Harvard University menolak tuntutan pemerintahan Donald Trump untuk 'mereformasi' opini dan sudut pandang mahasiswa, pengajar, dan staf, program studi dan departemen, serta mengubah struktur tata kelola dan perekrutan kampus. Tuntutan ini muncul usai mahasiswa Harvard mengadakan aksi mahasiswa soal perang Gaza.
Buntut penolakan ini, dana hibah pemerintah untuk Harvard senilai USD 2,2 miliar dan kontrak senilai USD 60 juta dibekukan per Senin (14/4/2025) malam.
Beberapa jam setelah pembekuan dana hibah, para peneliti Harvard University memperoleh surat perintah penghentian pekerjaan terhadap proyek-proyek mereka. Surat perintah ini salah satunya diterima Don Ingber, direktur pendiri Wyss Institute for Biologically Inspired Engineering.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proyek Ilmuwan Terdampak Kebijakan Trump
Ingber mengatakan perintah penghentian pekerjaan tersebut ditujukan pada dua proyeknya terkait pemodelan berbasis organ-on-a-chip, yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS. Keduanya bernilai kontrak lebih dari USD 19 juta untuk durasi beberapa tahun.
Proyek utama Ingber merupakan pengembangan alat pemodelan kerusakan jaringan. Alat ini juga dirancang untuk dapat mengidentifikasi obat baru yang bisa memperbaiki efek kerusakan organ akibat radiasi pada paru-paru manusia, usus, sumsum tulang, dan kelenjar getah bening.
Profesor Sekolah Kedokteran Harvard dan Sekolah Teknik dan Sains Terapan Harvard John A Paulson mengatakan penelitian tersebut salah satunya penting karena pemerintah AS berencana meningkatkan produksi tenaga nuklir untuk mendukung industri artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Sebab, industri AI butuh banyak energi.
Jika tidak digunakan untuk merespons AI, ia mengatakan penelitian ini juga penting untuk pemodelan kerusakan radiasi pada organ manusia. Sebab, kerusakan ini dapat terjadi pada orang yang mengalami kecelakaan reaktor nuklir, pasien kanker yang menjalani terapi radiasi, hingga orang yang kena ledakan bom nuklir.
Sementara proyek kedua Ingber memodelkan dampak gravitasi mikro dan paparan radiasi mematikan pada astronaut dalam penerbangan antariksa. Dalam penelitian ini, chip khusus dipasang pada sel astronaut untuk menyelidiki dampak misi antariksa pada sumsum tulang, tempat munculnya sel-sel darah.
Mahasiswa Ikut Terdampak
Mahasiswa, peneliti, dan rekan pascadoktoral yang terlibat dalam proyek Ingber dan ilmuwan Harvard lain jadi terombang-ambing dalam ketidakpastian usai operasi proyek mereka dihentikan. Namun, Ingber menyatakan ia enggan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap anggotanya.
Ia menjelaskan, proyek yang dihentikan di tengah jalan kemungkinan besar akan hilang. Hal ini akan berdampak pada kemajuan pengerjaan tesis mahasiswa dan paper peneliti pascadoktoral yang terlibat. Untuk itu, penting baginya untuk mencarikan anggotanya tempat baru di proyek lain.
Ia menegaskan dirinya berupaya untuk mencarikan anggotanya opsi hibah lain sehingga tenaga mereka bisa dialihkan ke sana. Di samping itu, ia juga mengupayakan beroperasi dengan dana internal, sehingga proyek timnya bisa tetap berjalan.
"Kami akan mengurus orang-orang terlebih dahulu. Pengeluaran dana proyek-proyek harus dihentikan, tapi jika ada ruang, kami akan mengalihkan orang-orang ke hibah lain. Kami juga akan mencoba mencari dana internal untuk menjaga proyek-proyek tersebut tetap berjalan, setidaknya sampai kami mengetahui apa yang terjadi (selanjutnya)," ucapnya, dilansir Harvard Gazette.
Kehilangan Talenta Ilmuwan
Beberapa ilmuwan imigran di Wyss juga telah memutuskan untuk mengejar pekerjaan di Eropa. Ingber setuju memberinya rekomendasi dan bantu agar ilmuwan tersebut mendapat posisi yang sesuai.
