Sekitar 2,75 juta tahun yang lalu, manusia purba di Kenya menjalani hidup tanpa pertanian dan perkotaan. Lebih dari itu, mereka juga mampu bertahan hidup di tengah perubahann iklim yang ditandai dengan angin, panas, kekeringan, serta kebakaran hutan.
Lantas, bagaimana cara manusia purba bertahan hidup? Peneliti mendapati, mereka mengandalkan penemuan sederhana berupa perkakas batu.
Temuan sederhana tapi luar biasa ini datang dari situs arkeologi Namorotukunan, di timur laut Cekungan Turkana, Kenya. Berdasarkan artefak di sana, ternyata selama hampir 300.000 tahun, manusia purba berulang kali datang ke sungai-sungai yang sama. Memukul batu menjadi serpihan tajam, mereka lalu menggunakannya untuk memotong daging dan tanaman keras.
Penelitian Arkeologi di Cekungan Turkana
Tim peneliti internasional dari berbagai lembaga, termasuk Universitas Arkansas, Universitas George Washington, dan Institut Max Planck meneliti lapisan tanah purba yang menyimpan jejak kehidupan selama 300.000 tahun tersebut.
Mereka menemukan tiga lapisan arkeologi berbeda, masing-masing berusia 2,75 juta, 2,60 juta, dan 2,44 juta tahun. Dengan analisis geologi dan kronologi, tim menelusuri perubahan lingkungan di setiap lapisan.
Para ilmuwan memanfaatkan berbagai proksi paleoenvironmental seperti mikrofosil tumbuhan, arang mikro, komposisi kimia tanah, isotop karbon, hingga magnetik batuan untuk merekonstruksi iklim dan vegetasi masa lalu.
"Fakta bahwa peralatan batu awal di Kenya ini ditemukan di situs-situs yang menyimpan berbagai macam arang mikro-yang berpotensi mewakili api-hingga kekeringan, dan tanda-tanda kekeringan lainnya sungguh menarik," ujar Amelia Villaseñor, dosen antropologi Universitas Arkansas, dikutip dari laman kampus, Minggu (16/11/2025).
Perubahan ini kemudian dikaitkan dengan perilaku manusia purba yang tetap konsisten menggunakan alat batu ratusan ribu tahun lamanya.
"Hominin kemungkinan besar menggunakan peralatan batu untuk mengakses sumber daya baru agar dapat bertahan hidup," ucapnya.
Teknologi Oldowan
Dari hasil penggalian, tim menemukan lebih dari 1.200 artefak batu, kebanyakan berupa serpihan tajam dan inti batu sederhana, yang dikenal sebagai ciri khas teknologi perkakas Oldowan. Analisis 3D dan morfometrik menunjukkan bahwa manusia purba memukul batu pada sudut yang sama selama ratusan ribu tahun, menandakan tradisi teknologi yang stabil dan terlatih.
Situs Namorotukunan ini menjadi bukti paling awal teknologi Oldowan di Formasi Koobi Fora. Dalam publikasi di Nature Communications pada 4 November 2025, para peneliti menulis bahwa studi tersebut menyoroti interaksi antara pergeseran lingkungan dan inovasi teknologi, faktor penting dalam jalannya evolusi manusia.
Kecerdikan yang Melampaui Zaman
Tim peneliti menilai penemuan ini sebagai bentuk bentuk adaptasi cerdas manusia purba terhadap alam. Alat batu dalam tradisi Oldowan dianggap sebagai cikal bakal pisau dan perkakas modern, simbol ketahanan manusia di awal evolusi.
"Namorotukunan menawarkan perspektif langka tentang dunia yang telah lama berubah sungai yang terus mengalir, kebakaran yang melanda, dan peralatan yang tak tergoyahkan," ungkap Dan V. Palcu Rolier, peneliti geosains dari Universitas São Paulo yang juga salah satu penulis studi.
Bertahan di Tengah Kekeringan dan Kebakaran Hutan
Peneliti menemukan bahwa wilayah yang dulunya lebat dan rimbun perlahan berubah menjadi padang rumput kering dan semi-gurun. Namun di tengah transisi itu, manusia purba tetap bertahan dengan alat dari batu kalsedon, bahan keras dan langka yang dipilih dengan cermat.
Villaseñor menjelaskan bahwa sinyal isotop tanah menunjukkan perubahan vegetasi yang drastis dari pepohonan ke padang rumput terbuka. Namun, teknologi alat batu tetap digunakan sepanjang periode itu.
Sementara itu, David R. Braun dari Universitas George Washington menyebut situs ini sebagai kisah luar biasa tentang kesinambungan budaya.
Jejak Ketahanan Manusia
Riset ini bukan sekadar catatan arkeologi, melainkan pengingat bahwa manusia selalu bisa bertahan dalam kondisi paling sulit selama mau beradaptasi.
"Studi ini, yang menghubungkan perangkat sederhana dengan kecerdikan manusia, mengingatkan kita bahwa nenek moyang kita telah berhasil menghadapi dan bertahan hidup dari tantangan lingkungan," kata Villaseñor.
"Kita dapat bertahan hidup apa pun yang akan terjadi di masa depan; kita mungkin hanya perlu menengok ke masa lalu," sambungnya
Simak Video "Video Ada Temuan Baru di Sulawesi soal Migrasi Manusia Purba"
(twu/twu)