Masyarakat Indonesia ramai membahas soal pemangkasan anggaran di kementerian dan lembaga negara sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025. Total anggaran yang dipangkas senilai Rp 306,6 triliun.
Instruksi tersebut berdampak pada program-program yang telah disusun kementerian dan lembaga termasuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).
Apa Dampak Efisiensi Anggaran Kemendikdasmen-Kemendiktisaintek?
Menanggapi kebijakan pemangkasan ini, pakar ekonomi sekaligus dosen Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Fatkur Huda mengatakan pemangkasan anggaran ini tentunya punya dampak yang negatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dampak negatifnya akan luas, yakni terhadap pertumbuhan ekonomi," katanya dalam laman UM Surabaya, dilansir pada Jumat (14/2/25)
Kemudian, Fatkur menyoroti pemangkasan pada Kemendikdasmen dan Kemendiktisaintek. Kemendikdasmen mengalami pemangkasan sebesar Rp 7,27 triliun dari total anggaran Rp 33,545 triliun setelah proses rekonstruksi.
Sementara Kemendiktisaintek mengalami efisiensi lebih besar yakni Rp 14,3 triliun. Fatkur menyebut pemangkasan di dua kementerian ini bisa menyebabkan terhambatnya perkembangan sumber daya manusia (SDM).
Pasalnya, Ditjen Anggaran Kemenkeu mengusulkan anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dipangkas hingga hanya Rp 1,31 triliun dari pagu awal Rp 14,6 triliun. Begitupun pada pengembangan guru seperti Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang tahun ini hanya akan dibuka untuk 400 ribu guru dari awalnya 800 ribu orang.
"Ini bisa membuat kesenjangan akses pendidikan, terutama bagi masyarakat kurang mampu," ucapnya.
Ekosistem Riset-Inovasi Bisa Menurun
Lebih luas lagi, Fatkur mengatakan imbas efisiensi ini dapat menurunkan daya saing Indonesia di kancah global. Ekosistem riset dan inovasi dapat menurun sehingga memperlambat perkembangan teknologi dalam negeri.
Dampak lainnya dapat memperlambat pembangunan dan pemeliharaan fasilitas publik. Lebih buruknya, tak hanya pengembangan SDM tetapi SDM itu sendiri dapat terpuruk karena jobless.
"Ribuan pekerja di proyek-proyek yang terdampak juga berisiko kehilangan pekerjaan," tuturnya.
Fatkur berharap kebijakan pemangkasan ini bisa dilakukan dengan bijak. Tidak sampai mengorbankan SDM dalam negeri yang merupakan bagian terpenting dalam perkembangan dan kemajuan Indonesia.
"Jika tidak diantisipasi dengan kebijakan penyeimbang, penghematan yang dilakukan bisa berujung pada penurunan kesejahteraan masyarakat dan memperbesar ketimpangan sosial," pungkasnya.
(cyu/pal)