Dita Ardwiyanti lulusan dari program studi (prodi) Magister Pendidikan Sains Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berhasil lulus dengan IPK sempurna yaitu 4,00.
Dita mendapatkan awardee BPI LPDP dan berhasil menjadi wisudawan terbaik. Sebelumnya saat masih menempuh S1 di UNY, Dita juga mendapatkan beasiswa Bidikmisi dan pernah mendapatkan IPK 4,00.
Ia bercerita jika proses belajar dari magister dengan sarjana ternyata jauh berbeda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat sarjana, dosen masih memberikan 'rel' bagi kami untuk mengembangkan diri. Namun pada jenjang magister, kami benar-benar dituntut untuk menjadi pemikir bebas yang independen, namun bertanggung jawab," kata Dita mengutip dari laman UNY, Senin (29/11/2021).
Dita berbagi tips agar dapat mendapatkan IPK sempurna. Ia mengaku sejak semester 1 mendisiplinkan diri untuk membaca hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal nasional dan internasional setiap harinya.
Lalu ia juga meringkas artikel tersebut dalam bahasanya sendiri dan ditulis ke dalam buku catatan. Dari strategi belajar tersebut ia mengaku sangat membantunya dalam perkuliahan khususnya dalam meniti jalan untuk publikasi melalui jurnal dan seminar karena publikasi adalah tuntutan primer mahasiswa magister.
Dari hasil belajarnya tersebut ia berhasil mengikuti dan menerbitkan artikelnya pada 2 seminar nasional, 3 seminar internasional, dan 1 jurnal nasional terakreditasi Sinta 2.
Selain itu gadis kelahiran Pontianak tersebut juga bercerita untuk meraih gelar magister harus memiliki kemauan yang kuat.
"Saya hanyalah seorang guru SD. Tidak sedikit orang-orang di sekitar saya berceloteh 'untuk apa sekolah lagi, toh gelar S.Pd. pun sudah cukup untuk kamu berkarya," ujar Dita. Dita mengatakan menjadi seorang guru harus menjadi teladan bagi siswanya terutama dalam hal belajar.
Lulusan terbaik UNY itu mengaku kendala yang dihadapi selama kuliah adalah dirinya sendiri.
"Sudah saya buktikan selama kuliah, khususnya selama penyelesaian tugas akhir. Saya adalah pribadi perfeksionis dalam hal apapun. Ternyata kepribadian tersebut membuat saya takut melangkah, takut salah, dan takut tidak sesuai ekspektasi," kata Dita.
Dita mengaku cara mengatasi hal tersebut dengan membatasi proyeksi masa depan.
"Hal ini bukan berarti saya tidak visioner, hanya saja proyeksi masa depan yang berlebihan akan mengurangi kekhidmatan kita menjalani hidup," papar Dita.
Dita pun bermimpi menjadi seorang dosen dan ingin memajukan sekolah tempatnya mengajar yaitu SDIT Salsabila 4 Bantul.
"Mimpi saya memang menjadi dosen inspiratif, dan saya akan terus berjuang untuk merealisasikan mimpi tersebut dengan cara dan waktu terbaik," kata lulusan terbaik UNY tersebut.
(atj/nwy)