P2G: Bisa Beri Insentif untuk Guru PJ MBG, Kenapa Pemerintah Sulit Menggaji Honorer?

ADVERTISEMENT

P2G: Bisa Beri Insentif untuk Guru PJ MBG, Kenapa Pemerintah Sulit Menggaji Honorer?

Fahri Zulfikar - detikEdu
Rabu, 01 Okt 2025 19:00 WIB
Kisah perjuangan Pak Ribut, guru honorer Lumajang.
Foto: Nur HadiΒ Wicaksono/detikJatim/Pak Ribut, guru honorer di Lumajang.
Jakarta -

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyoroti surat edaran Badan Gizi Nasional (BGN) yang menjadikan guru sebagai penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah. Ketentuan ini dikatakan hanya akan menambah beban kerja guru.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, mengatakan bahwa mengelola MBG bukan kerja guru yang diatur Undang-Undang (UU). Dalam pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebut Beban Kerja Guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan seperti menjadi wakil kepala sekolah, koordinator kokurikuler, dan kepala laboratorium.

"Sebelum ada MBG, beban kerja guru justru sudah banyak. Dengan memberikan tugas tambahan yaitu sebagai penanggung jawab MBG, tentu ini akan keluar dari rel utama kewajiban guru," kata Iman dalam keterangan yang diterima Rabu (1/10/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Iman menyebut, aturan ini termasuk bentuk lepas tangan BGN terhadap kasus-kasus keracunan MBG yang akhir-akhir ini makin marak terjadi.

"Menurut kami dengan terbitnya SE ini patut diduga BGN mencoba lepas tangan dari tanggung jawab terhadap fenomena keracunan MBG di sekolah," kata Iman.

ADVERTISEMENT

Guru Dapat Insentif Rp 100 Ribu, Dibayar per 10 Hari

Dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pemberian Insentif Bagi Guru Penanggung Jawab Program Makan Bergizi Gratis di Sekolah Penerima Manfaat, guru yang menjadi penanggung jawab (pj) MBG akan mendapat insentif sebesar Rp 100 ribu. Insentif dicairkan setiap 10 hari sekali

Iman turut mempertanyakan tentang aturan insentif bagi guru penanggung jawab MBG di sekolah. Menurutnya, insentif Rp 100 ribu yang diberikan BGN tidak sebanding dengan tanggung jawab keracunan siswa yang seharusnya bisa dicegah.

Ia khawatir, guru akan disalahkan jika terjadi keracunan karena berstatus penanggung jawab. Di sisi lain, ia merasa miris karena BGN bisa memberi insentif kepada guru hanya untuk MBG, tetapi sulit menggaji honorer.

"Jika BGN bisa memberikan insentif 100 ribu perhari untuk guru penanggungjawab MBG, bukankah mudah saja bagi pemerintah jika menggaji guru honorer sebulan 3 juta rupiah? Kenapa malah sulit menambah gizi gurunya?" ungkap Iman.

Saat ini Posko Pengaduan P2G menerima 518 guru honorer yang 97 persen belum menerima program bantuan insentif sebesar Rp 300 ribu per bulan atau 10 ribu perhari yang dijanjikan Presiden Prabowo Subianto. Menurut Iman sangat aneh jika Rp 300 ribu perbulan sulit dicairkan untuk guru honorer tapi 100 ribu per hari bisa dilaksanakan secepat kilat oleh BGN.

Moratorium dan Evaluasi untuk MBG

Sejak Mei 2025, P2G sudah memberikan saran agar MBG dimoratorium dan dievaluasi atau dihentikan sementara, mengingat kasus keracunan terus terjadi. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi apa saja yang perlu diperbaiki, dari sisi regulasi, keamanan dan kebersihan, kelayakan vendor, kendala teknis, dan risiko-risikonya.

Termasuk target MBG, Iman mengatakan perlu dikaji lagi. Sebab, program MBG kurang tepat jika sasarannya adalah seluruh murid di Indonesia.

"Kalau sekolah yang gizi muridnya sudah sangat baik, mereka diberikan MBG, jangan-jangan bukannya meningkat, gizinya malah menurun. Sebab mereka sudah makan bergizi sebelum program MBG ada, dengan harga jauh di atas porsi MBG," ungkap Iman.

Kepala Bidang Litbang P2G, Feriyansyah, menambahkan, MBG seharusnya selektif kepada yang membutuhkan saja berbasis data tentunya. Misalnya untuk sekolah daerah 3T atau daerah rawan kekurangan gizi.

Menurutnya, mereka yang ada di daerah minim akses yang paling membutuhkan program semacam MBG.

"MBG harus tepat sasaran, selektif ke sekolah yang latar belakang orang tuanya ekonomi lemah," tuturnya.




(faz/nwk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads