Permasalahan polusi udara DKI Jakarta kian menjadi perhatian publik sehingga pemerintah provinsi perlu mengambil kebijakan yang cepat dan tepat. Terkait hal itu, solusi yang diberikan pemerintah DKI Jakarta adalah mewajibkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk bekerja secara jarak jauh atau Work From Home (WFH).
Kebijakan ini dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Nomor 34 Tahun 2023 yang telah berlaku dari tanggal 21 Agustus 2023 lalu. Namun langkah ini dinilai kurang tepat oleh beberapa pihak seperti lembaga penelitian tentang polusi udara, Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA).
Melalui rilis yang diterima detikEdu, Jumat (25/8/2023) organisasi yang berfokus terkait polusi udara itu memberikan analisisnya terkait solusi WFH yang dinilai kurang tepat. Begini penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sumber Utama Polusi Udara Jakarta
Diketahui hingga saat ini wilayah DKI Jakarta dilanda polusi udara tinggi dengan rata-rata tingkat PM 2.5 melebihi pedoman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Parahnya polusi ini tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan standar.
CREA menjelaskan ada dua sumber penyebab polusi udara, salah satunya adalah campuran dari emisi lokal yang terjadi di dalam kota. Kemudian yang utama adalah polutan jarak jauh yang terbawa angin dari provinsi-provinsi terdekat.
Lauri Myllvirta, Lead Analyst CREA menyatakan polutan jarka jauh ini berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara yang ada di Banten dan Jawa barat. Dengan demikian penyebab ini seharusnya mendapat perhatian penuh dari pemerintah tak hanya emisi lokal dari kendaraan.
"Hal ini menunjukkan bahwa pembangkit listrik tenaga batubara adalah bagian dari masalah dan membantu memvalidasi hasil pemodelan kami yang menemukan bahwa pembangkit listrik tenaga batubara adalah penyebab untuk sekitar 2.000 kematian akibat polusi udara setiap tahunnya di Jakarta saja," ungkap Lauri.
WFH Dinilai Tak Tepat
Namun sayangnya pemerintah justru memilih mengeluarkan kebijakan yang menyasar individu seperti WFH. Solusi ini diharapkan bisa mengurangi volume lalu lintas seperti yang terjadi saat pandemi Covid-19.
Tapi kenyataannya, mengurangi perjalanan dan lalu lintas secara lokal disebut tidak akan menyelesaikan masalah.
Hal ini selaras dengan yang dikatakan oleh Katherine Hasan seorang analyst di CREA yang menyatakan WFH tidak menurunkan tingkat polusi dan pemerintah harus melakukan koordinasi tak hanya di tingkat provinsi tapi juga nasional.
"Polusi udara di Jakarta berasal dari berbagai sumber dan harus ditangani lintas provinsi, mulai dari dengan penegakan standar emisi untuk pembangkit listrik tenaga batubara, industri dan transportasi, dan pada akhirnya koordinasi antar provinsi dan nasional untuk mengatasi semua pencemar utama," tambah Katherine.
Terakhir, CREA menyatakan pemerintah DKI Jakarta seharusnya tak meremehkan kontribusi pembangkit listrik tenaga batubara terhadap polusi. CREA juga mengatakan bahwa pemerintah harus mengatasi sumber utama polusi secara sistematis di tingkat daerah, daripada terlalu berfokus pada penggunaan kendaraan bermotor.
(faz/faz)