Jakarta -
Enam perempuan berseragam kebaya hitam dan bawahan kain batik mengayunkan alu dengan ritmis ke pinggiran lesung. Pukulan bertubi-tubi itu membentuk suara rancak, "tak tek tak tok... tak tek tak tok....".
Sementara dua perempuan lainnya mendendangkan tembang 'Lumbung Desa' dalam bahasa Jawa:
Di lumbung desa, para petani bekerja/ Ayo adik, mengambil padi ditata dalam lesung, kemudian memegang alu/ Ayo kakak, pada menumbuk padi, dan bila sudah selesai, lalu dimasak/ Ayo Kang, mari bersegera membersihkan beras dan menata lumping...
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu kurang lebih artinya.
Mereka adalah kaum perempuan komunitas Sedulur Sikep di Dukuh Blimbing, Desa Sambongrejo, Kecamatan Sambong, Blora. Permainan Gejog Lesung itu biasa dimainkan antara lain untuk menyambut tetamu di pendopo.
Pada Minggu (17/7/2022) siang, saya dan beberapa teman kebetulan tiba di sana hampir bersamaan dengan kunjungan Bupati Blora H. Arief Rohman beserta rombongan.
Kami berbincang bersama ditemani suguhan talas kukus, ubi, semangka kuning dan pisang. Orang-orang Samin dikenal kocak, lugu, dan sangat mandiri dalam berbagai hal.
Di bawah pimpinan Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo, komunitas itu mengelola waduk, kebun aneka sayuran dan buah, serta ternak seperti ayam, kambing, dan sapi.
"Di sini, kami hidup rukun. Rukun itu sumber kehidupan yang harus dijaga. Kalau ayah-ibu kita tidak rukun, tidak mungkin kita lahir, kan?" kata Mbah Pramugi diiringi tawa lepas.
Untuk mencapai kerukunan, dia melanjutkan sambil sesekali memainkan telepon selular jadul berwarna hitam-merah, manusia perlu mengendalikan hawa nafsu.
Terkait soal ini, komunitas Samin punya lima larangan utama, yaitu tidak boleh bersikap jrengki (jahat), srei (merusak), panasten (panas hati), dahpen (suka mencampuri urusan orang lain), dan kemeren (iri hati).
"Tak hanya diucapkan, semua dilakoni dalam kehidupan sehari-hari," tutur Mbah Pramugi Prawiro Wijoyo sambil mengisap dalam-dalam sebatang rokok warna cokelat. Di hadapannya tergeletak sebungkus rokok merek Sukun.
Cerita adik Pramoedya Ananta Toer soal Samin dan Gandhi >>>
Selain di Sambongrejo komunitas Samin alias Sedulur Sikep di Blora juga terdapat di Desa Klopoduwur Kecamatan Sambong, Desa Sumber, Kecamatan Kradenan serta di Dukuh Ploso Kediren, Kecamatan Randublatung. Komunitas ini juga ada di Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, di Kudus, Pati, dan Rembang.
"Samin atau yang bernama asli Raden Kohar berasal dari Kediri lalu lari ke hutan terlebat, Ploso di Randu Blatung. Tahun 1907 ia ditangkap Belanda. Versi lain dari Prof Dr Suripan, Samin lahir di Rajekwesi, Bojonegoro," kata Soesilo Toer saat ditemui di rumahnya, Jalan Sumbawa, Blora.
Soesilo Toer, adik sastrawan Pramoedia Ananta Toer bicara suku Samin di Blora Foto: Sudrajat / detikcom |
Adik sastrawan Pramoedya Ananta Toer itu mengaku memang punya versi sendiri terkait asal-usul Samin. Salah satu rujukannya adalah catatan hasil penelitian pakar ekonomi Jerman, yang mengulas kelahiran kaum Samin. Mereka, kata Soesilo Toer, muncul akibat eksploitasi Belanda yang kelewat kejam dibandingkan dengan Inggris dan Prancis.
"Kamu tahu, kapitalisme yang dijalankan Belanda di Jawa itu terburuk ketimbang Inggris di India, dan Prancis di Afrika," tegas lelaki kelahiran Blora, 17 Februari 1937 itu.
Belanda melihat para calon kuli, terutama dari Jawa Timur, adalah yang paling memenuhi syarat. Namun, siapa yang mau ditangkap untuk dijadikan kuli Karena itu sebagian melarikan lari dan bersembunyi di hutan pohon ploso yang lebat di seputaran Randublatung.
"Karena pelarian-pelarian itu datang dari Kediri, Jawa Timur, mereka menamakan tempat itu Plosokediren sebagai pusat gerakan perlawanan," tutur Soesilo Toer.
Ketika Samin Surosentiko yang dianggap tokoh perlawanan tanpa kekerasan ditangkap Belanda, hal itu menjadi kabar hangat di Nusantara maupun di Belanda. Juga diperkirakan menyebar ke Prancis dan Inggris.
Sebab, kata Soesilo Toer, jarak antara Inggris dan Belanda hanya kurang dari setengah jam bila ditempuh dengan speedboat. Ada kemungkinan gerakan damai ala Samin itu diadopsi oleh seorang mahasiswa India yang sedang studi di sana dan kemudian membuat gerakan tanpa kekerasan ala India yang disebut ahimsa.
"Gerakan itu disebar dan dipraktikkan di Afrika, di mana banyak migran dari India tinggal. Juga di India. Tokoh utama gerakan ahimsa Mahatma Gandhi," papar Soesilo Toer yang telah menulis lebih dari 40 buku, salah satunya adalah Dunia Samin.
Tesis Soesilo itu menuai kontroversi, termasuk dari Amrih Widodo yang meraih gelar doktor dari Cornell University Amerika berkat penelitiannya tentang Samin. Namun Soesilo Toer berkeras dengan tesisnya tersebut. Selain data otentik, kata dia, terkait sejarah itu perlu melibatkan ilmu "logika."
Baginya, gerakan Samin lebih dahulu ada ketimbang ahimsa. "Itu tonggak sejarah. Kebenaran lain perlu dibuktikan lebih lanjut lewat penemuan dan penelitian," tegasnya.
Simak Video "Video: Momen Prabowo Letakkan Bunga di Makam Mahatma Gandhi"
[Gambas:Video 20detik]