Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) resmi disahkan pada 31 Agustus 2021 lalu. Aturan ini menjadi angin segar bagi korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menjelaskan, Permendikbudristek Nomor 30 ini merupakan bentuk perlindungan terhadap civitas akademika dalam mewujudkan pembelajaran yang aman.
"Tidak ada pembelajaran tanpa rasa aman. Dan ini merupakan kenapa di dalam perguruan tinggi kita. Kita harus mencapai suatu ideal yang lebih tinggi dari sisi perlindungan daripada masyarakat di dalam perguruan tinggi kita, baik itu dosen, mahasiswa, maupun semua tenaga kependidikan di dalam lingkungan kampus," jelasnya dalam acara Merdeka Belajar Episode14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, Jumat (12/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kekerasan Seksual Sudah Jadi Pandemi
Nadiem menyampaikan Indonesia saat ini tak hanya berada dalam pandemi COVID-19, tapi juga pandemi kekerasan seksual. Karena itu, pemerintah mengambil posisi melindungi mahasiswa, dosen, dan tenaga pendidik dari ancaman kekerasan tersebut.
"Kita pada saat ini dalam situasi gawat darurat. Kita bukan hanya ada dalam kondisi pandemi COVID tapi juga pandemi kekerasan seksual dilihat dari data apapun," ujarnya.
Tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi menjadi alasan mengapa Permendikbudristek ini harus diterapkan. Berdasarkan data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, sepanjang 2015-2020 kasus kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan. Aduan terbesar berasal dari jenjang universitas sebanyak 27 persen.
Kemudian, merujuk data dari Kanal Aduan Eksternal 2019 di mana ada 174 testimoni menjadi kekerasan seksual dari 79 kampus di 29 kota. Sebanyak 89 persen testimoni tersebut adalah perempuan dan 4 persen laki-laki. Demikian paparan Nadiem.
Prioritaskan Perlindungan dan Hak Korban
Peraturan yang disahkan pada 31 Agustus 2021 ini bertujuan untuk mencegah dan menangani setidaknya 11 kemungkinan kejadian kekerasan seksual yang menimpa hubungan antar mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Dalam pasal 4, misalnya disebutkan bahwa jika mahasiswa Perguruan Tinggi X mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa Perguruan Tinggi Y, maka Satuan Tugas (Satgas) kedua kampus merujuk ke Permen PPKS untuk penanganannya.
"Permen PPKS memperinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual," sebut Nadiem.
Perlindungan dan hak korban menjadi prioritas dalam Permendikbudristek PPKS. "Target dari Permendikbud ini adalah melindungi puluhan ribu bahkan ratusan ribu korban dan untuk mencegah terjadinya kontinuasi daripada korban-korban ini," ujarnya.
Perguruan Tinggi Wajib Bentuk Satgas
Sebagai tindak lanjut dari Permendikbudristek Nomor 30, seluruh perguruan tinggi wajib untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) berdasarkan waktu yang telah ditentukan.
"Semua perguruan tinggi jangan lupa wajib membuat satgas tersebut, ada proses, ada daftar sanksinya, ada perlindungan kepada korban, ada tanggung jawabnya. Jadi, ini adalah suatu permen yang lengkap dari sisi apa yang harus secara spesifik dilakukan satu dua tiga itu sudah sangat mendetail," tegas Nadiem.
Apabila dalam kurun waktu pembentukan Satgas terjadi tindak kekerasan seksual, pihak universitas dapat melaporkan kasus tersebut melalui platform LAPOR. Nantinya, pihak kementerian akan memberikan rekomendasi terkait langkah yang harus dilakukan melalui portal tersebut.
Menag Yaqut Dukung Penuh Permendikbudristek PPKS >>>