Akhir-akhir ini beberapa gempa tektonik terjadi di sejumlah wilayah di Jawa Barat. Mulai dari Cianjur, Garut, Purwakarta, hingga Bogor.
Gempa tersebut disebabkan oleh pergerakan beberapa sesar. Seperti sesar Lembang, Cimandiri, dan Cugenang. Akibatnya, beberapa rumah warga rusak dan berdampak pada kerugian lainnya.
Perihal gempa di Jawa Barat, pemerhati Budaya Sunda dari Lembaga Adat Karatuan Padjadjaran, Rd., Ir. Roza Rahmadjasa Mintaredja, M.Ars., mengatakan bahwa nenek moyang Sunda diduga sudah memahami mitigasi gempa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, hal ini terlihat dari arsitektur masyarakat zaman dahulu. Terutama bangunan yang kokoh terhadap guncangan gempa.
"Kita bisa melihat bahwa jaman bihari (dahulu) nenek moyang kita sudah paham akan gempa dan sudah memitigasi terhadap gempa itu dengan bangunan-bangunan konstuksi arsitektur yang tahan gempa sampai 9 atau 10 skala richter," kata Roza, dikutip dari laman resmi Unpad, Senin (23/1/2023).
Baca juga: 3 Jenis Sesar, Penjelasan, dan Contohnya |
Alasan Bangunan Kuno Sunda Bisa Tahan Gempa
Dalam acara yang digelar Pusat Digitalisasi dan Pengembangan Budaya Sunda (PDPBS) Unpad, Roza menjelaskan bahwa bangunan nenek moyang Sunda biasanya berbahan batu, kayu, dan bambu.
Penggunaan bambu tersebut didasarkan karena nenek moyang sudah mengerti akan mitigasi terhadap bencana gempa. Hal ini karena kelebihan penggunaan bambu adalah memiliki daya lentur.
Tak heran, karena menurut Roza, nenek moyang juga sudah tahu bahwa wilayah Sunda masuk kawasan zona cincin api (ring of fire) dengan jumlah 140 gunung berapi dan pertemuan antara lempeng Sunda dan lempeng Australia.
Oleh karena itu, wilayah ini rawan mengalami gempa vulkanik ataupun tektonik.
Saran untuk Masyarakat
Melihat kondisi akhir-akhir ini, Roza menyayangkan karena masyarakat masa kini yang seakan tidak memiliki antisipasi tinggal di cincin api (ring of fire) dan rawan terkena bencana gempa.
Padahal, tinggal di zona cincin api, harus ada mitigasi bencana secara serius.
"Gempa-gempa itu mengakibatkan bencana yang tidak bisa kita anggap remeh karena bangunannya yang tidak sesuai dengan antisipasi gempa," ucapnya.
Rozan pun berpesan bahwa dalam membuat banguan, diharapkan tidak sembarangan dan turut mengantisipasi adanya bencana gempa.
Di sisi lain, ia menilai bahwa bambu adalah bahan untuk masa depan.
"Jangan sembarangan kita membuat rumah itu. Karena rumah bambu itu dianggap rumah kampungan, orang-orang ada yang malu memakai rumah bambu. Padahal justru itu yang paling ramah terhadap lingkungan dan ramah terhadap gempa. Jadi gempa itu bisa diantisipasi," pesannya.
(faz/twu)