Ketua Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan sekolah perlu berkoordinasi dengan orang tua untuk mencari akar masalah bullying pada siswa. Termasuk mencari tahu bagaimana relasi antara siswa dan orang tua.
"Akar masalahnya di mana? Suka dipukulin, suka dimaki? Cuma dikasih uang, nggak pernah dipeluk? Nggak ada hubungan hangat antara anak dengan orang tua. Dalam Permendikbudristek (No 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan), sekolah bisa melakukan yang namanya class parenting. Menyadarkan para orang tua untuk sama-sama nih mendukung anak ke arah positif," tuturnya pada detikEdu, ditulis Kamis (22/2/2024).
Semasa menjadi kepala sekolah, Retno menuturkan sempat menangani siswa pelaku bullying. Ia salah satunya coba berkomunikasi dengan orang tua untuk bersama-sama mengatasinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pernah menjadi kepala sekolah, pernah menjadi guru 24 tahun, saya tanya ke seorang bapak yang anaknya pem-bully, 'Kapan terakhir anak dipeluk?' Bapaknya bingung, lama sekali jawabnya. Kira-kira waktu masih lucu, 5 tahun, katanya. Sekarang anaknya 17 tahun, berarti sudah 12 tahun tidak (dipeluk)," tuturnya.
"Saya minta terapkan itu, peluk. Hubungan diperbaiki. Karena anak itu berbuat saat itu, ya tergantung orang tuanya bagaimana juga. Gimana dia menerima kehangatan di rumah. Gimananya dia itu yang sebenarnya harusnya dibangun. Saya pikir ini tidak bisa sendirian, karena ranahnya banyak, tetapi membangun karakter bersama," sambungnya.
Kerja Sama Sekolah & Orang Tua Tangani Bullying
Retno juga mengingatkan sekolah untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di satuan pendidikan yang juga termasuk unsur orang tua dan masyarakat. Kanal pengaduan harus dibuka sesuai prinsip dan penanganan-pemulihan dibantu oleh pemda.
Berkaca pada kasus bullying di Binus School Serpong, ia berharap langkah pembentukan TPPPK mendukung anak dan orang tua yang hendak mengadukan kekerasan sehingga tidak takut melapor.
"Selama ini tuh ketika anak mau speak up, dia pasti takut. Di kasus Binus ini ketika dia speak up, dia dapat ancaman berikutnya. Jadi dianggap ngadu-ngadu," tuturnya.
"Perlu kita pahami agar anak itu dan orang tua punya trust, punya kepercayaan pada pihak sekolah, ini bisa dibangun sebenarnya melalui implementasi Permendikbud Nomor 46 Tahun 2023," ucapnya.
(twu/nwk)