Masjid Agung Demak Jadi Salah Satu Warisan Wali Songo, Seperti Apa Sejarahnya?

Masjid Agung Demak Jadi Salah Satu Warisan Wali Songo, Seperti Apa Sejarahnya?

ch - detikHikmah
Minggu, 20 Nov 2022 17:28 WIB
Masjid Agung Demak
Sejarah Masjid Agung Demak. Foto: Masjid Agung Demak (Wikha Setiawan/detikcom)
Jakarta -

Mengenai sejarah tentang Masjid Agung Demak dilansir dalam laman Dinas Pariwisata Kabupaten Demak, pada abad ke-15 Masehi, Raden Patah dari kerajaan Demak membangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh para Wali Songo. Masjid Agung Demak berlokasi di Kampung Kauman, kelurahan Bintoro, kabupaten Demak, Jawa Tengah.

Apabila dilihat dari sisi arsitektur, Masjid Agung Demak merupakan bentuk dari perpaduan kebudayaan Hindu dan Islam. Selain itu, Masjid Agung Demak juga menjadi simbol arsitektur tradisional Indonesia yang khas dan memiliki banyak makna dari sisi bangunannya.

Atap Masjid Agung Demak berbentuk limas yang bersusun tiga, hal tersebut menggambarkan akidah Islam, yaitu iman, Islam, dan ihsan. Kemudian, di dalam masjid tersebut memiliki empat tiang utama disebut dengan Saka Tatal/Saka Guru. Setelah itu Masjid Agung Demak memiliki lima pintu yang melambangkan rukun Islam. Lalu, masjid tersebut memiliki jumlah enam jendela yang melambangkan rukun iman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melansir Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menurut Babad Tanah Jawi dan babad Demak, dijelaskan bahwa para Wali Songo memiliki peranannya masing-masing dalam pembangunan Masjid Agung Demak. Seperti, Sunan Kalijaga bertugas sebagai arsitek, membetulkan mihrab, dan arah kiblat sekaligus membuat Saka Guru bagian timur laut.

Kemudian, Sunan Bonang membuat saka guru bagian barat laut, dan Sunan Gunung Jati membuat saka guru bagian baratdaya. Lalu, Sunan Ampel membuat saka guru bagian tenggara dari Masjid Agung Demak.

ADVERTISEMENT

Dibangunnya Masjid Agung Demak dengan mencampurkan kebudayaan Islam dan Hindu agar masyarakat pada saat itu dapat menerima simbol keagamaan yang baru dengan tidak merubah suatu hal yang sudah ada sebelumnya, sehingga Islam dapat diterima oleh masyarakat dalam jangkauan yang luas.

Penyebaran Islam pada saat itu juga menggunakan pendekatan dengan unsur budaya. Misalnya, Sunan Kalijaga menyebarkan Islam dengan media wayang dan Sunan Bonang menyebarkan Islam dengan gamelan. Dengan disisipi nilai Islam dalam pendekatan kepada masyarakat, maka perlahan masyarakat mulai mengenal Islam.




(lus/lus)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads