Lolos Beasiswa AAS Menyisihkan Ribuan Pendaftar
Para siswa yang belajar di ELTA didorong untuk mendaftar beasiswa Australia Awards Scholarships. Pada saat itu, Cetha sudah berusia 36 tahun dan paling tua di antara teman-temannya.
"Waktu itu saya pernah menunda cita-cita di saat saya masih muda, terus kalau saya kehilangan lagi kapan lagi nanti," pikir Cetha waktu itu yang akhirnya memutuskan untuk mendaftar beasiswa bergengsi ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menjalani rangkaian tahapan seleksi beasiswa bukanlah hal mudah bagi Cetha. Dalam seleksi tersebut, pihak pemberi beasiswa tidak membedakan antara penyandang disabilitas dan non disabilitas dalam hal syarat kelengkapan beasiswa dan skor IELTS yang ditentukan.
Hanya saja, perbedaannya terletak pada aksesibilitas ujian. Selama mengerjakan tes IELTS, Cetha menggunakan bantuan pembaca layar di laptop untuk membaca setiap soal. Sehingga, ia mendapatkan waktu khusus untuk mendengar recording soal dan waktu untuk mendengar pembaca layarnya.
Alhasil, wanita kelahiran Jakarta ini berhasil lolos menyisihkan ribuan pendaftar beasiswa kala itu. Dari sekitar 6.600 pendaftar, hanya 250 peserta yang diterima. Itu pun hanya lima orang yang penyandang disabilitas termasuk Cetha.
Setelah mendapatkan beasiswa, Cetha kembali berjuang untuk mendapatkan kampus tujuan. Ia memilih dua kampus di Negeri Kangguru tersebut, Curtin University dan Murdoch University. Keduanya terletak di Perth.
Singkat cerita setelah mengikuti serangkaian tes lagi, Cetha diterima pada pilihan kedua, Murdoch University, untuk program Master of Communication. Jurusan ini selaras dengan latar belakangnya sebagai seorang jurnalis.
Harusnya Cetha berangkat studi ke Australia pada 2020 lalu. Namun, situasi pandemi membuat keberangkatannya tertunda. Ia baru bisa berangkat pada 18 Juni 2022 kemarin.
Selama menempuh pendidikan dalam 4 semester ke depan Cetha ditemani oleh seorang pendamping, yakni temannya waktu SMP. Untungnya beasiswa yang ia peroleh ini juga menanggung biaya hidup pendampingnya.
"Menurut beasiswa saya itu harusnya kandung, misalnya kakak atau adik kandung atau orang tua kandung. Tapi saya nggak punya dua-duanya, saya nggak punya kakak atau adik kandung. Kebetulan saya tunggal dan orang tua saya juga sudah meninggal dua-duanya, terpaksa saya ditemani oleh teman saya dari SMP," ujarnya.
Meskipun mendapatkan izin cuti kuliah dari kantor tempatnya bekerja, ia tetap aktif sebagai jurnalis. Hanya saja untuk tanggungan berita yang ia kerjakan lebih sedikit, seminggu tiga berita.
Cetha memang terkenal sebagai seorang pekerja keras dan tetap semangat dalam menjalani berbagai kondisi. Salah seorang temannya, Erwin, mengatakan, "Cheta orang yang kuat dan tabah, sederet musibah yang menimpanya dia tetap tegar. Ibaratnya dia sudah kebal dengan musibah."
(kri/erd)