×
Ad

Rerata Nilai TKA Bahasa Inggris dan Matematika Jeblok, Ini Penyebabnya

Cicin Yulianti - detikEdu
Senin, 22 Des 2025 18:30 WIB
Foto: Cicin Yulianti/detikEdu/Kepala Pusat Asesmen Pendidikan (Pusaspendik), Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Rahmawati
Jakarta -

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mengumumkan rekapitulasi hasil Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025. Data menunjukkan, bahasa Inggris menjadi mata pelajaran yang rerata nilainya paling rendah.

Adapun mata pelajaran wajib TKA terdiri dari bahasa Indonesia, matematika, dan bahasa Inggris. Bahasa Inggris menjadi mapel wajib dengan rerata nilai paling jeblok dibandingkan matematika dan bahasa Indonesia.

Dalam data capaian nasional, rerata nilai bahasa Inggris wajib hanya 24,93 dari 3.509.688 siswa. Kemudian, rerata nilai matematika wajib 36,10 dari 3.489.148 siswa, dan rerata bahasa Indonesia 55,38 dari 3.477.893 siswa.

Begitu juga dalam rerata nilai TKA berdasarkan jenjang SMA atau SMK. Untuk TKA di jenjang SMA nilai rerata TKA bahasa Indonesia (57,39), matematika (37,23), dan bahasa Inggris (26,71). Kemudian untuk jenjang SMK nilai rerata TKA bahasa Indonesia (53,62), matematika (34,74), dan bahasa Inggris (22,55).

Penyebab Nilai Bahasa Inggris TKA Terjeblok

Kepala Pusat Asesmen Pendidikan (Pusaspendik), Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Rahmawati mengungkap sederet penyebab jebloknya nilai bahasa Inggris.

"Bahasa Inggris ini dalam bentuk teks yang sifatnya naratif dan deskriptif dengan jumlah paragraf sekitar 4 sampai 5, anak-anak kita ini biasanya akan sukses menjawab ketika itu keluar di paragraf pertama gitu ya," kata Rahmawati dalam dalam Taklimat Media Laporan Pelaksanaan TKA Jenjang SMA 2025 dan Persiapan TKA Jenjang SD & SMP 2026 di Gedung A Kemendikdasmen, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat pada Senin (22/12/2025).

Namun, kendala siswa muncul saat soal sudah bersifat inferensial. Menurut Rahmawati, siswa masih belum mampu membuat kesimpulan.

"Di mana tidak bisa ditemukan hanya di salah satu paragraf, harus membaca tuntas dari paragraf 1 sampai 4 atau 5, di sinilah kami menemukan tingkat kesukaran soal langsung menjadi lebih sukar gitu," tambahnya.

Rahmawati juga menemukan banyak siswa yang kesulitan dalam memastikan validnya sebuah informasi dalam soal. Menurutnya, hal tersebut disebabkan bahasa pengantarnya bahasa Inggris.

"Termasuk pada wacana yang sifatnya non-teks ya yang sifatnya infografis, ada gambar-gambar, ada tips and trick ini ternyata juga kesulitan ketika sudah pada level inferensial merefleksi dan juga melakukan evaluasi. Itu untuk Bahasa Inggris," katanya.

Konten Sederhana, tapi Nilai Matematika Tetap Jeblok

Rahmawati juga menyampaikan masalah-masalah yang ditemui dalam soal matematika. Menurutnya, soal matematika sebenarnya memiliki konten sederhana tetapi cara bertanyanya jarang ditemui di sekolah.

"Misalnya kalau tentang data dan peluang, biasanya kita langsung ini ada 5 data berapakah rata-ratanya? Seperti itu. Tetapi kemarin ada salah satu butir soal yang memang divariasikan lintas zona dan sesi itu ada lima data semuanya bilangan cacah dengan jumlah total data itu kalau dijumlahkan 30 jadi itu seperti hitungan anak SD sebenarnya ya 5 data 30 rata-ratanya 6," beber Rahmawati.

"Tapi pertanyaannya bukan seperti itu, pertanyaannya adalah kalau dua data itu kosong kemudian ada syarat dan ketentuan yang berlaku, misalnya produksinya minimal berapa setiap harinya, setiap hari memproduksinya tidak pernah sama, ternyata anak-anak kita mungkin tidak terbiasa mengkaitkan data yang tertera di tabel dengan syarat dan ketentuan yang berlaku secara pointer naratif," sambungnya.

Dari sana, Rahmawati melihat siswa memiliki kendala dalam mengkaitkan antara data dengan ketentuan. Di mana ketentuannya tersebut sebenarnya berupa kalimat-kalimat sederhana.



Simak Video "Video: Bahasa Inggris OTW Jadi Mapel Wajib, Pelatihan Gurunya Dimulai 2026"

(cyu/faz)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork