Dinyatakan Buta Total pada 2016
Pada 2016 saat usianya memasuki 34 tahun, Cetha mengalami ablasio retina. Hal ini membuatnya harus melakukan tindakan operasi. Umumnya kondisi seperti ini dapat disembuhkan dengan cara operasi.
Namun, takdir berkata lain. Setelah melakukan operasi sebanyak delapan kali, ia justru dinyatakan buta total (totally blind).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sudah operasi delapan kali dan akhirnya gagal lalu buta total deh. Saat operasi itu saya baru tahu kalau saya diabetes," ujarnya.
Ditakdirkan sebagai seorang tunanetra tidak membuat semangatnya untuk terus berkarya pudar. Ia rutin mengisi kanal difabel Tempo dengan tetap liputan ke lapangan, wawancara ke narasumber, dan riset informasi lainnya.
Tetap Eksis Jadi Jurnalis Sambil Belajar Bahasa Inggris
Wanita yang sudah berkiprah sebagai jurnalis selama 15 tahun ini mengaku bersyukur dengan kondisinya. Salah satu hikmah yang ia petik, ia justru memiliki banyak waktu luang ketika menjadi tunanetra. Sebab, beban kerjanya juga berkurang, menyesuaikan dengan kondisinya saat ini.
Sambil tetap aktif menyajikan berita untuk para pembaca, ia awalnya iseng mendaftar semacam kursus bahasa Inggris pada 2018. Namanya English Language Training Assistance (ELTA).
Beruntungnya ia termasuk satu dari 12 orang yang dinyatakan lolos mengikuti program ELTA. Dari 12 tersebut, enam di antaranya adalah penyandang disabilitas.
Kursus berlangsung selama tiga bulan dengan jam belajar rutin mulai jam 8 pagi hingga 3 sore. Beberapa kali bahkan sampai jam 8 malam. Selain bisa belajar gratis, Cetha juga mendapat uang dan gratis tes IELTS.
Walaupun sempat masih keteteran dalam membagi waktu, namun semua bisa dilaluinya. "Kadang jam 1 malam belum tidur karena masih nyari-nyari berita atau wawancara atau terjemahan atau apalah untuk besok paginya," ujar Cetha.
Lolos beasiswa bergengsi AAS sisihkan ribuan pendaftar>>>