Penerapan kurikulum Merdeka Belajar kini sudah memasuki tahun ketiga. Pemerhati pendidikan sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar, Bukik Setiawan mengatakan, sudah ada banyak hal yang diubah oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim melalui Merdeka Belajar.
"Sudah banyak yang diubah oleh Mas Menteri melalui kebijakan Merdeka Belajar. Tantangan yang dulunya kita hadapi sudah mulai diatasi dengan berbagai agenda-agenda perubahan. Tapi mengubah kebijakan dan mengubah praktik tentu berbeda. Itu yang perlu kita kawal," kata Bukik dalam keterangan tertulis, Selasa (2/5/2023).
Bukik mengatakan, segala pencapaian dalam bentuk praktik baik juga perlu terus perlu terus dipublikasikan dan diperbincangkan. Salah satu tolok ukur keberhasilan perubahan pendidikan adalah ketika pertanyaan orang tua tidak lagi "kamu dapat nilai berapa".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Salah satu tolok ukur keberhasilannya adalah ketika pertanyaan orang tua berubah, dari 'Kamu dapat nilai berapa?' jadi 'Kamu sudah bikin apa?' Murid bisa berkontribusi, bisa banyak berbuat untuk masyarakat dan Indonesia," ujar Bukik.
Tantangan Terdahulu Pendidikan RI
Dia turut memaparkan setidaknya ada dua hal yang dulu menjadi tantangan kemajuan pendidikan Indonesia. Pertama adalah ujian nasional yang menuntut guru mengajar secara tekstual atau sekadar berdasarkan buku teks.
Guru seperti ini Bukik menyebutnya sebagai "guru mengajar LKS (lembar kerja siswa)". Jenis guru seperti ini memaksa siswa mengerjakan soal latihan setiap hari agar nilainya saat ujian nasional bagus. Guru LKS disebutnya tidak berorientasi pada kompetensi murid, melainkan penguasaan materi yang sangat banyak.
"UN itu multibeban, buat mengukur prestasi murid, sekolah, kepala daerah. Tidak ada kepala daerah yang mau namanya tercoreng, jadi dia menekan ke dinas pendidikan, dinas menekan ke sekolah, sekolah ke guru, guru ke murid," Bukik membeberkan.
Oleh sebab itu, kini evaluasi murid dipisahkan dari evaluasi sekolah dan daerah melalui Asesmen Nasional (AN). Anak didik yang ikut AN tidak akan tahu nilainya karena memang tidak diterapkan untuk mengukur kompetensi individu.
AN berfungsi untuk memberi gambaran kondisi sekolah. Hasil AN kemudian akan mendorong sekolah dan dinas pendidikan untuk fokus ke hal yang perlu ditingkatkan atau diperbaiki. AN juga mengukur hingga sisi afektif dan pembelajaran.
Hal kedua yang dahulu menjadi tantangan kemajuan pendidikan Indonesia adalah kurikulum yang terlalu banyak materi pembelajaran. Bukik mengatakan, kurikulum di Indonesia termasuk yang materinya paling padat, tapi saat ini materi di Kurikulum Merdeka sudah jauh lebih ringkas.
Muatan materi yang tidak berlebihan dalam Kurikulum Merdeka disebut membuat guru punya lebih banyak waktu untuk eksplorasi strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Guru seperti ini disebut bukik sebagai "guru yang mengajar murid", artinya berorientasi kepada murid.
"Penguasaan materi yang begitu banyak membuat kita harus mengkompensasi yang lain, yang lebih penting, yaitu life skill. Keterampilan presentasi, keterampilan negosiasi, keterampilan memberikan pendapat," terang Bukik.
(nah/pal)