkan oleh khatib atau pemuka agama dengan menyampaikan khutbah Jumat dengan tema yang bernafaskan kepahlawanan. Pasalnya, peringatan tahun ini bertepatan dengan hari Jumat.

Hari Pahlawan 2023 diketahui mengusung tema "Semangat Pahlawan untuk Masa Depan Bangsa dalam Memerangi Kemiskinan dan Kebodohan." Berkenaan dengan panduan peringatannya, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sudah menerbitkan pengumuman bernomor S-697/MS/PB.06.00/10/2023.

Bagi muslim, peringatan Hari Pahlawan dapat diusung melalui penyampaian khutbah Jumat tentang pahlawan sekaligus mengingat kembali perjuangan mereka. Berikut salah satu teks khutbah Jumat yang dapat dicontoh dari Ustaz M Subkhi Al Bughury melalui laman Masjid Istiqlal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contoh Teks Khutbah Jumat Hari Pahlawan 10 November

Hadirin jemaah Jumat yang dirahmati Allah SWT,

Tanggal 10 November merupakan hari yang bersejarah dan diperingati sebagai Hari Pahlawan, peringatan ini karena peristiwa dibaliknya yang amat bersejarah, pertempuran 10 November Surabaya.

ADVERTISEMENT

Sedikit khatib singgung pernyataan founding fathers kita di dalam pembukaan UUD 1945 bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Perjuangan rakyat Surabaya mempertahankan NKRI adalah bentuk melawan kezaliman dalam rupa penjajahan fisik. Perjalanan dari 'jihad' mempertahankan bangsa dan kemenangan untuk mengusir penjajah telah menjadi memori yang menyejarah.

Peristiwa 10 November 1945 dengan tempat di Surabaya mengindikasikan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang bersyukur akan karunia negeri yang kaya akan hasil alam, sehingga bentuk kesyukurannya adalah memperjuangkan kemerdekaan dan sekaligus mempertahankannya dari bangsa-bangsa asing yang ingin menguasaiya kembali.

Setelah merebut kemerdekaan tugas bagi penerus bangsa adalah mempertahankan eksistensi sebagai bangsa yang merdeka. Hal ini tidaklah mudah, terbukti pertempuran 10 November adalah sebagai usaha penjajah yang ingin Kembali menancapkan kuku-kuku imperialismenya di Bumi Pertiwi.

Sekarang usia negeri ini telah melampaui 75 tahun lebih, saatnya para pahlawan abad ini terus berupaya menjaga, merawat, mempertahankan zamrud di Khatulistiwa ini terus menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur. Aamiin.

Pahlawan sebagai sosok yang lahir dan menjadi momen yang dibakukan sebagai perjalanan sejarah. Tentu menjadi penting kita memberikan apresiasi dan tempat terhormat bagi mereka para pejuang bersenjata untuk mengorbankan jiwa dan raganya dan bahkan nyawanya demi Republik Indonesia/ NKRI. Tentunya dengan memohon rida Allah subhanahu wata'ala semoga arwah para pahlawan kusuma bangsa mendapatkan tempat yang layak di surga jannatun naim.

Pahlawan, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; atau pejuang yang gagah berani, namun secara derivasi kebahasaan atau turunan kata, bersinggungan dengan kata pahala, dan akhiran -wan (yang menunjukan seseorang) mereka orang-orang yang tidak memikirkan, ataupun mendapatkan balasan di dunia yang serba material, melainkan hanya balasan di akhirat. Dan bagi mereka yang diberikan kehidupan setelah berjuang, balasan di dunia dalam bentuk penghargaan selain menjadi bagian tentara, veteran atau kembali kepada masyarakat biasa.

Bagi para pahlawan yang gugur sebagai martir, veteran perang, sumbangsih mereka adalah jembatan emas, bagi setiap komponen bangsa untuk membangun negeri Indonesia sebagaimana yang dicita-citakan menciptakan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemerdekaan negara Indonesia pada bulan Agustus 1945 telah melahirkan banyak syuhada, para pahlawan, dan hero. Mereka yang telah berjasa akan terus hidup sebagaimana janji Allah subhanahu wata'ala dalam Surah Ali Imran ayat 169:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَۙ

Artinya: "Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya." (QS. Ali Imran [3]: 169)

Tafsir Al-Wajiz/Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah, memberikan tafsiran bahwa: Wahai Nabi dan setiap orang yang mendengar, jangan sampai kamu mengira bahwa orang-orang yang mati syahid di perang Uhud dan perang lainnya itu mati, melainkan mereka itu hidup di alam khusus, yang mana tidak ada yang mengetahui kehidupan di alam itu kecuali Allah subhanahu wata'ala.

