Ilmuwan Kampus Telkom Rasakan Manfaat Sinergi Pentahelix Kedaireka

ADVERTISEMENT

Ilmuwan Kampus Telkom Rasakan Manfaat Sinergi Pentahelix Kedaireka

Atta Kharisma - detikEdu
Kamis, 08 Des 2022 08:00 WIB
Khoirul Anwar, Ilmuwan Penerima Matching Fund 2022
Foto: Kemendikbudristek
Jakarta - Platform Kedaireka hadir dalam bentuk sinergitas pentahelix antara sektor perguruan tinggi, dunia industri, pemerintah, masyarakat dan media. Manfaat Kedaireka ini salah satunya telah dirasakan oleh Khoirul Anwar dari Universitas Telkom.

Khoirul merupakan salah satu penerima manfaat Matching Fund 2022 Kedaireka. Lahir di Kediri pada 44 tahun silam, Khoirul adalah seorang ilmuwan Indonesia yang dikenal sebagai pemilik paten teknologi broadband yang menjadi standar pada International Telecommunication Union (ITU), baik untuk sistem terestrial (di bumi) maupun satelit (di luar angkasa).

Pada Matching Fund 2022 kali ini, Khoirul beserta tim risetnya dari Universitas Telkom mendapatkan manfaat untuk proyek 5G Merdeka II. Ia mengaku merasakan betul manfaat program Matching Fund Kedaireka, karena program tersebut telah berhasil menciptakan kolaborasi yang selama ini sulit diwujudkan.

"Kedaireka menjadi jembatan antara industri dan ilmuwan atau akademisi yang ada di perguruan tinggi, sehingga inovasi-inovasi yang diciptakan di perguruan tinggi bisa masuk ke dunia industri yang menjadikan ilmuwan, akademisi, industri, dan pemerintah bahagia. Dengan adanya Kedaireka, link yang tadinya tidak ada kini menjadi ada," ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (7/12/2022).

Khoirul mengatakan dengan adanya program Matching Fund, insan perguruan tinggi menjadi lebih bergairah untuk mengembangkan risetnya sehingga dapat berpeluang bermitra dengan industri. Ia mengaku timnya kini jauh lebih memiliki semangat dan lebih fokus pada target pencapaian reka cipta yang sedang dijalankan.

"Di negara industri maju seperti Jepang, di mana pihak industri mengandalkan perguruan tinggi untuk riset dan pengembangan, para peneliti dapat fokus seratus persen pada riset fundamental, sementara biaya produksi ditanggung oleh industri," terangnya.

"Di Indonesia proporsinya berbeda dengan 80% riset fundamental dan 20% produk. Jadi, kehadiran Matching Fund ini sangatlah membantu kami untuk mewujudkan 20%-nya itu," sambung Khoirul.

Berbekal pengalaman kurang lebih selama delapan tahun mengenyam pendidikan magister dan doktoral di Jepang, Khoirul juga membagikan pengalaman ekosistem inovasi di negara industri maju seperti Jepang, dan bagaimana Indonesia bisa mulai mencontoh dan menerapkannya.

"Budaya dan ekosistem riset sangat maju di Jepang. Hubungan antara perguruan tinggi dan industri di sana amatlah erat. Jika industri sedang butuh suatu inovasi, mereka pasti 'larinya' ke perguruan tinggi. Hal yang membuat saya takjub adalah, industri di sana dapat dengan cepat dan tepat membuat produk perwujudan dari teori dan desain ilmuwan," terangnya.

Menurutnya, ekosistem inovasi tersebut dapat terjadi karena adanya dorongan juga dari pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan yang mewajibkan industri untuk menggandeng perguruan tinggi dalam menggarap proyek pemerintah.

"Di Jepang, industri harus mengajak perguruan tinggi untuk mengerjakan proyek-proyek pemerintah. Di dunia pendidikannya sendiri juga diterapkan sistem nilai di mana seorang ilmuwan mendapat nilai tinggi apabila telah mengerjakan proyek pemerintah dan swasta," tuturnya.

Dengan dorongan dari pemerintah tersebut, lanjut Khoirul, kini Jepang dapat dengan otomatis menciptakan budaya sinergi antara universitas dan industri.

"Jadi sekarang itu di Jepang, ada proyek pemerintah atau tidak, pihak industri secara berkala tetap datang ke universitas," imbuhnya.

Sedangkan di Indonesia, ucap Khoirul, tingkat kepercayaan pihak industri kepada universitas masih harus terus diperkuat. Caranya dengan ilmuwan Indonesia harus lebih proaktif melakukan pendekatan ke industri.

"Ini yang saya coba wujudkan juga di Indonesia. Salah satu budaya yang kini berusaha saya terapkan adalah saya mewajibkan tim saya untuk setiap dua sampai tiga bulan sekali mendatangi industri untuk melakukan presentasi riset. Manfaatnya adalah, selain untuk menciptakan peluang, tetapi juga untuk mengasah kemampuan kami para ilmuwan untuk dapat menjual ide atau gagasan kami sehingga lebih berpeluang diterima oleh industri," tandasnya. (fhs/ega)


Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads