Pegiat Literasi Ini Beri Inspirasi agar Guru Sukses Mendidik Siswa

ADVERTISEMENT

Pegiat Literasi Ini Beri Inspirasi agar Guru Sukses Mendidik Siswa

Novia Aisyah - detikEdu
Kamis, 11 Nov 2021 14:15 WIB
Sekitar 3.050 sekolah di Jakarta bersiap untuk gelar sekolah tatap muka secara terbatas. Hal itu dilakukan seiring dengan pemberlakuan PPKM level 2 di ibu kota.
Foto: Pradita Utama
Jakarta -

Pegiat Literasi, penulis, dan konsultan komunikasi Maman Suherman mengaku sangat mengagumi Ki Hajar Dewantara. Maman menyebut, dirinya mempunyai pandangan yang sesuai dengan sosok idolanya tersebut dalam hal kebudayaan.

Hal ini dia ungkapkan dalam Kuliah Umum PembaTIK Level 4: Berbagi dan Berkolaborasi Belajar Bersama di Portal Rumah Belajar, Kamis (11/11/2021).

"Kekuatan kita adalah bagaimana berbasis kebudayaan," kata Maman.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dirinya menyampaikan Ki Hajar Dewantara mendapatkan inspirasi dari sosok-sosok yang menggunakan kebudayaan dalam kurikulum pendidikan, seperti Maria Montessori. Kebudayaan juga sudah diterapkan oleh Ki Hajar Dewantara sejak dari level Taman Indria (TK), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), hingga Taman Karya (SMK).

"Ini yang menariknya kebudayaan dimasukkan, untuk kehalusan budi pekerti," imbuhnya. Dalam paparan inspirasinya bagi para guru, Maman memberi contoh pengajaran dalam jenjang Taman Indria dan Taman Muda, Dewasa, serta Madya.

ADVERTISEMENT

3N Ki Hajar Dewantara

Di jenjang Taman Indria, menurutnya perlu ditampilkan pengajaran yang sifatnya kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan patrap triloka Ki Hajar Dewantara. Pengajaran itu yakni 3N Ki Hajar Dewantara. Berikut 3N Ki Hajar Dewantara:

  • 1. Nonton/melihat
  • 2. Niteni/mencermati
  • 3. Nirokke/menirukan

Maman menerangkan, guru perlu benar-benar super aktif, sementara siswa-siswa kecil ditarik perhatiannya secara panca indrawi. Dia beranggapan anak kecil tidak akan menolak berdongeng, bercerita, dan read aloud atau membaca nyaring.

Siswa-siswa dini yang mendapatkan stimulus dengan melihat, selanjutnya perlu diajari mencermati sesuatu. "Jadi anak-anak betul-betul diajarkan secara kognitif. Betul-betul pasif mendengar, tetapi kemudian masuk afeksi," terangnya.

Dalam tahap menirukan, guru perlu menjadi suri teladan yang akan ditirukan anak-anak dalam kebaikan.

Kemudian untuk jenjang Taman Muda/Dewasa/Madya, patrap triloka juga kembali digunakan. Pembelajaran dalam jenjang ini turut membutuhkan 3N:

  • 1. Ngerti/memahami
  • 2. Ngerasa/merasakan
  • 3. Ngelakoni/melaksanakan

Poin pertama 'ngerti' yang dimaksud oleh Maman adalah kemampuan membaca. Sebagai informasi, dia menyebutkan kini tingkat buta huruf usia produktif di Indonesia hanya tinggal 1,8-1,9 persen.

Namun, poin penting berikutnya adalah apakah guru mampu mendorong anak didiknya merasakan atau memahami apa yang mereka baca. "Anak didiknya jangan cuma diajak intelektualnya, sekadar ngerti. Harus ada keseimbangan dengan dia ngerasa. Betul-betul tahu apa yang dibaca," tegasnya.

Maman menambahkan, sebisa mungkin juga siswa di jenjang tersebut dilatih aspek psikomotoriknya. Tahap inilah yang dimaksud dengan ngelakoni/melakukan.

Berdasarkan konsep pratap triloka Ki Hajar Dewantara ini, dirinya menyebut proses belajar-mengajar tujuannya tidak hanya mengerti dengan akal. Tetapi juga memahami dengan perasaannya dan menjalankan pengetahuan yang sudah didapat.

"Ini adalah poin penting dalam literasi," pungkas dia.




(nah/nwy)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads