Keracunan Menimpa Ribuan Anak-anak, Program MBG Perlu Dihentikan?

ADVERTISEMENT

Keracunan Menimpa Ribuan Anak-anak, Program MBG Perlu Dihentikan?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Kamis, 02 Okt 2025 19:00 WIB
Siswa korban keracunan makan bergizi gratis (MBG) menjallani perawatan di ruang UKS SMP Negeri 3 Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (1/10/2025). Dinas Kesehatan Kota Banjar mengevakuasi siswa yang diduga keracunan MBG untuk dilakukan penangan dan perawatan di rumah sakit RSU Banjar Patroman, RSUD Banjar, dan Mitra Idaman. ANTARA FOTO/Adeng Bustomi
Foto: ANTARA FOTO/ADENG BUSTOMI/Siswa korban keracunan makan bergizi gratis (MBG) menjallani perawatan di ruang UKS SMP Negeri 3 Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (1/10/2025).
Jakarta -

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Herlambang P Wiratraman menyoroti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi prioritas pemerintah. Ia mengatakan, program MBG banyak melanggar prinsip sejak awal.

"MBG secara desain dari awal itu memang sudah banyak yang dilanggar secara prinsip. (Termasuk) prinsip bagaimana memprioritaskan dari pengalokasian anggaran, yang justru mengingkari prinsip-prinsip hak asasi manusia. (Ini) terkait dengan tanggung jawab negara untuk memastikan hak atas pendidikan dan hak atas kesehatan itu (seharusnya) dijalankan," katanya kepada detikEdu, Kamis (2/10/2025).

Herlambang menyebut, program MBG sejak awal tidak dilihat dari segi prioritas targetnya. Akhirnya, terjadi upaya pemaksaan proyek ke sekolah-sekolah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Proses untuk memprogramkan MBG itu tidak dilihat target prioritasnya. Yang terjadi justru upaya memaksakan proyek ini ke sekolah-sekolah tanpa melihat, misalnya daya kreativitas ataupun upaya pengembangan kualitas gizi, yang sebenarnya sudah dikembangkan di sekolah-sekolah," imbuh Herlambang.

Kesalahan ini, lanjutnya, diikuti dengan kesalahan-kesalahan lain. Termasuk yang paling menjadi sorotan yaitu tragedi keracunan yang terus terjadi dari menu makanan yang dilabeli bergizi.

ADVERTISEMENT

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) melaporkan lebih dari 8.600 anak menjadi korban keracunan. Bahkan per September 2025, laporan keracunan dari menu MBG terus bertambah.

Ada Kesalahan Sistem dalam Program MBG

Di tengah kasus keracunan yang banyak menimpa anak-anak sekolah di berbagai daerah, Presiden Prabowo Subianto mengapresiasi realisasi MBG yang telah mencapai 30 juta penerima. Prabowo mengakui bahwa ada kekurangan dan penyimpangan sistemik dalam realisasi MBG.

"Saudara-saudara sekalian, kita mengerti 30 juta suatu prestasi tetapi ingat sasaran kita masih jauh, sasaran kita adalah 82 juta penerima manfaat. 30 juta kita boleh bangga, tetapi saya sebagai presiden masih-masih sangat sedih karena masih 50 juta anak-anak dan ibu hamil yang menunggu," katanya saat pidato di puncak acara Munas VI PKS di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Senin (29/9/2025).

Dalam pernyataannya, Prabowo menyinggung banyak kekurangan dan kesulitan realisasi program MBG. Menurutnya, harus ada keberanian untuk memperbaiki sistem yang keliru demi menyelamatkan sekian ratus juta rakyat.

Prabowo menyebut, persentase kesalahan MBG sebesar 0,00017% dari total yang telah direalisasikan.

"30 juta anak-anak dan ibu-ibu hamil tiap hari menerima makanan. Bahwa ada kekurangan, iya. Ada keracunan makanan, iya. Kita hitung, dari semua makanan yang keluar penyimpangan atau kekurangan atau kesalahan itu adalah 0,00017%," ungkapnya.

Namun, pernyataan presiden menuai polemik. Herlambang mengatakan, angka 0,00017 persen sudah terbantahkan dan keliru.

Ia, bahkan menyinggung bahwa pemerintah tidak melakukan permohonan maaf, atas kekeliruan yang terjadi.

"Memang semuanya seakan-akan tidak ada masalah, persentase dibikin kecil gitu ya, karena sudah terbantahkan bahwa 0,00017 (persen) itu sudah keliru, tidak ada permohonan maaf," ujar dosen lulusan Universitas Airlangga tersebut.

Di sisi lain, ia menyoroti bahwa selama ini, kesalahan sering dialamatkan ke Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Mulai dari tidak sesuai SOP dan akan diperbaiki, hingga akan ada revisi.

"Dan itu selalu berulang sejak keracunan di awal-awal MBG sampai sekarang, nadanya itu (terus) tidak berubah. Selalu mencoba mengalihkan pertanggungjawaban ke persoalan teknis di lapangan. Padahal ini sudah terjadi di mana-mana di berbagai daerah, dan itu jelas sistemik. Dan karena sistemik maka tanggung jawab itu ada di BGN (Badan Gizi Nasional) sebenarnya. Karena kontrol gizinya di sana," lanjut Herlambang.

Lempar Tanggung Jawab hingga Tidak Kompeten

Herlambang mengatakan, BGN selama ini belum menunjukkan tanggung jawabnya. Sebaliknya, BGN dinilai tidak mengevaluasi diri dan justru mengecilkan makna keracunan.

"Tidak ada proses hukum yang bekerja untuk memastikan pertanggungjawaban itu. Dan rasa-rasanya saya melihat bahwa memang tidak ada tanggung jawab nih BGN, terkait dengan bagaimana memastikan kualitas gizi itu (harus) terjadi," tegasnya.

Dia berpendapat, dalam situasi seperti sekarang, MBG perlu dihentikan. Terlebih, sudah membahayakan kesehatan ribuan anak-anak.

"Ini sudah proyek yang sangat membahayakan anak-anak, terlebih juga menguras anggaran finansial yang begitu besar, penuh dengan konflik kepentingan, potensi dikorupsi, dan penerimaan warga juga tidak besar," tambahnya.

Menurutnya, banyak warga ingin anggaran itu digunakan untuk pendidikan atau kesehatan, daripada MBG. Apalagi sasaran MBG banyak yang tidak tepat.

"MBG ini terbukti, yang tersasar (sampai) keracunan itu juga tidak prioritas (penerima) ya. Termasuk orang-orang yang cukup punya kemampuan untuk menyediakan makan. Misalnya, cucu Mahfud MD itu kena keracunan di Jogja. Ini contoh bahwa tidak ada pertanggungjawaban dari pejabat MBG," tuturnya.

"Bisa jadi karena memang proyek ini yang sudah penuh konflik kepentingan dan tidak kompeten untuk mengurus. Sebaiknya mundur saja dari BGN, mereka yang merasa tanggung jawab, seharusnya itu direfleksikan dengan posisinya yang harus mundur," pungkasnya.




(faz/pal)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads