Jalan Panjang Sulthon, Alumnus UM Surabaya Pendiri Lab Klinik yang Menggurita

ADVERTISEMENT

Jalan Panjang Sulthon, Alumnus UM Surabaya Pendiri Lab Klinik yang Menggurita

Novia Aisyah - detikEdu
Jumat, 16 Des 2022 13:00 WIB
Jalan Panjang Sulthon, Alumnus UM Surabaya Pendiri Lab Klinik yang Menggurita
Foto: Humas UM Surabaya/Sulthon Amien, Alumnus UM Surabaya Pendiri Lab Klinik yang Menggurita
Jakarta -

Rupanya, sosok pendiri Parahita Diagnostic Center yang bercabang di berbagai kota di Indonesia, adalah alumnus angkatan pertama Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya). Dialah M Sulthon Amien, yang kini menjabat sebagai direktur utama di laboratorium klinik tersebut.

detikEdu melihat pada laman resmi laboratorium, Parahita Diagnostic Center mempunyai cabang di Jakarta Selatan, Bekasi, Surabaya, Yogyakarta, Solo, Semarang, Malang, Banyuwangi, dan beberapa kota lainnya.

Perjuangan laki-laki berusia 65 tahun itu membangun usaha yang menggurita tentunya bukan hal mudah. Sulthon berangkat dari keluarga yang kurang berkecukupan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia lahir sebagai anak terakhir dari 4 bersaudara yang seluruhnya laki-laki. Dia didukung oleh saudara-saudaranya hingga tamat SMEA (Sekolah Menengah Ekonomi Atas) yang menggeluti ilmu ekonomi.

Setelah lulus dari SMEA, Sulthon sempat menjadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Namun, dia belajar di sana tak sampai lulus.

ADVERTISEMENT

"Waktu saya di pondok, pikiran saya terganggu sejak mendapatkan kabar kalau ibu sakit keras, sementara di pondok saya juga sering sakit-sakitan, akhirnya saya putuskan untuk pulang," kisahnya, dikutip dari laman UM Surabaya.

Dua bulan setelah kembali ke kampung halaman, sang ibu meninggal dunia. Setelah itu dia tinggal bersama bapaknya karena ketiga saudaranya telah menikah.

Lanjut Kuliah dari Menabung

Ijazah SMEA menjadi modal bagi Sulthon untuk melamar puluhan pekerjaan. Kendati begitu, keberuntungan tidak kunjung berpihak. Pasalnya, hasil tes kesehatan yang dia dapat saat melamar menunjukkan hasil yang kurang bagus, seperti gigi berlubang.

Pekerjaan pertama akhirnya Sulthon dapatkan di SMP Muhammadiyah Sidoarjo sebagai staf tata usaha (TU). Pengalaman pertama ini dia manfaatkan untuk mengumpulkan setiap Rupiah agar bisa melanjutkan ke pendidikan tinggi.

Pada akhirnya, Sulthon bisa melanjutkan ke jenjang perkuliahan di IKIP Muhammadiyah Surabaya yang kini menjadi UM Surabaya. Dia dahulu mengambil jurusan Pendidikan Moral Pancasila (PMP).

"Waktu itu saya kuliahnya sore, pagi kerja jadi TU, malamnya saya tidur di sekolah kadang beralaskan tikar, kadang juga meja," ucapnya mengenang.

Istri Menangkap Peluang Bisnis

Setelah lulus sarjana, Sulthon memutuskan untuk tinggal di Surabaya serta mengajar di SMA Muhammadiyah Kapasan dan SMA Muhammadiyah Pucang.

Suatu saat pada 1987, seorang temannya yang merupakan direktur klinik datang ke rumahnya untuk belajar mengaji. Temannya itu baru saja mendapat masalah dari bisnis yang dia jalankan.

Setelah bercengkerama, istri Sulthon, Enny Soetji Indriastuti, menangkap peluang dan mengajak temannya ini mendirikan laboratorium klinik di luar Surabaya.

Istri Sulthon adalah seorang alumnus analis medis. Sejak kecil Enny sudah dikenalkan dengan ilmu jual beli karena keluarganya memiliki warung kelontong.

Atas ide istrinya untuk mendirikan laboratorium klinik, Sulthon pada waktu itu merasa terkejut.

"Kami sama sekali tidak memiliki modal. Setelah melalui banyak pertimbangan dengan istri saya menjual motor. Saya berangkat mengajar naik bemo," ungkapnya.

Tidak cukup hanya menjual motor, Sulthon dan istri juga meminjam modal dari saudara-saudaranya dan mertua. Seluruh uang yang terkumpul pada akhirnya digunakan untuk membuka laboratorium klinik di Malang.

Bisnis yang mereka kelola itu secara mengejutkan berkembang dan dikenal. Setelah lima bulan membuka laboratorium klinik di Malang, mereka membangun cabang di Surabaya.

Pandangan dalam Menjalankan Bisnis

Sulthon memiliki 3 pandangan dalam menjalankan bisnisnya. Pertama, berdedikasi tinggi dengan apa yang dijalankan. Dedikasi ini berupa komitmen dan kecintaan untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Kedua, memiliki determinasi. Apa yang dimaksud oleh Sulthon mengenai hal ini adalah kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras, berkeyakinan, serta pantang menyerah.

Ketiga, berpikir secara berbeda dengan orang lain. Bagi pendiri Yayasan Seribu Senyum itu, orang sukses mempunyai cara atau sistem bekerja yang tidak sama dengan orang pada umumnya.

Bisnis Sulthon kini disebut semakin berkembang, tetapi dia tidak pernah mengabaikan kegiatan filantropi. Sulthon menambahkan, menghitung hasil bisnis tidak sama dengan matematika sebab ada banyak faktor yang mempengaruhi.

"Bisnis yang sukses adalah bisnis yang menemukan keseimbangan antara tanggung jawab ekonomi, sosial dan lingkungan," ucap alumnus angkatan perdana UM Surabaya itu.




(nah/nwk)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads