Hasna menjelaskan, permintaan ini lantaran timbul kekhawatiran bagi guru PPPK dalam hal kontrak kerja kendati sudah menjadi aparatur sipil negara (ASN) seperti guru PNS. Guru PPPK tidak punya payung hukum dan kepastian hukum untuk mendapatkan hak setelah pensiun.
Lebih lanjut, Hasna mengatakan guru PPPK tidak punya jenjang karier. Padahal, banyak guru PPPK sudah berkualifikasi S2 dan S3.
Sementara itu, PPPK juga terdiri dari PPPK paruh waktu dan PPPK penuh waktu.
Ia meminta pemerintah menyelesaikan persoalan nasib guru dan tenaga pendidikan agar tidak terkotak-kotakkan dari guru PNS, baik yang sudah menjadi ASN PPPK maupun yang berstatus honorer atau non-ASN.
"Cobalah pemerintah tolong kami, dan dari Komisi X ini menjembatani kami supaya kita tidak khawatir tentang bagaimana sistem kontrak ini," ucap Hasna pada Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi X DPR dengan IPN dan Pengurus Besar PGRI di Jakarta, Senin (14/7/2025), diakses dari kanal YouTube DPR RI, Selasa (15/7/2025).
Ia mencontohkan, status ASN PPPK salah satu guru di Donggala, Sulawesi Tengah tidak diperpanjang dengan alasan anggaran disetop.
"Anggaran daerah memang berbeda-beda, tapi kenapa kalau anggaran pendidikan tidak ada, tapi korupsi di daerah-daerah merajalela? Uang dari mana dia dapat itu untuk korupsi," ucap Hasna.
Merespons permintaan ini, Komisi X DPR menyatakan pihaknya mendorong pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang menjamin perlindungan hukum dan kepastian kerja bagi guru dan tenaga kependidikan non-ASN dan ASN PPPK.
Termasuk di antaranya yakni soal pengaturan status kepegawaian, hak atas jaminan sosial dan kesejahteraan, serta perlindungan dari pemutusan kontrak kerja yang tidak jelas.
Lebih lanjut, Komisi X DPR menyatakan mendorong penguatan skema ASN PPPK agar setara dengan PNS, terutama dalam hal hak pensiun, jenjang karier, dan perlindungan profesi.
Pihaknya juga menyatakan mendesak pemerintah mempercepat transformasi tata kelola guru secara menyeluruh, mulai dari proses rekrutmen, pembinaan berkelanjutan, sehingga kepastian hukum dalam satu kerangka regulasi setingkat UU.
Wakil Ketua Komisi X DPR MY Esti Wijayati mengatakan, pemerintah perlu segera melakukan analisis atau kajian lebih detail terkait kebutuhan tenaga pendidik yang dibutuhkan secara keseluruhan di Indonesia, berikut per jenjang, per mata pelajaran, dan per wilayah.
"Harus jelas karena di sinilah kita akan mengetahui berapa sebenarnya kebutuhan guru yang pemerintah memang harus andil secara total untuk kesejahteraannya. Termasuk untuk mengikuti apa yang menjadi harapan Bapak-Ibu, tidak lagi PPPK ataupun honorer," ucapnya.
Kajian ini menurutnya juga penting mengingat potensi regrouping, termasuk di kota padat, lantaran penurunan jumlah anak yang bersekolah.
"Tetapi penghargaan terhadap guru-guru yang sudah sekian tahun mengabdi tetapi belum dapat kejelasan itu juga akan kita masukkan sebagai kesimpulan rapat," ucapnya.
(twu/pal)