Malam itu usia Azwan, anak eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) di perkebunan kelapa sawit Malaysia, menginjak angka 18 tahun. Pikirannya tertuju pada apa yang bisa ia lakukan untuk membantu anak-anak perkebunan sawit lainnya agar berani memutus siklus buruh sawit.
Azwan berasal dari keluarga perantau. Orang tua dan saudara-saudaranya bekerja sebagai PMI--dulu namanya TKI--di perkebunan sawit yang ada di Sabah, Malaysia. Ia lahir dan besar di tengah ladang sawit yang panas dan berdampingan dengan binatang buas.
Pendidikan menjadi urusan belakangan bagi para PMI. Sebab, keterbatasan ekonomi membuatnya mau tidak mau lebih mengutamakan pekerjaan untuk menopang keberlangsungan hidupnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dulu tidak ada sekolah untuk anak buruh sawit. Pusat kegiatan belajar masyarakat baru dibangun sekitar tahun 2008. Itu pun mindset orang tua belum sepenuhnya mengarah akan pentingnya pendidikan.
Azwan dan teman-teman sebayanya tidak menempuh pendidikan SD. Mereka yang mau sekolah di pusat kegiatan belajar masyarakat yang bernama Community Learning Center (CLC) harus mengikuti ujian paket A.
CLC tidak dibangun di semua ladang sawit. Selain repotnya mengurus izin ke perusahaan pemilik lahan yang bersangkutan, juga jumlah siswa tidak memenuhi syarat untuk dibangun sekolah setara SMP yang menginduk pada Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) itu.
Sebagai alternatif dibangunlah Tempat Kegiatan Belajar (TKB) di ladang-ladang sawit. TKB tempat Azwan menuntut ilmu bernama TKB Genting Sekong, lingkup yang lebih kecil dari CLC SMPT 45 Pontian Hillco.
Hanya ada sepetak ruang ukuran 3x2 meter yang menjadi tempat Azwan dan sekitar 20 temannya belajar. Dinding dan lantainya serba kayu. Mereka duduk berlesehan beralaskan karpet untuk melapisi lantai kayu. Ada meja panjang yang mereka gunakan untuk menulis dan meletakkan buku.
Dari sekitar 400 lulusan CLC angkatan Azwan di Kota Kinabalu, hanya sekitar 20 anak yang melanjutkan ke jenjang SMA. Salah satunya Azwan. Beruntung orang tuanya mendukung penuh agar anak bungsunya itu bisa sekolah dan memperbaiki kehidupan keluarganya.
"Wan, sekolahlah, karena cukup bapak dan mamakmu yang bodoh jangan kamu," ucap Azwan menirukan kata-kata orang tuanya. Pesan inilah yang memacu semangat Azwan untuk terus belajar dan berkarya agar bisa memperbaiki kehidupan keluarganya. Begitu cerita Azwan kepada detikcom beberapa waktu lalu.
Singkat cerita Azwan akhirnya pulang ke tanah leluhurnya di Polewali Mandar, Sulawesi Barat untuk menempuh pendidikan di SMKN 1 Polewali. Meskipun harus melewati masa yang sulit karena harus tinggal sendiri dan harus menyesuaikan dengan kultur setempat, hal itu tidak menyurutkan semangat Azwan untuk menuntut ilmu.
Walaupun sering mendengar kata-kata yang tidak enak di telinga, ia tetap pasang badan dan fokus pada tujuan utamanya. Keadaan pun berubah ketika ia menjadi ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Cibiran berubah menjadi pujian dan berbagai apresiasi.
Azwan memang terkenal rajin dan aktif dalam berbagai kegiatan maupun kompetisi, serta meraih sejumlah medali. Ia bahkan masuk top 100 ketua OSIS terbaik se-Indonesia dan juga berkesempatan duduk di parlemen melalui kegiatan Parlemen Remaja yang diselenggarakan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI.
Jalan meraih pendidikan tak hanya berhenti sampai di situ. Azwan bertekad bulat untuk kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Meskipun sempat gagal di beberapa jalur masuk, Azwan akhirnya lolos melalui jalur mandiri. Itupun dengan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tinggi untuk ukurannya.
"Untungnya orang tuaku punya mindset yang sudah matang lah. Dalam artian walaupun mereka nggak sekolah mereka sadar kalau pendidikan itu penting. Akhirnya mereka walaupun dicibir ya tetap memberangkatkan saya (ke Yogyakarta)," kenang Azwan.
Sempat tiga kali gagal mendapatkan beasiswa Bidikmisi dan tidak lolos juga dalam seleksi beasiswa PPA (Pendamping Prestasi Akademik), akhirnya Azwan mendapatkan Beasiswa Unggulan dari Kemendikbudristek tepat di semester 3 hingga ia lulus kuliah.
Selama kuliah Azwan aktif di berbagai kegiatan dan menorehkan banyak prestasi baik nasional maupun internasional. Ia selalu meng-update aktivitasnya di media sosial Facebook.
Hal itu ia lakukan dengan niat agar membuka mata adik-adiknya yang di perkebunan sawit Malaysia, bahwa mereka juga bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan berkarya seperti Azwan dan masyarakat kota pada umumnya.
"Kadang ada yang menilai itu sombong ya, tapi bagi saya itu tergantung nawaitunya saya. Kalau niat saya itu berbagi untuk memberikan inspirasi agar mau tergerak hatinya mau sekolah itu," tutur Azwan.
Selanjutnya Azwan merintis komunitas untuk menaungi anak PMI>>>