Memperoleh kesempatan menuntut ilmu di luar negeri tentu membawa pengalaman baik suka maupun duka yang tak mungkin terlupa seumur hidup. Kisah datang dari Athi Nur Auliati Rahmah yang merupakan alumnus FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Athi kini sedang melanjutkan studi magister di Inggris melalui program beasiswa Indonesia Maju Puspresnas Kemdikbudristek RI.
Tak sembarangan, ia tengah mengambil magister Nanoscience and Functional Nanomaterials di Bristol Centre of Functional Nanomaterials (BCFN), School of Physics, Faculty of Science, University of Bristol, Inggris.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjalani bulan Ramadan di salah satu negara di benua Eropa tentu saja menjadi tantangan tersendiri bagi Athi. Untuk itu, yuk simak kisahnya!
Puasa Selama 16 Jam
Athi menjelaskan bulan Ramadan di Bristol, Inggris bertepatan dengan musim semi sehingga durasi siangnya akan lebih lama. Orang yang menjalankan ibadah puasa pun harus bisa menyesuaikan dengan beberapa perubahan waktu.
Awal Ramadan, waktu subuh di Bristol jatuh pada pukul 5 pagi dan maghrib sekitar pukul 7 malam. Namun, di pertengahan Ramadan waktu subuh semakin maju sekitar pukul 4 pagi tetapi maghrib semakin mundur sekitar pukul 8 malam.
Bila dihitung-hitung, kini Athi menjalani puasa selama 16 jam lamanya. Situasi ini tak mematahkan semangat perempuan asal Sumenep, Madura untuk terus belajar dan melakukan penelitian.
Ramadan tahun ini, sebagai mahasiswa nanosains ia sedang mengerjakan proyek tentang nanomaterial untuk sistem pendingin panel surya yang berada di tiga laboratorium.
Sepanjang hari, ia harus bolak-balik ke Materials Lab di School of Physics, Thermofluids Lab di School of Engineering, dan Chemistry Laboratory di School of Chemistry. "Capek banget, ngampus jam 9 pulang jam 5 dan harus selalu fokus," ujarnya.
Jadwal penelitian yang padat itu tak membuat Athi melupakan ibadah. Saat puasa, jam istirahat makan siang, ia gunakan untuk salat di musala kampus sebelum kembali ke laboratorium untuk melanjutkan penelitian.
Sayangnya tahun ini, Athi tak bisa menjalani salat tarawih berjamaah seperti di Indonesia. Alasannya karena jarak dan keamanan untuk dirinya sendiri.
"Sebenernya pengen banget tarawih di kampus atau masjid, tapi lokasinya lumayan jauh jadi harus naik bus. Isya tuh jam setengah 9-10 malam, berarti selesai tarawihnya tengah malam dong, agak ngeri juga kalau nge-bus dan jalan kaki sendirian" jelas Athi yang memilih untuk tarawih di kos.
Selanjutnya>>> Makanan Halal di Inggris dan Dukungan dari Mahasiswa Internasional
Simak Video "Video Sri Mulyani: Beasiswa KIP Mahasiswa Rp 14,6 T Tak Terdampak Efisiensi"
[Gambas:Video 20detik]