JPPI Desak Investigasi Kasus Kematian Siswa SMK di Tengah Tragedi MBG

ADVERTISEMENT

JPPI Desak Investigasi Kasus Kematian Siswa SMK di Tengah Tragedi MBG

Cicin Yulianti - detikEdu
Kamis, 02 Okt 2025 12:00 WIB
SD Juwet Kecamatan Porong saat menikmati porsi MBG
Potret MBG. Foto: Suparno/detikJatim
Jakarta -

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan duka cita atas meninggalnya siswa SMKN 1 Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat, pada (30/9/2025) lalu. Kasus ini terjadi di tengah keracunan massal program Makan Bergizi Gratis (MBG) di wilayah tersebut.

Plt Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bandung Barat, Lia Nurliana Sukandar telah menyatakan kematian siswa tersebut bukan karena keracunan MBG.

"Bukan, bukan. Enggak ada kaitannya dengan itu (MBG)," kata Lia saat dikonfimasi detikJabar, Rabu (1/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Begitu juga pihak Kepala Puskemas Cihampelas, Edah Jubaidah mengatakan kondisi siswa tersebut awalnya masih kuat. Akan tetapi, mendadak drop disertai mual.

"Senin masih sekolah, pulang sekolah itu baru mengeluh mual. Ngedrop sampai Selasa, sementara keluarga mengira masuk angin biasa. Sekitar jam 1 siang dibawa ke bidan lalu dirujuk ke RSUD Cililin. Ternyata enggak lama dari situ meninggal," kata Edah.

ADVERTISEMENT

Investigasi Perlu untuk Menepis Simpang Siur

JPPI menilai ada langkah lain yang perlu dilakukan. Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji menyampaikan perlunya investigasi menyeluruh, transparan, dan independen terhadap MBG agar publik tidak terjebak dalam narasi yang menutupi fakta.

"Kasus ini harus diinvestigasi secara transparan dan melibatkan publik. Hingga kini kabar simpang-siur beredar di masyarakat terkait kasus ini," tegas Ubaid dalam keterangannya, Kamis (2/10/2025).

Ubaid menegaskan investigasi ini bertujuan baik bagi program MBG. Meski siswa meninggal bukan disebabkan MGB, tetapi kabar yang kini telah meluas akan mengakibatkan masyarakat mengaitkannya dengan MBG.

"Jika tidak ada tim independent yang melakukan investigasi, dikhawatirkan berpotensi melahirkan spekulasi liar sekaligus melemahkan kepercayaan publik terhadap program MBG," ujar Ubaid.

3 Alasan Kasus Kematian Bisa Dikaitkan dengan MBG

Tak cuma mendesak investasi, JPPI juga telah mencatat tiga alasan mengapa banyak masyarakat yang akan berpikir bahwa meninggalnya siswa tersebut terkait dengan MBG. Pertama adalah korelasi waktu.

Menurut Ubaid, jarak waktu waktu keracunan MBG dengan meninggalnya siswa tersebut berdekatan. Kasus keracunan massal terjadi pada 24 September 2025.

"Fakta ini menimbulkan dugaan kuat adanya kaitan, meskipun gejala muncul beberapa hari kemudian," kata JPPI.

Kedua adalah gejala klinis yang serupa. Korban dilaporkan mengalami muntah, kejang, hingga mulut berbusa. Gejala tersebut sama seperti gejala ratusan siswa lain yang terdampak keracunan MBG.

Ketiga, korban-korban yang keracunan massal sebelumnya mengalami kambuh. Puluhan siswa dilaporkan kembali mengalami gejala pada 27-29 September 2025.

"Hal ini memperkuat indikasi adanya sumber racun yang belum tuntas diurai," kata JPPI.

Investigasi Perlu Libatkan Ahli Forensik-Warga Sipil

Dalam melakukan investigasi, Ubaid berpendapat harus lewat tim independen yang terdiri dari ahli forensik, lembaga kesehatan, dan masyarakat sipil.

"Presiden Prabowo Subianto diminta tidak lagi meremehkan kasus MBG sebagai sekadar "persentase kecil", karena ini menyangkut nyawa anak bahkan kini sudah ada dugaan korban jiwa," tegas Ubaid.

Menurutnya, jika kasus meninggal siswa tersebut terbukti karena MBG, maka Presiden Prabowo harus bertanggung jawab dengan menutup semua SPPG.

"Kematian seorang siswa di tengah tragedi keracunan MBG adalah alarm keras bagi bangsa ini. Jangan buru-buru menyatakan 'bukan karena MBG' sebelum ada bukti ilmiah yang transparan. Publik berhak tahu kebenarannya, Presiden dan BGN wajib bertanggung jawab penuh," pungkas Ubaid.




(cyu/nah)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads