Gelar wisudawan termuda biasanya didapat seseorang saat lulus pada usia kurang dari usia rata-rata mahasiswa lain. Gelar tersebut berhasil diraih Syifa Khairunnisa.
Ia dinobatkan sebagai wisudawan termuda Universitas Brawijaya (UB) pada wisuda UB periode ke-7, Sabtu (17/1/2024). Ia lulus pada usia 20 tahun.
"Banyak tantangan yang saya hadapi dalam menyelesaikan kuliah, namun karena dukungan dan doa dari keluarga, saya bisa menuntaskan kuliah dengan penuh semangat", jelas Syifa, dikutip dari laman UB, Rabu (17/1/2024).
Mulai Kuliah di Usia 16 Tahun
Alasan Syifa berhasil menjadi wisudawan termuda UB dikarenakan ia masuk Teknik Industri, Fakultas Teknik UB pada usia 16 tahun. Sebelumnya, ia mengikuti program akselerasi saat sekolah di Jakarta.
Pada masa awal kuliah, Syifa mengaku sempat khawatir karena ia takut tidak bisa berbaur dengan mahasiswa lainnya. Namun, ia terus didukung oleh keluarganya hingga bisa lulus tepat waktu.
"Ada kekhawatiran dan kecemasan di diri saya, apakah bisa berbaur dengan teman-teman yang umurnya lebih tua dibandingkan dengan saya. Tapi, kemudian saya menyadari kalau itu semua hanya overthinking semata, dan akhirnya saya berani untuk mengembangkan kemampuan dan memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan diri," ujarnya.
Selain itu, Syifa merupakan mahasiswa aktif selama di kampus. Ia pernah menjadi asisten laboratorium di Lab Ergonomi, Perancangan Kerja dan Inovasi Produk, FT UB hingga aktif menjadi panitia kegiatan dan anggota himpunan mahasiswa.
Teliti Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Tugas akhir atau skripsi Syifa mengambil tema tentang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) di dunia industri minyak dan gas. Ia mengaku sudah tertarik belajar K3 sejak semester 4.
"Saya juga menyadari betapa pentingnya aspek kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya di bidang migas, yang terinspirasi dari ayah saya yang juga bekerja di industri ini," ujar Syifa.
Selama melakukan penelitian, Syifa menggunakan metode Root Cause Analysis dalam mengetahui jenis kecelakaan kerja. Ia menggabungkan metode tersebut dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Lewat dua metode tersebut, Syifa bisa mengetahui prioritas kriteria faktor penyebab kecelakaan di perusahaan gas atau pengeboran lepas pantai.
"Topik ini yang paling membuat saya penasaran dan tertarik untuk diteliti lebih dalam. Selain itu juga, banyaknya lokasi kecelakaan kerja di lokasi pengeboran minyak dan gas, dan saya juga tertarik untuk berkontribusi dalam upaya penurunan kecelakaan kerja di pengeboran minyak dan gas", ujarnya.
(cyu/twu)