Hal ini disebutkan dalam hadits bahwa ruh para syuhada berada di atas sungai yang berkilau di pintu surga di kubah berwarna hijau. Sesungguhnya mereka di surga itu diberi rezeki dan makan.

Nabi mengabarkan hal itu untuk para syuhada Uhud, lalu Allah menurunkan ayat ini {Wa laa tahsabanna ladziina qutiluu ...} Penghargaan Allah SWT terhadap para syuhada, dalam kasus Perang Uhud ini dapat menjadi suatu ganjaran bagi para pahlawan kusuma bangsa.

Mereka telah memberikan nafas kehidupannya di alam kemerdekaan, untuk kehidupan manusia setelahnya dengan tujuan kemerdekaan hanya sebagai cita-cita dan impian ratusan tahun. Mereka para pahlawan menghentikan denyut jantungnya, menjadi tameng dan martir yang harus berhadapan dengan senjata mesin yang canggih, peluru-peluru dari moncong senapan, meriam, granat tangan, selongsong bom yang berhulu ledak mematikan.

Tubuh-tubuh mereka yang lemah yang hanya dibalut kulit, tulang dan daging rela menerima terpaan, dentuman peluru yang meledak. Kematian mereka pada hari-hari yang ditentukan, pada hari-hari yang dihitung oleh mereka yang hidup sebagai kepulangan yang memilukan.

Namun, di mata Allah subhanahu wata'ala, mereka diangkat derajat dan martabatnya. Mereka hidup dalam keabadian waktu, dengan ganjaran kenikmatan di alam barzakh, dan nantinya di surga-Nya Allah subhanahu wata'ala.

Lalu bagaimana dengan kita, sebagai generasi penerus kemerdekaan..? Bagi kita yang saat ini menikmati kemerdekaan atas jasa pahlawan, hendaknya kita menyikapi ayat Al Qur'an di atas dapat meneladani dan mampu mengambil pelajaran. Jiwa kepahlawanan para syuhada kusuma bangsa tidak boleh mati, akan tetapi terus hidup. Kegiatan menghidupkan kembali jiwa dan rasa kepahlawanan ini dengan memperingati peristiwa 10 November sebagai hari pahlawan.

Berikutnya adalah perjuangan fisik bersenjata memang telah usai, akan tetapi perjuangan nonfisik terus berlanjut. Penjajahan akan berubah dalam rupa rupa kehidupan, wujudnya adalah kemalasan, kebodohan, keserakahan, korupsi, kolusi dan disintegrasi bangsa. Tidak berlebihan, bahwa perjuangan akan semakin berat dan terjal.

Sekali lagi kita sebagai umat Islam, kaum muslimin untuk waspada dan mawas diri. Kaum muslimin begitu lekat diajarkan untuk mensyukuri segala macam nikmat. Termasuk nikmat kemerdekaan yang telah susah payah digapai oleh para syuhada, para pahlawan kusuma bangsa.

Mawas diri dari masing-masing pribadi sebagaimana peringatan dari Allah subhanahu wata'ala dalam Surah Ibrahim ayat 7:

وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Artinya: "Dan (Ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat pedih."

Kesadaran sebagai perasaan senasib sepenanggungan yang telah menjadikan suku-suku bangsa ini sebagai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi pesan yang harus selalu diingat. Persatuan dan kesatuan bangsa menjadi kata kunci bagi siapapun yang akan memimpin negeri ini, bagi para pemuda-pemudi Indonesia, dan bagi kita semua.

Bentuk kesyukuran menjadi pemandu arah berkehidupan dan bernegara agar kita mampu mengelola kekayaan alam Indonesia ini sebagai sumber daya yang dapat memberikan output kemaslahatan.

Bukan malah sebaliknya kekayaan sumber daya alam menjadi semacam mantra yang meninabobokkan kehidupan dengan semena-mena, penggunaan melampaui batas, dalam kalimat satir, kekayaan sumber daya alam Indonesia hanya menjadi polemik, rebutan, dan malah dikuasai oleh korporat, kepentingan asing, ataupun kepentingan segelintir orang dan golongan saja, oleh karena kita tidak dimampukan untuk mengolah dengan segala keterbatasan akses ilmu dan ketiadaan peralatan.

Di tangan lintas generasi, baik generasi tua dan generasi muda, untuk berkiprah menjadi pahlawan-pahlawan iptek, saintis, aristokrat, politikus, ekonom, untuk memotong mata rantai dari siklus negatif.

Point penting selanjutnya adalah menghidupkan ruh kepahlawanan. Jiwa kepahlawanan dalam masyarakat di Indonesia juga jangan sampai hilang tergerus oleh sikap egoisme, hal ini menjadi refleksi bagi kita semua. Sikap sikap gotong royong, sikap menolong sesama, sikap guyub dan kebersamaan. Kultur bangsa ini telah dikenal dunia sebagai bangsa yang ramah, murah senyum.

Hal ini diakui oleh orang-orang luar negeri namun kita tidak menjadi ramah dengan tetangga sendiri, teman sejawat, dengan bangsa sendiri. Bangsa kita Indonesia memiliki ragam kebudayaan, ragam agama dan kepercayaan namun saat ini ada kelompok yang menanamkan kebencian untuk tidak menghargai perbedaan.

Hal ini menjadi refleksi bagi kita semua, keragaman dan kemajemukan telah lama ada dan berkembang di bumi Indonesia, lalu kita dihadapkan pada pemaksaaan untuk menihilkan kebudayaan, menihilkan tradisi, menihilkan kebhinekaan. Ini menjadi tugas kita semua dengan momentum hari dan bulan pahlawan ini kita melihat kembali dan menghargai jasa para pahlawan founding fathers termasuk ulama di dalamnya, kita yang telah berupaya mencari jalan tengah sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, UUD 1945 sebagai pegangan dan pedoman hidup berbangsa dan bernegara.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menghargai ahlul Badr (Pahlawan perang Badar) yang 'meskipun' melakukan kesalahan yang fatal. Kita tentu mengingat kisah Hathib Bin Abi Baltaah, Sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.

Ia melakukan kesalahan yang fatal karena membocorkan rahasia 'negara' tentang rencana penundukan Kota Makkah oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam maka Hathib menulis surat kepada Abu Sufyan tentang rencana tersebut, setelah rasul mendapatkan berita dari 'langit' maka diutuslah Sayyidina Ali untuk mencegat wanita yang membawa surat tersebut.

Sahabat Umar bin Al-Khattab adalah sahabat nabi yang siap memenggal kepada Hathib karena 'pengkhianatannya'. Namun, saat Hathib menjelaskan sebab kelakuannya karena keluarganya yang masih ada di Kota Makkah, kemudian rasul memaafkan Hathib karena Hathib adalah Sahabat yang ikut berperang dalam Gozwatu Badrin, sehingga sebagai pahlawan Badar, mendapatkan keistimewaan dari Allah subhanahu wata'ala, dalam hadits disebutkan:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ عَبْدًا لِحَاطِبٍ جَاءَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَشْكُو حَاطِبًا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيَدْخُلَنَّ حَاطِبٌ النَّارَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَبْتَ لَا يَدْخُلُهَا فَإِنَّهُ شَهِدَ بَدْرًا وَالْحُدَيْبِيَةَ

Artinya: "Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id]; Telah menceritakan kepada kami [Laits]; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Rumh]; Telah mengabarkan kepada kami [Al Laits] dari [Abu Az Zubair] dari [Jabir] bahwa bahwa seorang budak Hathib datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengadukan tentang pribadi Hathib seraya berkata; "Ya Rasulullah, Sungguh Hathib pasti akan masuk Neraka." Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Kamu telah berdusta, dia tidak akan masuk ke neraka, karena dia pernah ikut serta dalam perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.'" (HR Muslim)

Dari kisah di atas kita dapat mengambil hikmah dari seseorang yang sudah melakukan kesalahan yang fatal saja, mendapat ampunan Allah dan maaf dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, karena telah berjuang dalam perang Badar, kita pun harus memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, para pejuang yang telah bertaruh nyawa, demi kemerdekaan ataupun demi mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, berdoa untuk mereka, dan melanjutkan pembangunan negeri ini, dan menjaga setiap jengkal tanahnya dari ancaman musuh negara.

Semoga Allah SWT memberi mereka tempat terbaik di surga dan memberikan kekuatan kepada pemimpin bangsa dan seluruh rakyatnya untuk dapat mengisi kemerdekaan dalam berbagai aspek, sesuai dengan bidang dan lapangan perjuangannya masing-masing, dan kita menjadi pahlawan-pahlawan abad ini yang juga akan mendapatkan kemuliaan yang serupa dengan para pejuang dan pahlawan bangsa ini. Aamiin.




(rah/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads