Sebanyak 21 pengungsi luar negeri di Indonesia memperoleh pelatihan dan pendampingan untuk menjadi guru bagi pengungsi lainnya. Kegiatan ini diinisiasi Kampus Guru Cikal (KGC) dan Church World Service (CWS).
Program tersebut didasari hasil riset CWS yang menunjukkan, guru di shelter pengungsian menghadapi banyak tantangan, seperti kekurangan sumber daya, pelatihan yang kurang layak, serta keterbatasan bahasa dan budaya.
"Mereka yang jadi peserta pendampingan ini berangkat dengan inisiatif sendiri. Namun karena mereka belum punya kompetensi sama sekali untuk jadi guru, kami dukung di situ, bagaimana agar bisa jadi guru yang merdeka belajar, guru yang bisa memberikan pembelajaran bermakna," ujar Ketua KGC, Marsaria Primadonna dalam keterangannya, dikutip Jumat (28/4/2023).
KGC mencatat, terdapat lebih dari 12.000 pengungsi luar negeri di Indonesia saat ini. Pemerintah Indonesia tidak dapat memberikan izin kerja karena bukan negara penerima pengungsi, melainkan hanya negara transit.
Di sisi lain, Indonesia berkomitmen pada pemberdayaan pengungsi sebagai bentuk implementasi hak ekonomi sosial budaya atau ekosob. Oleh sebab itu, para pengungsi ini diharapkan berdaya saing saat sampai ke negara ketiga atau negara penerima pengungsi.
Pelatihan Menjadi Guru bagi Pengungsi Luar Negeri
Pelatihan yang dilakukan oleh Kampus Guru Cikal dan Church World Service berlangsung mulai April sampai Agustus 2023 nanti. Para peserta akan memperoleh kompetensi untuk melakukan manajemen kelas, menerapkan budaya positif, dan merencanakan bahan ajar.
"KGC (Kampus Guru Cikal) membantu dengan melatih keterampilan manajemen kelas yang paling mendasar terlebih dahulu, mendiskusikan peran guru sebagai manajer kelas dan hal-hal dasar lainnya. Juga tentang cara berkomunikasi, berinteraksi dengan positif, membuat kesepakatan bersama dengan murid-murid," ungkap Marsaria atau yang akrab disapa Pima itu.
Kompetensi yang didapat para pengungsi nantinya bisa digunakan secara kontekstual sesuai kebutuhan. Penerapannya tidak hanya untuk kelas yang siswanya adalah anak-anak, tetapi juga siswa dewasa. Sejumlah peserta mengaku akan mengajar kelas keterampilan untuk orang dewasa, seperti kelas menjahit dan menata rambut.
Pima menjelaskan, mentor dari KGC akan memantau proses belajar secara langsung peserta yang berasal dari empat learning center berbeda itu. Mentoring menurutnya akan membuat peserta memperoleh umpan balik secara langsung.
"Kampus Guru Cikal bangga dapat berkolaborasi dengan CWS untuk memberikan pendampingan ini. Kami percaya pendidikan adalah kunci untuk meningkatkan kualitas hidup mereka," ujar Pima.
"Semoga apa yang kami lakukan bisa berdampak signifikan terhadap komunitas pengungsi," pungkasnya.
(nah/twu)