Seseorang yang menerima pujian itu terasa nikmat di hati, hal ini sangat manusiawi. Kadang sebagian orang berharap pujian dengan melakukan sesuatu. Pujian bisa datang karena jabatan, harta, kepandaian, sikap kedermawanan dan lain sebagainya. Namun ingatlah pujian itu tidak akan membawa perubahan pada dirimu (tidak menambah manfaat).
Jadi perintah Rasulullah SAW. untuk menaburkan debu di wajah orang yang memberikan pujian kepada kita merupakan petunjuk bahwa kita tidak boleh merasa senang dengan pujian dari orang lain, sekaligus hal ini dipercaya merupakan larangan memberikan pujian kepada orang lain di hadapannya. Ingatlah bahwa Al-hamdu artinya pujian, karena kebaikan yang diberikan oleh yang dipuji, atau karena suatu sifat keutamaan yang dimilikinya. Semua nikmat yang telah dirasakan dan didapat di alam ini dari Allah SWT. sebab Dialah yang menjadi sumber bagi semua nikmat.
Mari kita simak senandung syair ini:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tiadalah perlu perhatikan pujian manusia akan ketaatannya, kebaikannya, kesuksesannya.
Juga tiada perlu perhatikan celaan mereka atas kemaksiatannya kepada Tuhan.
Kosongkan hati dari semua itu.
Jadikan orang yang tahu tentang dirinya sama seperti orang yang tidak tahu tentang dirinya.
Pujian berasa manis dan celaan berasa pahit. Jadikan keduanya hingga tiada berasa sama sekali.
Sebagian kalangan berharap pujian, dengan hartanya, jabatannya dan lainnya. Kesenangan hati itu palsu karena fana dan atas kehendak-Nya ia bisa dihinakan.
Pujian dan celaan manusia, tidak bisa menjadikan manfaat dan mudharat bagi seseorang. Jadi tak hiraukan keduanya itu lebih cerdas.
Baca juga: Pemimpin Tidak Boleh Lalai |
Jelas bahwa sebaiknya sikap orang beriman adalah tidaklah perlu memperhatikan pujian manusia atas ketaatannya (kesuksesannya), juga tidak perlu memperhatikan celaan mereka atas kemaksiatannya kepada Tuhan. Oleh sebab itu, dengan mengosongkan diri dari pujian orang yang mengenalnya dan mengosongkan diri dari ketidaksukaan atas celaan mereka merupakan sikap taat pada perintah Rasul-Nya.
Apa yang harus kita ucapkan saat seseorang memuji kita ? Maka katakan, "Alhamdulillah alladzi azharal jamila wa sataral qabiha. Artinya: Segala puji bagi Allah SWT, Dzat yang menampakkan kebagusan dan menutup kejelekan." Saat kita memuji seseorang dengan berucap, "Masya Allah," artinya adalah "Inilah yang dikehendaki Allah SWT," dan tujuan pengucapannya adalah untuk memuji kebesaran atas ciptaan Allah SWT. Sedangkan arti tabarakallah lebih kepada ungkapan kekaguman yang merujuk pada makhluk ciptaan-Nya.
Dalam Islam diperbolehkan seorang muslim memberikan sebuah pujian kepada orang lain. Memberikan pujian dapat dikatakan sebagai hal baik, jika pujian tersebut memang ditujukan dalam memuji kebaikan orang lain, yang memang ada pada dirinya.
Namun jika memberikan pujian yang tidak benar-benar diperbuat, maka hal inilah yang dilarang. Seperti firman Allah SWT dalam surah ali-Imran ayat 188 yang artinya, "Janganlah sekali-kali kamu, menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan, janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih."
Maka hindarilah perilaku sombong menurut islam, yang diakibatkan oleh pujian secara berlebihan akan menjadikan seseorang takabur dan menghilangkan amalan saleh. Sebagian orang bersikap seperti ini, dan adakalanya justru ia menampakkan kesombongannya dengan berpamer pada harta maupun jabatannya.
Kecongkakan karena merasa mempunyai jabatan tinggi itu menjadikan ia memandang rendah koleganya. Ia lupa seakan makamnya itu kekal abadi, padahal fana yang setiap desahan nafas bisa dirubah oleh Sang Pencipta. Ujian paling berat dalam hal pujian ini ada pada golongan orang berharta dan orang berkedudukan tinggi. Oleh karena itu jika engkau dicela (tidak perlu marah) dan dipuji (tidak perlu berbangga diri) itu sama saja, sebab pujian dan celaan tidak dapat mendatangkan kebaikan dan tidak dapat mendatangkan kerugian.
Ingatlah nasihat Imam Ghazali ada beberapa bahaya tentang pujian. Pertama, yang akan diterima orang yang memuji adalah kadang kala ia berlebihan dalam memuji hingga berujung pada dusta. Kedua, bisa jadi pujian itu mengandung riya. Ketiga, mungkin saja ia mengatakan apa yang belum ia pastikan, sampai-sampai berdusta, dan membersihkan orang yang tidak dibersihkan Allah SWT adalah bentuk kehancuran.
Baca juga: Hindari Polarisasi |
Keempat, bisa jadi ia membuat senang orang yang dipuji, padahal ia memuji orang yang zalim atau fasik. Sikap ini tidak diperbolehkan karena Allah SWT akan murka manakala orang fasik dipuji. Sedangkan dua bahaya bagi yang menerima pujian. Pertama, yaitu karena pujian itu akan melahirkan sikap ujub dan takabur. Keduanya adalah sikap yang merusak.
Kedua, jika ia dipuji dengan kebaikan, ia akan merasa senang, lalu terlena dan rida terhadap dirinya. Pada akhirnya, ia tak lagi giat dalam urusan akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah SAW. ketika mendengar seseorang dipuji, "Engkau telah memenggal leher kawanmu."
Untuk itu hindarilah wahai para pemimpin muslim, puja-puji dalam agenda-agenda kegiatan maupun rapat-rapat kedinasan kecuali pujian yang diajarkan Islam. Semoga Allah SWT. selalu memberikan hidayah bagi kita semua khususnya para pemimpin agar terhindar dari bahaya pujian.
----------
*) Aunur Rofiq
Ketua DPP PPP periode 2020-2025
Ketua Dewan Pembina HIPSI (Himpunan Pengusaha Santri Indonesia)
Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggungjawab penulis. (Terima kasih - Redaksi)
(rah/rah)
Komentar Terbanyak
Saudi, Qatar dan Mesir Serukan agar Hamas Melucuti Senjata untuk Akhiri Perang Gaza
Dari New York, 15 Negara Barat Siap Akui Negara Palestina
Mengoplos Beras Termasuk Dosa Besar & Harta Haram, Begini Penjelasan MUI