Seorang wali murid SMA Negeri 1 Kedungwaru, Tulungagung mengeluhkan harga beli seragam yang mahal. Pasalnya, wali murid terkesan diwajibkan membeli seragam dan atributnya di sekolah dengan total harga Rp 2,36 juta.
Wali murid berinisial NE tersebut mengaku keberatan karena seragam yang dibeli tersebut baru berbentuk kain bukan. Sehingga, ia dan orang tua lain harus merogoh kocek untuk membayar ongkos jahit.
"Untuk seragam itu masih dalam bentuk kain lho, kalau yang sudah jadi cuma seragam olahraga. Jadi kami harus ada biaya tambahan lagi untuk menjahitkan," ujarnya dikutip dari detikJatim, Sabtu (22/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah Rp 2,36 juta tersebut digunakan untuk membeli 10 macam seragam dengan rincian 1 stel kain seragam abu-abu putih Rp 359.400, 1 stel kain seragam pramuka Rp 315.850, 1 stel kain seragam batik Rp 383.200, 1 stel kain seragam khas Rp 440.550, jas almamater Rp 185.000, kaos olahraga Rp 130.000, ikat pinggang Rp 36.000, tas sekolah Rp 210.000, atribut Rp 140.000 dan jilbab Rp 160.000.
Baca juga: Daftar Seragam Sekolah, Kapan Dipakainya? |
Harga Seragam Lebih Mahal dari Pasaran
Hal yang memberatkan menurut NE adalah pembelian seragam di sekolah terkesan wajib. Pihak sekolah memberi tahu kepada para siswa baru jika membeli di luar ditakutkan memiliki warna yang berbeda.
"Anak saya dibilangi sama gurunya, kalau beli di luar nanti warnanya beda. Jadi anak-anak takut, apalagi siswa baru," ujarnya.
Menurut NE harga dari seragam di sekolah tersebut lebih mahal dibandingkan dengan harga pasar. Tidak hanya harga pasar, NE pun membandingkan harga seragamnya dengan sekolah lain.
"Kemarin itu akhirnya saya upayakan untuk melunasi, ya namanya demi anak. Tapi kalau bisa mbok jangan mahal-mahal," imbuhnya.
Membeli Seragam di Sekolah Tidak Wajib
Mendengar kabar tersebut, Wakil Gubernur Emil Elestianto Dardak menyampaikan reaksi keras terhadap pembelian seragam sekolah. Ia menegaskan bahwa sekolah tidak boleh mewajibkan pembelian seragam di sekolah.
Wagub Jatim menyebut murid bisa membelinya d luar sekolah. Ia mengatakan, "Gak boleh mewajibkan," saat dikonfirmasi detikJatim, Jumat (21/7/2023).
Emil kemudian menindaklanjuti laporan dari wali murid NE tersebut dengan menghubungi Kepala Dinas Pendidikan Jatim. Selain itu, ia mengingatkan kepada wali murid untuk tidak membayar sumbangan paksaan kepada sekolah karena hal tersebut merupakan diskriminasi.
"Kalau ada sumbangan yang terkesan dipaksakan termasuk perlakuan diskriminatif seperti pembedaan tertentu dalam apa yang sudah menjadi hak, misal urutan kartu ujian dan lain-lain bagi yang tidak menyumbang, serta jika ada kewajiban membeli seragam di tempat tertentu, mohon dilaporkan ke kami," imbuhnya.
Baca juga: Seberapa Penting Seragam Sekolah? |
(faz/faz)