Badan Gizi Nasional (BGN) akan menjadikan guru sebagai penanggung jawab program Makan Bergizi Gratis (MBG). Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor 5 Tahun 2025 tentang Pemberian Insentif bagi Guru Penanggung Jawab Program MBG di Sekolah Penerima Manfaat.
Guru yang menjadi penanggung jawab MBG akan mendapat insentif sebesar Rp 100 ribu, yang dicairkan setiap 10 hari sekali. Ketentuan ini menuai sorotan dari Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G).
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menolak guru dijadikan penanggung jawab MBG. Menurutnya, ketentuan tersebut bentuk lepas tangan BGN terhadap kasus-kasus keracunan MBG yang akhir-akhir ini makin marak terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menurut kami dengan terbitnya SE ini patut diduga BGN mencoba lepas tangan dari tanggung jawab terhadap fenomena keracunan MBG di sekolah," ujar Iman melalui keterangan tertulis yang diterima Rabu (1/10/2025).
Guru yang Dilibatkan MBG Akan Mengganggu Proses Belajar Mengajar
Iman menegaskan bahwa tugas guru adalah mengajar bukan mempertaruhkan kesehatan dan keselamatan kerja. Terlebih dalam tanggung jawab MBG, guru ditugaskan mencicipi menu makanan dan mengawasi pendistribusiannya. Parahnya, jika ada wadah hilang, sekolah justru harus mengganti.
"Bayangkan, pertama MBG datang, guru harus menalikan ulang agar bisa diangkut ke tiap kelas, kemudian guru-guru harus mencicipinya terlebih dahulu, mengawasi agar langsung dimakan murid, dan membereskannya kembali. Jika wadahnya hilang, sekolah justru harus mengganti," ungkap Iman.
BGN yang memberi tanggung jawab ke guru, akan menambah beban kerja sebagai pengajar. Ini bertentangan dengan UU guru dan dosen.
Dalam pasal 35 UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebut Beban Kerja Guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan seperti menjadi wakil kepala sekolah, koordinator kokurikuler, dan kepala laboratorium.
"Sebelum ada MBG, beban kerja guru justru sudah banyak," ungkap Iman.
Pemerintah Perlu Mempertimbangkan Anggaran MBG
P2G menyebut pemerintah perlu mempertimbangkan kembali program MBG yang menggunakan anggaran pendidikan. Terlebih, anggaran pendidikan yang diambil untuk MBG sangat besar.
"Kami menolak MBG ketika menggunakan anggaran pendidikan. Apalagi dengan diambilnya anggaran pendidikan untuk MBG, sebenarnya anggaran pendidikan tahun 2025 justru menurun, hanya 534 Triliun, lebih rendah dari Anggaran Pendidikan 2023, 612 Triliun. Sejatinya, 20% APBN untuk pendidikan tidak tercapai gara-gara MBG, dan ini berpotensi inkonstitusional," papar Kabid Litbang P2G, Feriyansyah.
P2G berharap pemerintah melakukan moratorium, evaluasi, menghentikan sementara lalu memperbaiki tata kelola MBG sehingga tepat sasaran dengan prinsip selektif. Kemudian mencabut peraturan yang menjadikan MBG sebagai tugas, kewajiban dan tanggung jawab guru.
(faz/nah)