"Dia baru berada di sini selama enam atau delapan bulan, tetapi dia ketakutan. Mereka semua ketakutan," tutur Ingber.
"Sulit untuk mengetahui apa yang harus dikatakan pada mereka, selain bahwa kami akan melindungi mereka semampu kami," imbuhnya.
Sedangkan seorang ilmuwan pascadoktoral Eropa yang lolos rekrutmen Wyss baru-baru ini membatalkan penerimaannya. Ia mengatakan diperingatkan keluarga dan teman-teman bahwa menjadi orang asing di AS kini tidak aman.
"Kami telah menjadi magnet bagi orang-orang terbaik dan tercerdas di seluruh dunia. Ini adalah lingkaran umpan balik positif. Mereka benar-benar menarik orang lain, membangun industri baru, dan menjadi warga Amerika yang membayar pajak. Sekarang, tidak ada orang Amerika yang akan menekuni sains karena tidak stabil, dan sudah ada orang-orang Eropa yang menolak tawaran pekerjaan," tuturnya.
Ingber menyayangkan kebijakan pemerintah terhadap kampusnya berdampak pada industri dan sistem inovasi AS. Padahal, penelitian akademis merupakan fondasi ekonomi inovasi di AS dan mendasari berbagai hal sehari-hari masa kini, mulai dari komputer, kabel optik, hingga iPhone.
"Penggerak ekonomi selama 50 tahun terakhir itu adalah mesin inovasi AS, yang mendorong perkembangan ilmu pengetahuan, sehingga teknologi juga berkembang. Ini didorong oleh perjanjian antara pemerintah dan akademisi. Tapi kemitraan ini tampaknya akan segera berakhir," ucapnya.
Asal Mula Selisih Harvard dan Pemerintahan Trump
Pemerintahan Donald Trump mengkritik penanganan Harvard University terhadap aksi mahasiswa soal perang Gaza. Pemerintahan AS menuding Harvard gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari diskriminasi dan pelecehan antisemitisme sehingga melanggar Undang-Undang Hak Sipil AS tahun 1964.
Presiden Harvard Alan Garber menyatakan kampusnya tetap berkomitmen memerangi antisemitisme, termasuk lewat rangkaian tindakan kampus selama 15 bulan terakhir. Ia menyatakan, sesuai keputusan Mahkamah Agung AS, penerimaan mahasiswa baru juga tidak mempertimbangkan ras sehingga memperluas keberagaman intelektual dan sudut pandang di Harvard.
Pemerintahan Trump kemudian mengirim surat tuntutan pada Harvard University untuk mau 'diaudit. 'Audit' ini rencananya dilaksanakan terhadap program, departemen, maupun sudut pandang mahasiswa, pengajar, dan staf. Trump juga menuntut adanya perubahan struktur tata kelola dan praktik perekrutan di kampus.
Pada Senin (14/4/42025), Harvard University menolak tuntutan Trump. Pihak kampus beralasan perubahan yang diminta pemerintahan Trump keluar batas yang sah, serta melanggar independensi perguruan tinggi dan hak konstitusionalnya. Pihak kampus juga mengambil jalur hukum untuk merespons pemerintah.
"Tidak ada pemerintah, terlepas dari partai mana yang berkuasa, yang boleh mendikte apa yang dapat diajarkan oleh universitas swasta, siapa yang dapat mereka terima dan pekerjaan, dan bidang studi dan penyelidikan apa yang dapat mereka tekuni," tulisnya dalam keterangan resmi.
Imbas penolakan tersebut, pendanaan untuk Harvard dibekukan pemerintah AS. Dari USD 9 miliar yang sedang ditinjau pemerintah, Pemerintahan Trump menyatakan akan membekukan USD 2,2 miliar dan kontrak senilai USD 60 juta.
Diketahui, anggaran USD 9 miliar tersebut salah satunya terdiri dari bantuan penelitian USD 256 juta dan bantuan pengembangan USD 8,7 miliar untuk Harvard bersama sejumlah RS,seperti mas General, Dana-Farber Cancer Institute, dan Boston Children's.
(twu/faz)