Cerita Raditia Belajar Membaca, Dini Hari dan Sebelum Tidur

ADVERTISEMENT

Cerita Raditia Belajar Membaca, Dini Hari dan Sebelum Tidur

Trisna Wulandari - detikEdu
Jumat, 14 Apr 2023 11:00 WIB
Raditia
Raditia dan buku kesukaannya. Foto: Dok. SDN 008 Tanjung Palas Timur
Jakarta -

Pelan suara Raditia membaca di depan ruang kelas 3 SDN 008 Tanjung Timur, Desa Binai, Kab. Bulungan, Kalimantan Utara. Buku yang dipegangnya berjudul Udang Papai, buku bacaan anak kesukaannya.

Kini siswa yang akrab disapa Udit itu sudah bisa membaca. Tiga bulan belakangan, ia belajar mulai dari mengenal huruf, mengeja hingga memahami kalimat dengan bimbingan gurunya, Juliana dan Pranika Dian Dini.

Sebelumnya, murid berusia 11 ini pernah beberapa kali tinggal kelas. Saat itu, ia tercatat belum bisa menguasai kemampuan belajar seperti membaca.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Melihat Udit beberapa kali gagal naik kelas Yul, begitu Juliana dipanggil, memutuskan mengambil kebijakan khusus bagi salah satu muridnya itu.

Kalau dibiarkan Udit berpotensi putus sekolah karena terkendala usia untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah.

ADVERTISEMENT

Akhirnya Udit diberi kesempatan masuk kelas 3 seraya para guru dengan sukarela memberikan bimbingan khusus untuk dirinya.

Kisah Udit Belajar Membaca

Mengenal Huruf sampai Kalimat

Yul menuturkan, Udit pergi ke kantor guru setiap jam istirahat khusus untuk belajar membaca. Siapa saja guru yang siap mendampinginya boleh bergabung.

"Guru agama juga saya minta tolong agar Udit didampingi khusus, gantian sama wali yang sedang tidak ada kelas," tuturnya.

Melihat kondisi kecakapan membaca Udit, Yul khusus membuatkan buku Panduan Membaca Kelas 3 dari kertas HVS berjilid. Isinya mulai dari alfabet hingga suku kata.

"Bacanya tidak sekali, kenal huruf dulu, ulang ABC sampai Z sampai tahu, diulang lagi ke A. Kenal huruf, ditanya lagi itu huruf apa. Berproses, dari beberapa huruf, sampai kenal semua," tuturnya.

Yul menuturkan, Udit juga sempat nge-camp di rumahnya selama 3 kali. Selama menginap di rumah gurunya itu, Udit diajak membaca sedikit-sedikit, termasuk saat subuh.

"Jam 4 subuh kasih bangun Udit, saya pikir mungkin subuh bisa masuk pelajaran. Jadi subuh kami dua bangun, ginilah perjalanan Udit. Saya ingat kata senior, belajar subuh bisa lengket di ingatan, jadi tiga kali dia ikut saya tidur, tiga kali menginap, Udit mulai bisa merangkai huruf jadi kata empat huruf," kata Yul.

"Di kelas, (buku pegangan) itu saja yang disampaikan, tidak materi lain. Pulang, sekolah, ini saja. 'Tidak usah Udit belajar lagi yang lain, nggak usah liat buku yang lain. Apa yang tadi dipesankan, itu yang dibawa pulang, itu lagi yang dipelajari. Ga usah terpengaruh lihat kawan lain, Ibu nggak akan marah kalau kau nggak bisa yang lain. Ini aja buku yang kau baca'," katanya menirukan nasihat ke Udit.

Di kelas, Udit duduk berkelompok sesuai hasil pengecekan kecakapan membaca atau asesmen diagnostik. Bagi murid yang sudah bisa membaca diminta tidak membantu Udit. Sang anak dibiarkan berusaha sendiri.

Selang tiga bulan, Udit mulai cakap membaca. "Adanya pembelajaran berbeda (berdiferensiasi) ini bisa memantau mereka, baik yang diajari dari yang sederhana, sedang, sampai lancar," kata Yul.

Selanjutnya Udit di Rumah dan Ladang>>>

Udit di Rumah dan Ladang

Raditia dan kakeknyaRaditia dan kakeknya, Ujang Ngau. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu

Ujang Ngau adalah saudara nenek Udit yang mengasuhnya sejak 1 tahun. Setelah ibu Udit meninggal 1 bulan usai melahirkan, sang anak juga ditinggal ayahnya.

Ujang menuturkan, Udit kemudian diasuh saudara perempuan orang tuanya di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Tidak ada susu untuk Udit bayi saat itu. Ujang pun memberanikan diri membawa sang cucu ke Desa Binai, Bulungan kendati dirinya juga sakit 2 tahun terakhir.

RaditiaRaditia di rumahnyaq. Foto: Trisna Wulandari/detikEdu

Rumah Ujang dan Udit di Binai tak jauh dari sekolah, sekitar 7 menit jalan kaki. Di rumah itulah Ujang mengasuhnya dengan nenek Udit.

"Pulang sekolah, lihat nenek di seberang (sungai), (Udit) datang (menghampiri neneknya)," tutur Ujang tertawa.

Ujang bercerita, Udit gemar naik ketinting (perahu) untuk menghampiri neneknya di ladang. Ujang dan istrinya menanam pisang, terkadang juga sawit. Kelelawar kecil di balik daun pohon pisang juga jadi buruan Udit sebagai mainan.

"Sampai berlumpur itu. Kadang dibilang, 'Itulah jangan kau main binatang, nanti nggak bagus baca tu'," tutur Ujang. "Itulah saya kira itu dia kurang gizi, jadi lambat membacanya. Kalau sama anak sendiri bisa dimarahi. Tapi ini enggak bisa begitu."

Ia mengaku bersyukur guru-guru SD peduli dengan cucunya. Dini, guru kelas 1 sekaligus guru les Udit, juga beberapa kali membelikannya tas sekolah.

"Jadi bersyukurlah itu punya guru tu. Misal minta baca 'apa ini', bisa dibacanya. Kalau dulu tu, kasih surat, minta baca (isinya), 'Itu apakah namanya ni?'. 'Surat,'(kata Udit)'," ujar Ujang tertawa.

Selanjutnya Belajar di Sela Main ke Ladang>>>

Belajar di Sela Main ke Ladang



Dini, guru kelas 1 di SD Udit, juga menjadi pembimbingnya di luar kelas.

Sore hari, kadang juga malam, Udit belajar ke rumah Dini yang juga tidak terlalu jauh dari sekolah.

"Belajar kalau (Udit) tidak main dan kalau tidak ke ladang. Kalau ditungguin, kadang enggak dateng. Nggak ditungguin, kadang dateng," kata Dini tertawa.

Di rumah Dini, Udit belajar membaca dengan buku bacaan, bukan buku tema atau buku sekolah.

Dini menuturkan, Udit juga diajak belajar pakai kartu huruf, game mencocokkan huruf dengan gambar.

"Misal bola, (kartu) bo sama la, lalu ada gambarnya," terang Dini.

Selama tiga bulan, Udit dibimbing khusus untuk belajar membaca dari dasar. Dini menekankan, bukan materi mata pelajaran yang dikejar, tetapi kemampuan dasar belajar seperti membaca.

"Di kelas tinggi bakal perlu kemampuan dasar, kalau kita ngejar materi untuk dia, dia tetap enggak bisa baca, gimana di kelas 4? Toh belajar juga luas ya, kalau sudah remaja pun mereka bisa belajar," kata Dini.

"Jadi bagi guru ia dapat dulu kemampuan belajar, membaca yang baik. Maksudnya, tidak hanya bisa baca, tetapi juga paham, dan tidak hanya paham, tetapi juga suka. Sukanya ini yang susah, harus dibangun sedini mungkin," imbuhnya.

Dini mengatakan, mampunya Udit kini membaca adalah keberhasilan bagi sang anak pribadi, kendati berbeda dengan temennya yang sedang belajar materi tema tertentu.

"Sebab proses dia beda sama temennya. Temennya bisa secepat itu, keadaan tadi juga beda. Jadi itu keberhasilan buat dia, disesuaikan dengan kebutuhannya," kata Dini.

"Menurut saya, tiap anak punya waktu masing-masing. Anak kelas 1, bukan berarti terus-menerus mereka tidak bisa. di kelas 2 mereka berproses, bagi kita yang penting itu memberikan yang seharusnya dia lakukan. Maksudnya, jika belum bisa huruf, kita ke huruf dulu, enggak langsung ikutin materi," tegasnya.

Dini menekankan, anak-anak pasti akan bisa belajar asal skill belajarnya diasah. Dari situ, siswa mempelajari apa saja dengan membaca apapun.

"Tetapi kalau engga bisa, akan muncul dari dirinya rasa kesulitan karena tidak bisa. Mungkin rasa mau belajar juga layu duluan karena sudah merasa tidak bisa," kata Dini.

Udit sendiri baru saja bangun tidur siang saat Dini dan detikEdu menyambangi rumahnya. Kata Udit, ia akan belajar lagi sore hari.


Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads