Mengenal Qomarul Lailiah, Guru Bahasa Inggris yang Jadi Wasit Olimpiade Tokyo 2020

ADVERTISEMENT

Mengenal Qomarul Lailiah, Guru Bahasa Inggris yang Jadi Wasit Olimpiade Tokyo 2020

Trisna Wulandari - detikEdu
Minggu, 08 Agu 2021 12:00 WIB
Qomarul Lailiah atau Lia, guru bahasa Inggris asal Surabaya yang menjadi Wasit Olimpiade 2020 Tokyo cabor bulu tangkis
Foto: Foto: Instagram @nadiemmakarim


Wasit perempuan tingkat dunia


Lia menuturkan, perjalanan kariernya sebagai wasit beberapa kali terhenti saat hamil dan melahirkan dua buah hatinya. Terlepas dari kebahagiaannya jadi ibu, kata Lia, ia harus belajar menyiapkan mental lagi sebelum memimpin berbagai pertandingan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


"Untuk menyiapkan mental, saya bilang (ke teman) pengen diundang turnamen kecil, besar, porseni SD, apa saja," kata Lia.


Setelah lulus ujian nasional B sebagai wasit di tahun 2003, ia lulus di ujian nasional A di momen Indonesia Open dengan peringkat 3 besar. Sebagai informasi, berbeda dengan ujian nasional B, ujian nasional A mewajibkan wasit menguasai bahasa Inggris.

ADVERTISEMENT


Ia mengatakan, dari situ ia diberi kesempatan untuk mengikuti sertifikasi wasit tingkat Asia dan lulus dengan peringkat 3 besar. "Peringkat 3 besar itu diraih perempuan semua. Saat itu bertepatan dengan bulu tangkis Asia sedang mencari wasit wanita untuk gender equality, 30 persen petugas harus perempuan," jelasnya.


Pada 2017, Lia mendapat sertifikasi wasit tingkat dunia dari BWF. Ia menuturkan, kebijakan gender equality turut membuatnya ditugaskan sebagai wasit di olimpiade tahun ini.


"Kaget juga sebetulnya dipanggil di olimpiade, karena baru 2017 lalu (tersertifikasi), seharusnya belum. Ternyata memenuhi gender equality. Bersyukur masih dipercaya di Asia, bahwa Indonesia masih dipercaya. Saya pikir itu rezeki, hehe," kata Lia.


Menjadi wasit yang baik


Lia mengatakan, antusiasme penonton dan pemain salah satunya mendorong dirinya untuk serius belajar dan menguasai ilmu perwasitan bulu tangkis. Menurut Lia, ilmu dan penjelasan yang logis turut membantu wasit memimpin jalannya pertandingan. Salah satunya dalam menghadapi pertanyaan dari pemain yang tengah bertanding.


"Enggak salah untuk protes, untuk mempertanyakan mempertanyakan kenapa (wasit) buat keputusan itu, menurut mereka tidak salah," kata Lia.


"Karena itu know by heart tentang Law of Badminton, tentang peraturannya sendiri, lalu tidak bias dan memihak, dan alert harus tinggi. Meleng sedikit, kasihan yang harusnya dapat satu poin. Dari awal olimpiade diingatkan, pemain menganggap setiap pertandingan sebagai final karena membela negara, tidak akan mengalah, mati-matian kejar satu poin," imbuhnya.


Lia menuturkan, semangat pantang menyerah para atlet Olimpiade harapnya bisa jadi inspirasi siswa dan guru.


"Karena saya dari Surabaya, saya sampaikan pada siswa, be the real Bonek. Tidak malu berusaha dan tidak malu gagal, insya Allah Tuhan beri jalan. Untuk guru, teman-teman berusaha sekali saat pandemi untuk menguasai teknologi. Kita bisa, berusaha bersama," kata Lia.


Gimana detikers, mau berkiprah di olimpiade juga seperti Lia?


(twu/lus)

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads