Guru honorer R4 adalah guru nonaparatur sipil negara (non-ASN) yang belum atau tidak terdata dalam database (pangkalan data) resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN) meskipun dapat terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Redissa mengatakan, ia dan rekan-rekan masih belum masuk database hingga bertahun-tahun sehingga berdampak pada karier dan kesejahteraan. Sebab, mereka tidak masuk kelompok prioritas 1-3 seleksi PPPK guru.
Diketahui, guru honorer prioritas pertama pada seleksi PPPK guru 2024 yakni pelamar yang memenuhi nilai ambang batas seleksi PPPK guru 2021 tetapi belum mendapat penempatan.
Prioritas kedua yakni guru eks tenaga honorer kategori (THK) 2 yang terdaftar di database eks THK 2 pada BKN dan masih mengajar di instansi pemerintah.
Prioritas ketiga yakni guru non-ASN yang terdaftar dalam database non-ASN BKN dan masih aktif mengajar di instansi pemerintah.
Sedangkan prioritas keempat diperuntukkan bagi guru non-ASN di sekolah negeri yang aktif mengajar minimal 2 tahun berturut-turut.
"Kami di sini sudah 7 tahun mengabdi dan teman saya ada yang 11 tahun mengabdi. Dan di seluruh Indonesia pun masalahnya seperti itu. Tapi kami terhalang untuk masuk ke database. Kami mohon, Bu karena sebelumnya regulasi untuk R2, R3, itu bakalan mendapat NIP, sedangkan kami yang R4 itu terbengkalai," ucapnya.
"Sedangkan dengan ada undang-undang bahwasanya honorer harus diselesaikan pada tahun 2025. Jikalau kami ini, R4, disia-siakan, bagaimana pengabdian kami selama ini," ucapnya.
Beban Kerja Tak Sesuai Honor
Menangis, Redissa menjelaskan guru honorer murni memperoleh gaji Rp 30.000. Jika mendapat tugas 18 jam per bulan, maka ia mendapat gaji Rp 540.000 per bulan.
Sementara itu, ia mengatakan tak jarang guru honorer R4 juga diminta guru PNS untuk menyelesaikan tugas selain mengajar di luar kelas tanpa dibayar.
"Saya pembina OSIS di sekolah saya, tidak dibayar Bu, tapi saya ikhlas untuk membantu anak-anak," ucapnya.
"Mereka (guru PNS) kalau (ada kegiatan di luar kelas yang) bisa ditangani sama honorer, dia menyerahkan honorer. Padahal kalau secara kesejahteraan, Bu, kami tidak punya kesejahteraan sama sekali, Bu. Mohon pertimbangkan itu, Bu," ucapnya di hadapan anggota Komisi X DPR.
Redissa mengaku kecewa lantaran pengabdiannya tak cukup diakui daripada guru R3, yakni guru honorer yang terdata pada database BKN.
"Izinkan kami Bu untuk bisa diangkat menjadi PPPK boleh Bu asal kami punya kejelasan untuk karier kami," ucapnya.
Merespons masalah guru honorer yang tidak masuk database BKN, Wakil Ketua Komisi X DPR pada kesempatan yang sama menyatakan pihaknya mendorong pemerintah untuk menyelesaikan proses pengangkatan guru R4 menjadi guru ASN.
"Mendorong pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang secara khusus mengakomodasi dan menyelesaikan proses pengangkatan guru dengan kode R4 menjadi guru ASN," ucapnya.
Di samping itu, Komisi X DPR mendesak pemerintah untuk mempercepat transformasi tata kelola guru secara menyeluruh, mulai dari proses rekrutmen, pembinaan berkelanjutan, hingga kepastian hukum dalam satu kerangka regulasi setingkat undang-undang.
Esti menambahkan, Komisi X DPR juga mendorong pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang menjamin perlindungan hukum dan kepastian kerja bagi guru dan tenaga kependidikan non-ASN maupun ASN PPPK.
Dalam konteks ini, regulasi guru dan tendik honorer serta ASN PPPK ini juga mengatur status kepegawaian, hak atas jaminan sosial dan kesejahteraan, dan perlindungan dari pemutusan kontrak kerja yang tidak jelas.
Ia menambahkan, pihaknya juga mendorong penguatan skema ASN PPPK agar setara dengan PNS, terutama dalam hak pensiun, jenjang karier, dan perlindungan profesi.
(twu/nwk)